Tak Ada Anggaran Pembebasan, Relokasi Berpotensi Bermasalah
Lahan untuk relokasi penyintas di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, berpotensi bermasalah. Masalah bisa muncul karena pemerintah tak punya anggaran untuk membebaskan lahan. Pemerintah berharap, warga pemilik lahan bisa menghibahkan sebagian tanahnya.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Lahan untuk relokasi penyintas di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, berpotensi bermasalah. Masalah bisa muncul karena pemerintah tak punya anggaran untuk membebaskan lahan. Pemerintah mengharap pemilik tanah menghibahkan sebagian tanahnya.
Pascagempa disertai likuefaksi dan tsunami pada 28 September 2018, daerah bekas likuefaksi, tsunami, dan jalur sesar ditetapkan sebagai zona terlarang untuk pembangunan hunian baru. Semua penyintas di lokasi tersebut direlokasi. Titik relokasi masih berada di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.
Di titik relokasi itu pula akan dibangun lahan untuk relokasi. Kebutuhan lahan untuk relokasi penyintas di Petobo diperkirakan mencapai 70 hektar untuk hunian 1.500 keluarga. Separuhnya berasal dari lahan HGU telantar yang dihibahkan Pemerintah Kabupaten Sigi. Sebagian lagi dari lahan yang dimiliki perseorangan.
Namun, relokasi terhambat pembebasan sebagian lahan. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Palu Presly Tampubolon menyatakan, dalam skema rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa tak ada anggaran untuk pembebasan lahan. Dengan alasan itu, dari awal pemerintah menetapkan kawasan relokasi bagi penyintas gempa bumi, likuefaksi, dan tsunami di lahan HGU/HGB.
Presly mengatakan, status lahan untuk relokasi akan diverifikasi lagi. ”Nanti diverifikasi mana yang merupakan HGU, lahan mana yang berstatus hak milik perseorangan. Dari situ dirembuk berapa masing-masing pemilik lahan yang menyerahkan kepada pemerintah untuk pembangunan huntap (hunian tetap),” tuturnya.
John Drewa (38), salah satu pemilik lahan yang akan dijadikan kawasan relokasi penyintas, menyatakan tak bermaksud mengabaikan alasan kemanusiaan, tetapi tanah yang akan dibangunkan hunian tetap tetap harus dibeli. ”Soal berapa nilainya, kami siap bernegosiasi dengan pemerintah,” ucapnya.
Nurhasan (43), penyintas di Petobo, heran pemerintah tak menyiapkan anggaran untuk pembebasan lahan relokasi. Pembangunan hunian tetap penyintas salah satu tahap penting dalam penanganan pascabencana Sulteng. ”Masa untuk hal sepenting ini tak diantisipasi,” ujarnya di Palu, Sulteng, Rabu (15/5/2019).
Ia berharap, pemerintah daerah bisa mengajukan alokasi anggaran ke pemerintah pusat melalui APBD Perubahan.