Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai, ekspor periode Januari-April 2019 yang turun dibandingkan dengan Januari-April 2018 tidak lepas dari tekanan eksternal dan internal.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kamar Dagang dan Industri Indonesia menilai, ekspor periode Januari-April 2019 yang turun dibandingkan dengan Januari-April 2018 tidak lepas dari tekanan eksternal dan internal. Faktor eksternal itu terkait kondisi ekonomi global yang masih menantang ditambah ketegangan perang dagang Amerika Serikat-China. Sementara tekanan internal berupa momen Pemilu 2019 yang membuat sejumlah pelaku usaha cenderung menunggu dan melihat perkembangan situasi terkini.
”Istilahnya, empat bulan pertama tahun ini dilepas dululah sama teman-teman pengusaha. Akan tetapi, kami yakin, setelah pengumuman hasil pemilu pada 22 Mei, pengusaha akan kembali optimistis bergerak, termasuk di kegiatan ekspor,” kata Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Handito berpendapat, saat ini semua pihak mesti bergandengan tangan dan menyatukan kekuatan yang dimiliki untuk mendongkrak kinerja ekspor nasional.
”Kekuatan di sawit, misalnya, dapat dipadukan dengan potensi kakao dalam negeri sehingga Indonesia bisa pula mengekspor produk cokelat batangan dan berbagai turunannya,” katanya.
Menurut Handito pemerintah harus berani bernegosiasi atau menata hubungan secara komprehensif untuk memperbaiki defisit, terutama dengan China. Apalagi, China merupakan mitra dagang utama Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia periode Januari-April 2019 sebesar 53,20 miliar dollar AS. Nilai ekspor ini turun 9,39 persen dibandingkan dengan Januari-April 2018 yang senilai 58,72 miliar dollar AS.
Sementara itu, nilai impor Indonesia periode Januari-April 2019 sebesar 55,77 miliar dollar AS atau turun 7,24 persen dibandingkan dengan Januari-April 2018 sebesar 60,12 miliar dollar AS. Dengan demikian, neraca perdagangan Januari-April 2019 defisit 2,56 miliar dollar AS.
”Defisit terjadi karena migas defisit 2,7 miliar dollar AS, sedangkan nonmigas surplus 204,7 juta dollar AS,” kata Kepala BPS Suhariyanto.
Ditinjau menurut negara, sepanjang Januari-April 2019, Indonesia mengalami defisit 7,1 miliar dollar AS dengan China. Sementara defisit Indonesia dengan Thailand 1,357 miliar dollar AS.
Baja dan otomotif tumbuh
BPS mendata, hanya dua dari 10 golongan barang utama ekspor Indonesia yang meningkat pada Januari-April 2019, yakni golongan kendaraan dan bagiannya serta golongan besi dan baja. Ekspor delapan golongan barang lainnya mengalami pertumbuhan negatif.
Nilai ekspor kendaraan dan bagiannya periode Januari-April 2019 terdata 2,453 miliar dollar AS atau tumbuh 4,09 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya sebesar 2,356 miliar dollar AS.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pembukaan Telkomsel Indonesia International Motor Show (IIMS) 2019 di Jakarta, Kamis (25/4/2019), mengharapkan ekspor mobil tahun ini dapat meningkat menjadi 400.000 unit.
Kementerian Perindustrian mencatat, produksi kendaraan roda 4 atau lebih tahun 2018 mencapai 1,34 juta unit atau setara 13,76 miliar dollar AS. Adapun ekspor mobil di tahun 2018 tercatat 346.000 unit atau setara 4,78 miliar dollar AS.
Sekretaris Eksekutif Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy berpendapat kondisi pasar mengakibatkan penurunan ekspor pakaian jadi bukan rajutan di Januari-April 2019 yang, berdasarkan data BPS, sebesar 1,489 miliar dollar AS atau turun 0,41 persen dibandingkan dengan periode sama 2018.
Berdasarkan data BPS, ekspor alas kaki periode Januari-April 2019 sebesar 1,522 miliar dollar AS atau turun 11,74 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2018.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri, penyelesaian perjanjian perdagangan dengan Uni Eropa dapat ikut mendorong kinerja ekspor alas kaki Indonesia. (CAS)