Sengketa Lahan Belum Usai, Perusahaan Diminta Hentikan Aktivitas
Perusahaan perkebunan di Kalimantan Tengah yang bekerja di lahan sengketa diminta untuk berhenti beroperasi. Seperti di lahan sengketa hutan Batu Gadur, Desa Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah yang sampai hari ini masih terus dibuka.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Perusahaan perkebunan di Kalimantan Tengah yang bekerja di lahan sengketa diminta untuk berhenti beroperasi. Seperti di lahan sengketa hutan Batu Gadur, Desa Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah yang sampai hari ini masih terus dibuka.
Hutan Batu Gadur merupakan salah satu kawasan terakhir yang tersisa di sekitar Danau Sembuluh, danau terbesar di Kalteng dengan luas mencapai 7.832,5 hektar. Tanah itu merupakan kawasan area penggunaan lain (APL). Sedikitnya terdapat 10 perusahaan perkebunan sawit di sekitar danau itu.
Salah satu kawasan yang saat ini terus bersengketa adalah hutan Batu Gadur yang selama bertahun-tahun menjadi ladang milik warga sekitar. Salah satunya adalah Wardian (64), warga Desa Sembuluh.
Wardian terpaksa harus ke Jakarta karena merasa terintimidasi atas upayanya mempertahankan Batu Gadur atas pembukaan yang dilakukan oleh PT Salonok Ladang Mas (SLM). Ia mengaku tanah tersebut bukan hanya miliknya tetapi juga warga Sembuluh lainnya yang ikut berjuang bersamanya.
“Sudah mediasi berkali-kali, bahkan waktu ada pihak kepolisian mereka sudah sepakat untuk tidak ada aktivitas di sana sampai persoalannya selesai, tetapi sampai sekarang tak kunjung usai,” ungkap Wardian saat dihubungi dari Palangkaraya, Rabu (15/5/2019).
Di Jakarta Wardian melaporkan persoalan tersebut ke beberapa lembaga seperti Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Kantor Staf Presiden (KSP), dan lembaga negara lainnya.
“Saya berupaya untuk mencari keadilan, tetapi tanah saya di sana masih terus digarap perusahaan,” ungkap Wardian.
Saya berupaya untuk mencari keadilan, tetapi tanah saya di sana masih terus digarap perusahaan
Menanggapi hal itu, Kepala Bagian CSR, Community, Development and Operation PT SLM Sahmidi Sadio mengungkapkan, perusahaan masih tetap pada pendiriannya dan tetap beraktivitas karena sudah mengantongi izin yang lengkap. Pihaknya juga mengklaim bahwa ganti rugi sudah diberikan ke pemilik lahan yang menurutnya bukan Wardian.
PT SLM memiliki total wilayah yang sudah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) seluas 17.000 hektar atau perusahaannya bekerja. Total luas perusahaan tersebut dalam HGU sebesar lebih kurang 17.000 hektar atau hampir sama dengan luas wilayah Jakarta Timur.
“Sengketa ini harusnya sudah selesai karena dokumennya lengkap semua, izin dan ganti rugi lahan sudah ada,” kata Sahmidi.
Sengketa ini harusnya sudah selesai karena dokumennya lengkap semua, izin dan ganti rugi lahan sudah ada
Sahmidi menegaskan, pihaknya sudah melakukan pembukaan lahan sejak lama. Bahkan di beberapa lokasi sudah mulai penanaman dan hal itu dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Ada beberapa warga termasuk Pak Wardian yang mengklaim itu tanah mereka, padahal sudah dijual ke kami. Beliau juga tidak memiliki hak milik atas tanah yang diklaimnya,” kata Sahmidi.
Hentikan aktivitas
Direktur Save Our Borneo (SOB) Safrudin, yang mendampingi Wardian dan warga Sembuluh, mengungkapkan, pihaknya meminta perusahaan berhenti melakukan aktivitas di Batu Gadur sampai persoalannya selesai. Ia juga meminta perusahaan untuk membuka data dan dokumen terkait proses ganti rugi.
“Sampai saat ini Wardian gak pernah tahu siapa yang jual tanah mereka. padahal jauh sebelum perusahaan ada Wardian dan warga lainnya itu sudah mengelola Batu Gadur,” ungkap Safrudin.
Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng Dimas Novian Hartono. Saat ini Dimas dan beberapa staf Walhi mendampingi Wardian terkait persoalan intimidasi yang warga dapat dalam mempertahankan tanahnya.
“Dalam waktu dekat kami akan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melaporkan persoalan perebutan lahan itu,” kata Dimas.