JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri kecil menengah disarankan memilih teknologi yang paling sesuai dengan kebutuhan dalam menerapkan industri 4.0. Teknologi yang dipilih harus dapat menyelesaikan persoalan dan meningkatkan efisiensi serta produktivitas usaha.
Teknologi terbaru layak digunakan jika dapat meningkatkan produktivitas, fleksibilitas produksi, dan efisiensi usaha.
”Tidak sekadar untuk gaya-gayaan, tapi ke penyelesaian masalah,” kata dosen Departemen Teknik Mesin Universitas Diponegoro, Paryanto, di Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Paryanto menyampaikan hal itu pada Lokakarya Implementasi Industri 4.0 bagi industri kecil menengah (IKM) komponen otomotif di Gedung Kementerian Perindustrian.
Dia mencontohkan, pelaku IKM dapat mulai memikirkan penerapan otomasi, baik semiotomasi maupun otomasi penuh, jika menemukan proses yang repetitif atau terus berulang dan perlu presisi tinggi. Konektivitas penting diterapkan pada saat IKM membutuhkan koneksi dengan pemasok bahan baku ataupun pelanggan.
Meski demikian, pelaku IKM disarankan menyimpan data perusahaan secara hati-hati ketika menerapkan konektivitas. Kehati-hatian ini berkaitan dengan keamanan siber.
”Terkait dengan digitalisasi, investasinya ringan. Saat ini, misalnya, banyak perusahaan rintisan yang dapat membuat aplikasi untuk mengetahui performa pabrik,” kata Paryanto.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, pemerintah berupaya meningkatkan daya saing IKM di era industri 4.0. Implementasi teknologi merupakan investasi penting bagi IKM komponen otomotif. IKM diharapkan menyuplai komponen yang dibutuhkan industri besar otomotif. ”Apalagi produksi mobil di Indonesia pada 2018 saja mencapai 1,34 juta unit dengan total penjualan sekitar 1,15 juta unit. Hal ini merupakan pasar bagi IKM komponen otomotif,” kata Gati.
Menurut data Kemenperin, ada sekitar 450 unit usaha IKM komponen otomotif di tiga sentra IKM logam, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. (CAS)