Bersinar dengan Jalan Usaha Bunga
Desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur, dikenal sebagai desa wisata bunga. Untuk menjadikan desa di tengah permukiman padat tersebut ”bersinar”, butuh kerja keras serta ketepatan memanfaatkan aset desa dan dana desa.
Desa Sidomulyo terletak 3 kilometer arah utara pusat Kota Batu menuju Pemandian Cangar. Di kanan kiri jalan utama desa, Jalan Bukit Berbunga, tampak pedagang tanaman bunga dan tanaman hias berjualan.
Luas wilayah Desa Sidomulyo 270,821 hektar (ha), 68 persen di antaranya (sekitar 184,021 ha) merupakan lahan pertanian. Sebanyak 80 persen lahan pertanian ditanami bunga dan tanaman hias, sisanya ditanami buah dan sayur.
Meski terimpit permukiman padat penduduk, Desa Sidomulyo dikenal sebagai daerah agrowisata bunga. Lebih dari 1.000 jenis bunga dibudidayakan di desa yang mempunyai tiga dusun, Tinjumoyo, Tonggolari, dan Sukorembug. Jumlah penduduk Desa Sidomulyo sekitar 8.000 orang. Rata-rata bekerja sebagai petani bunga meski ada juga yang bekerja sebagai aparat sipil negara.
Awalnya, warga Desa Sidomulyo tidak bertani bunga, tetapi sayur dan buah. Mereka sebagian besar menjadi buruh tani. Pengelola lahan rata-rata pengusaha besar dari desa lain.
Penghasilan sebagai buruh tani hanya Rp 7.500-Rp 10.000 per setengah hari. Akibatnya, ekonomi warga tidak berkembang. Di era pemerintahan Gus Dur, di mana banyak orang bebas menjarah lahan hutan, sebagian warga Desa Sidomulyo turut menjarah lahan hutan yang berjarak sekitar 10 kilometer dari desa.
”Saya pelan-pelan mengajak warga lebih fokus menggarap lahan di desa. Untuk apa kerja jauh-jauh, hasilnya tidak selalu bagus. Saya pun mengajak warga serius mengurus tanaman hias dan bunga,” kata Kepala Desa Sidomulyo Suharto (55), Selasa (14/5/2019).
Tanpa putus
Tahun 2010, Suharto (saat itu Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa) mengajak masyarakat menekuni tanaman bunga sebagai mata pencarian. Suharto melihat, bunga lebih mudah dikelola dan sistem tanamnya bisa diatur sehingga bisa panen setiap hari. Hal itu jauh lebih menguntungkan daripada bertanam sayur.
Saat itu belum banyak warga bertanam bunga. Kebanyakan mereka menjadi buruh tani lahan sayur yang dikelola pengusaha asal luar desa.
Perangkat Desa Sidomulyo mulai berpikir mengelola sendiri lahan aset desa. ”Tahun 2014, kami bersama para perangkat desa sepakat mengubah keadaan. Tanah bengkok hak perangkat desa disepakati tidak disewakan lagi ke orang luar, tetapi disewakan untuk warga desa sendiri,” kata Suharto.
Pemerintah Desa Sidomulyo membagi lahan bengkok menjadi sejumlah kapling berukuran sekitar 200 meter persegi. Ada dua lahan aset desa, yaitu di kawasan Gelora Bunga seluas 3 ha dan Pasar Sekarmulyo seluas 1,5 ha.
Lahan tersebut dikapling berbentuk kios bunga kemudian disewakan kepada warga yang tidak memiliki lahan dengan harga terjangkau. Semua warga diharapkan memiliki kesempatan bertani bunga.
Dengan model memanfaatkan aset desa untuk masyarakat tersebut, saat ini rata-rata warga Desa Sidomulyo sudah menjadi petani bahkan pengusaha bunga. Sebanyak 80-90 persen lahan aset Desa Sidomulyo kini ditanami bunga dan tanaman hias.
