Negara Berkembang Hadapi Ketimpangan Tabungan Investasi
Pemerintah sedang berupaya menurunkan ICOR dengan mengalihkan sebagian pembangunan infrastruktur ke pembangunan sumber daya manusia.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
JAKARTA, KOMPAS — Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menghadapi persoalan ketimpangan tabungan investasi yang cukup besar. Jumlah tabungan yang lebih kecil dari kebutuhan investasi mesti ditutup dari modal asing.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, persoalan ketimpangan tabungan investasi lazim dihadapi negara berkembang. Kapasitas modal dari dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan investasi sehingga diperlukan modal asing, baik berupa investasi langsung maupun portofolio.
”Modal asing akan masuk ke dalam negeri jika ada pembangunan infrastruktur dan kebijakan institusi yang baik dan konsisten,” kata Sri Mulyani saat menjadi pembicara kunci di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah berupaya menarik modal asing melalui berbagai strategi, mulai dari pemerataan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan perizinan, hingga pemberian insentif bagi pelaku usaha. Modal asing dalam bentuk investasi juga menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
BANK INDONESIA
Pergerakan arus modal asing melalui instrumen surat berharga negara (SBN) dan saham.
Dengan masuknya investasi, lanjut Sri Mulyani, struktur ekonomi berbasis manufaktur bisa dibangun lebih kokoh. Suntikan modal asing akan mendorong transfer teknologi dan penciptaan produk bernilai tambah. Sejarah membuktikan bahwa negara yang serius mengembangkan industri manufaktur, ekonominya bisa tumbuh lebih tinggi.
”Tiga puluh tahun lalu sebagian besar negara miskin kemudian berubah menjadi negara berkembang. Namun, hanya sedikit yang menjadi negara maju, seperti Singapura dan Korea Selatan,” kata Sri Mulyani.
Mengutip data Bank Dunia, rasio tabungan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia selama periode 1981-2017 cukup fluktuatif. Rasio tabungan terendah sebesar 13,20 persen PDB tahun 1999 dan tertinggi sempat mencapai 33,22 persen PDB pada 2011.
BANK DUNIA
Rasio tabungan terhadapproduk domestik bruto Indonesia periode 1981-2017
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, tahun 2018, rasio tabungan Indonesia sekitar 32 persen PDB, tetapi incremental capital output ratio (ICOR) terbilang tinggi, sebesar 6,3. Kondisi itu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi sulit beranjak dari kisaran 5 persen-5,1 persen.
”Sekarang, kalau 32 persen (rasio tabungan) dibagi 6,3 (ICOR), hasilnya paling-paling 5-5,1 persen (pertumbuhan ekonomi). Kalau ICOR bisa diturunkan sampai 4 persen, ekonomi bisa tumbuh sampai 6 persen,” kata Darmin.
ICOR merupakan rasio investasi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan PDB. Semakin tinggi ICOR, biaya investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi semakin mahal.
Dialihkan ke SDM
Saat ini ICOR Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang rata-rata di bawah 5 persen, yakni Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan India.
KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution
Darmin mengatakan, ICOR yang tinggi merupakan konsekuensi masifnya pembangunan infrastruktur. Namun, pemerintah sedang berupaya menurunkan ICOR dengan mengalihkan sebagian pembangunan infrastruktur ke pembangunan sumber daya manusia. ICOR diharapkan bisa turun menjadi 4.
”ICOR berupaya diturunkan sehingga dengan rasio tabungan atau kemampuan mobilisasi dana yang sama, Indonesia bisa mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi,” kata Darmin.