Solusi Terakhir Talangan Gaji KONI
Sebanyak 104 karyawan Komite Olahraga Nasional Indonesia mengadukan penderitaan hidup akibat lima bulan tak menerima gaji kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga. Solusi alternatif pun mulai dirancang.
JAKARTA, KOMPAS — Komite Olahraga Nasional Indonesia gagal menjalankan roda organisasi. Masalah tunggakan gaji 104 karyawan pun tak menemukan solusi hingga lima bulan ini. Para karyawan tak kuasa lagi menahan penderitaan hidup dan mengadukan nasibnya kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga, Senin (13/5/2019).
Kemenpora, dengan alasan kemanusiaan, akan merancang solusi alternatif untuk membayar gaji karyawan KONI. Sumber dana akan diambil dari pos anggaran bantuan administrasi Kemenpora ke KONI.
Namun, solusi ini masih harus dikaji oleh Inspektorat Kemenpora supaya tidak menjadi pelanggaran hukum. Selain itu, solusi ini juga perlu persetujuan Menpora Imam Nahrawi.
Sebanyak 43 perwakilan karyawan KONI mengadukan nasib kepada Kemenpora yang diwakili Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto. Pimpinan perwakilan karyawan sekaligus Kepala Bagian Tata Usaha KONI Hariyanto menceritakan penderitaan hidup 104 karyawan yang sudah lima bulan tidak menerima gaji.
Bahkan, tak sedikit karyawan yang rumah tangganya di ujung tanduk karena situasi ini.
Sekitar tiga bulan ini, ujar Hariyanto, banyak karyawan yang sudah tidak bisa membayar iuran sekolah anak-anaknya, tidak bisa membayar iuran listrik dan air, serta sejumlah kredit. Tak sedikit karyawan harus berutang sana-sini.
Ada pula karyawan yang mencoba kerja sampingan, antara lain menjadi tukang ojek. ”Bahkan, tak sedikit karyawan yang rumah tangganya di ujung tanduk karena situasi ini. Setiap hari mereka ribut dengan pasangannya masing-masing karena tak kunjung ada kepastian mengenai kapan gaji tersebut diterima,” ujar Hariyanto.
Untuk makan sehari-hari, saya mengemis mencari pinjaman dari sanak-keluarga dan kenalan. (Rais Supriadi)
Karyawan KONI, Rais Supriadi, menuturkan, dirinya sudah tiga bulan tak sanggup membayar iuran sekolah anaknya, dua bulan tidak membayar iuran listrik dan air, serta tidak membayar tagihan kredit. Ia berulang kali memohon belas kasih dari para penagih utang agar diberi kelonggaran.
”Untuk makan sehari-hari, saya mengemis mencari pinjaman dari sanak-keluarga dan kenalan. Tapi, saya tidak mungkin terus begini,” kata Rais dengan mata berkaca-kaca dan suara bergetar.
Rais sangat memohon bantuan kepada Kemenpora, lembaga yang menaungi mereka. ”Bagaimanalah perasaan ini kalau sampai hari raya (Idul Fitri) tiba kami belum menerima gaji. Rasanya sudah seperti nangis kebo, tidak mengeluarkan air mata, tapi hati rasanya hancur sekali,” ujarnya.
Opsi alternatif
Tunggakan gaji karyawan KONI itu terjadi setelah sejumlah pejabat Kemenpora dan KONI terjerat operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir 2018. Kasus dugaan suap dan korupsi itu terkait dengan dana hibah Kemenpora ke KONI.
Dengan alasan kemanusiaan, kami akan mengupayakan cara alternatif untuk membantu karyawan KONI. (Gatot S Dewa Broto)
Gatot mengutarakan, berdasarkan arahan Menpora Imam Nahrawi pada rapat sepekan lalu, Kemenpora tidak akan lagi menyalurkan anggaran kepada KONI Pusat guna melakukan fungsi sebagai pengawas dan pendamping seperti tahun 2018. Selain karena terjadi dugaan kasus korupsi pada penyaluran anggaran itu pada akhir 2018, dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional juga tidak ada pasal yang mengamanatkan Kemenpora wajib menyalurkan anggaran tersebut.
”Setelah terjadi OTT lalu, kami tidak ingin lagi memberikan bantuan yang ujung-ujungnya bermasalah hukum. Lagi pula masih banyak kegiatan KONI Pusat yang belum tuntas laporan pertanggungjawabannya dan telah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan yang sedang melakukan pemeriksaan di Kemenpora,” kata Gatot tegas.
Namun, lanjut Gatot, keluhan karyawan KONI akan dilaporkan ke Menpora. ”Dengan alasan kemanusiaan, kami akan mengupayakan cara alternatif untuk membantu karyawan KONI. Mudah-mudahan, dalam sepekan ini, ada kepastian dari Menpora maupun Inspektorat Kemenpora. Yang jelas, kami ingin membantu, tetapi juga tidak ingin tersandung hukum,” ujarnya.
Asisten Deputi Bidang Tenaga dan Organisasi Keolahragaan dari Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Herman Chaniago mengemukakan, selain anggaran pengawasan dan pendampingan yang biasa digunakan KONI untuk operasionalisasi organisasi, ada dua lagi pintu anggaran dari Kemenpora untuk KONI. Dua pos anggaran itu adalah anggaran peningkatan kapasitas dan bantuan kegiatan serta bantuan administrasi.
Dari dua pintu tersisa, anggaran bantuan administrasi bisa menjadi solusi alternatif membayar gaji karyawan KONI. Dalam anggaran bantuan administrasi, ada poin untuk membayar honor petugas sekretariat. Dengan alasan kemanusiaan, upaya tersebut diharapkan bisa dilakukan. ”Namun, cara ini juga harus menunggu persetujuan Menpora dan kajian Inspektorat Kemenpora,” kata Herman.
Satuan kerja KONI
Gatot melanjutkan, Kementerian Keuangan telah merespons surat permohonan Menpora mengenai permohonan pembentukan satuan kerja bagi KONI Pusat yang diusulkan melalui surat pada 4 Februari. Dalam surat balasan 7 Mei lalu, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, Kemenpora harus memenuhi sejumlah persyaratan administratif dan substantif untuk pembentukan satuan kerja bagi KONI Pusat.
”Namun, cara itu jangan terlalu diharap karena proses pembentukan satuan kerja itu sangat panjang. Paling tidak proses pembentukan satuan kerja tercepat itu memakan waktu tujuh bulan ketika dibentunya satuan kerja Inasgoc (Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia). Saat itu, alasannya sangat kuat, yakni kebutuhan mendesak untuk menyelenggarakan Asian Games 2018. Kalau sekarang, kebutuhannya tidak semendesak itu. Jadi, prosesnya mungkin lebih lama,” ujar Gatot.