Usaha bertani bunga dan tanaman hias pun berkembang. Tanah milik pribadi warga juga ditanami bunga dan tanaman hias. Kini saat memasuki desa tersebut akan tampak hamparan bunga dan pepohonan hias yang indah. Terpusatnya bunga dan tanaman hias tersebut menarik konsumen untuk datang langsung membeli bunga.
Jalan usaha bunga
Semula tidak mudah bagi konsumen menjangkau lahan bunga di Desa Sidomulyo. Sebab, akses menuju lahan tersebut masih berupa tanah yang licin dan becek pada musim hujan. Rata-rata jalan di sana juga hanya jalan setapak selebar 1-2 meter sehingga tidak memungkinkan mobil masuk.
Tahun 2015, sejak menerima dana desa, Desa Sidomulyo memanfaatkan sebagian besar dana desa untuk membangun jalan usaha bunga, yaitu jalan paving menuju lahan bunga warga. Satu per satu jalan menuju lahan bunga diperbaiki bertahap setiap tahun.
Tahun 2019, Desa Sidomulyo menerima dana desa Rp 1,25 triliun. Lebih dari 50 persen dana desa tersebut diperuntukkan membangun infrastruktur, seperti jalan desa, jalan usaha bunga, serta memperbaiki gorong-gorong dan turap tebing.
”Kini, hampir sebagian besar jalan menuju lahan tanaman bunga terbangun dengan baik dan lebar sehingga mobil bisa masuk. Ini membuat konsumen dan wisatawan leluasa masuk menjelajahi lahan bunga di desa kami. Masih tersisa beberapa ruas jalan menuju lahan warga yang belum dilebarkan. Ini akan terus kami bangun agar seluruh jalan menuju kebun bisa tertata dengan baik sehingga semakin menarik minat orang datang dan membeli bunga di desa ini,” ujar Suharto.
Mudahnya lahan bunga dijangkau kendaraan roda dua dan roda empat membuat pembeli bunga, wisatawan, atau sekadar pengunjung yang berniat menikmati keindahan Desa Sidomulyo berdatangan. Lama-kelamaan, Desa Sidomulyo semakin dikenal luas sebagai Desa Bunga.
Kebijakan tepat pemerintah Desa Sidomulyo dalam memanfaatkan aset desa membuat pendapatan asli desa (PAD) meningkat. Saat lahan masih disewa para pengusaha dari luar desa, PAD Desa Sidomulyo hanya Rp 10 juta-Rp 20 juta per hektar. Kini, ketika lahan disewakan ke warga desa sendiri dan jalan-jalan desa diperbaiki, pendapatan dari aset desa tersebut bisa mencapai Rp 40 juta per hektar. Secara keseluruhan, total PAD Desa Sidomulyo mencapai Rp 250 juta per tahun.
Jika dihitung pendapatan per orang, saat ini pendapatan petani bunga minimal Rp 30.000 per setengah hari. Jauh lebih besar daripada saat mereka menjadi buruh. ”Semula target kami adalah warga tidak lagi menjadi buruh di desanya sendiri. Rupanya kini perlahan-lahan PAD desa pun terus naik seiring naiknya pendapatan masyarakat,” kata Suharto yang menjabat kades periode 2013-2019 itu.
Sumarno (50), petani bunga Desa Sidomulyo, menyatakan, pembangunan jalan paving menuju lahan bunganya membuat pelanggan bisa langsung datang melihat hingga ke dekat lahan. Sumarno mengelola lahan seluas 400 ha untuk bertani tanaman hias.
”Dahulu sebelum dipaving, jalan becek saat hujan. Ini membuat orang enggan mendekat, apalagi membeli. Kini, dengan jalan yang baik, orang bisa langsung melihat dan membeli tanaman hias di lahan dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli di kota,” kata pria yang menyewa lahan milik desa untuk bertani bunga.
Sumarno mengaku, bertani bunga lebih menguntungkan karena bisa ditabung, yakni tanaman bisa dibiarkan tumbuh besar saat belum laku terjual. Hal ini berbeda dengan sayuran yang harus dipanen kalau sudah tiba waktunya.