Kebakaran masif di RW 005 Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Sabtu (11/5/2019), bukanlah yang pertama di kawasan itu. Meski di titik permukiman padat yang berbeda-beda, lokasi tetap di RW yang sama.
Oleh
J Galuh Bimantara
·3 menit baca
Kebakaran masif di RW 005 Kelurahan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Sabtu (11/5/2019), bukanlah yang pertama di kawasan itu. Meski di titik permukiman padat yang berbeda-beda, lokasi tetap di RW yang sama. Mengulur penataan permukiman ibarat menanti kobaran api datang lagi.
Sisa-sisa amukan dahsyat si jago merah di RW 005 Ancol terlihat dari peron 5 Stasiun Kampung Bandan, Selasa (14/5/2019). Penumpang yang tengah menanti kereta rel listrik (KRL) tujuan Ancol dan Tanjung Priok seakan mendapat tontonan untuk membunuh waktu menunggu kereta. Sebagian mengeluarkan ponsel pintar mereka dan menyorotkan kamera ponsel menyapu visual reruntuhan bangunan.
Kebakaran terjadi sekitar pukul 14.15 pada Sabtu lalu dan melalap 450 bangunan di tiga RT: RT 011, 012, dan 013. Sebanyak 23 kendaraan pemadam dikerahkan dan baru selesai bertugas pada Minggu (12/5/2019) pukul 02.20. Dari pendataan terakhir, sekitar 3.500 jiwa kehilangan tempat tinggal.
Tenda-tenda pengungsian pun didirikan di halaman dan tempat parkir kompleks Ruko Grand Boutique Center. Kawasan rumah toko ini dan tempat kejadian kebakaran hanya dipisahkan dengan pagar tembok.
Ketua RT 012 RW 005 Ancol Abdul Manap (58) duduk-duduk bersama keluarganya di depan unit ruko yang sedang tutup. ”Maaf, tidak ada bangku di sini,” katanya saat menyambut Kompas.
Kondisi memang sedang serba darurat. Menurut Manap, beragam kebutuhan mendesak para pengungsi terpenuhi oleh kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sejumlah lembaga. Namun, warga juga menanti solusi dari pemprov bagi mereka, terutama menyangkut tempat hidup.
Manap mengatakan, solusi terbaik di mata warga sekarang adalah warga dibolehkan tetap tinggal di lahan yang mereka tempati seperti sedia kala. Jika pemprov ingin membantu, bantuan yang cocok, menurut mereka, adalah material bangunan untuk mendirikan hunian lagi.
Wakil Ketua RT 012 Sudiyono (64) menambahkan, warga juga enggan dengan solusi relokasi ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Biaya hidup bakal bertambah karena mereka mesti membayar sewa setiap bulan.
Anang Murwani Putra (45), Bendahara RT 011 pun senada dengan mereka. ”Kebanyakan warga meminta untuk bertahan meski kami harus membangun kembali,” ujarnya.
Kebanyakan warga meminta untuk bertahan meski kami harus membangun kembali. (Anang Murwani Putra, Bendahara RT 011)
Meski rumah-rumah saling mengepung, mereka nyaman tinggal di sana. Akses transportasi dekat dan mudah, termasuk dengan moda transportasi KRL lewat Stasiun Kampung Bandan. Pusat-pusat niaga pemberi lapangan kerja juga tidak jauh, salah satunya dengan kawasan Mangga Dua. Manap dan Anang menuturkan, banyak warga di wilayah mereka yang bekerja di kawasan tersebut.
Pada sisi lain, layanan pemprov bagi warga Jakarta, terutama kalangan menengah ke bawah, juga mereka nikmati. Jaminan kesehatan dari Kartu Indonesia Sehat serta jaminan pendidikan dengan Kartu Jakarta Pintar Plus hanya beberapa di antaranya.
Namun, jika mereka kembali tinggal di lingkungan dengan kondisi yang sama seperti sebelum kebakaran, kerawanan bakal terus terjaga. Akses gang di permukiman Kampung Bandan layaknya labirin, yang siap menyesatkan orang-orang yang baru datang. Ketika kebakaran tiba, warga bakal berjubel di gang-gang selebar 1-3 meter di sana untuk menyelamatkan diri.
Akses gang di permukiman Kampung Bandan layaknya labirin, yang siap menyesatkan orang-orang yang baru datang. Ketika kebakaran tiba, warga bakal berjubel di gang-gang selebar 1-3 meter di sana untuk menyelamatkan diri.
Ruang publik juga tidak tersedia di sana. Mobil-mobil pemadam kebakaran akan kesulitan masuk dan mencari tempat parkir guna mendekati titik api.
Semestinya, penataan permukiman sudah terpicu sejak kebakaran di RW 005 Ancol pada September 2017. Saat itu, api melalap 1.200 bedeng di RT 013 RW 005, serta di RT 009 RW 004.
Husein Murad, yang kala itu menjabat Wali Kota Jakarta Utara, sudah mengimbau warga untuk tidak menempati wilayah itu lagi. ”Memang perlu keteraturan supaya hidupnya nyaman. Kalau bikin rumah yang legal. Ada izin, namanya IMB (izin mendirikan bangunan). Bikin bangunannya benar, standar listriknya benar,” katanya (Kompas/18/9/2017).
Sebelumnya lagi, pada Januari 2016, sekitar 200 bangunan di RW 005 dan RW 004 terbakar dan berdampak pada 1.500 jiwa.
Penataan permukiman tidak bisa menunggu lagi. Namun, yang juga penting, penataan mesti menyerap aspirasi dari warga.
Penataan permukiman tidak bisa menunggu lagi. Namun, yang juga penting, penataan mesti menyerap aspirasi dari warga.