Kebutuhan akan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi mendesak menyusul mudahnya data pribadi diketahui oleh orang lain, diperjualbelikan, bahkan tak jarang digunakan untuk kejahatan. Namun, sayang, hingga kini perumusannya oleh pemerintah tak kunjung tuntas.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni dan insan alfajri
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ilustrasi: Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jakarta, mengungkap kejahatan pencurian data elektronik perbankan (skimmer) yang melibatkan warga negara asing, Sabtu (17/3/2018).
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan akan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi mendesak menyusul mudahnya data pribadi diketahui orang lain, diperjualbelikan, bahkan tak jarang digunakan untuk kejahatan. Namun, sayang, hingga kini perumusannya oleh pemerintah tak kunjung tuntas. DPR pun mendesak pemerintah segera menyelesaikannya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Meutya Hafid, saat dihubungi Kompas di Jakarta, Selasa (14/5/2019), mengatakan, hingga kini draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) belum disampaikan pemerintah kepada DPR.
”Padahal, kami bersama pemerintah punya keinginan yang sama agar RUU PDP diselesaikan dalam masa periode DPR saat ini. Jika ingin diselesaikan, pemerintah perlu segera karena masa kerja DPR periode sekarang tinggal empat bulan lagi,” kata Meutya.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi I DPR dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Senin (13/5/2019), Komisi I juga telah mendorong pemerintah segera menyelesaikan RUU tersebut.
KOMPAS/PRADIPTA PANDU
Meutya Hafid
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Charles Honoris, mengatakan, RUU PDP mendesak karena saat ini ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan layanan teknologi informasi kian besar. Perusahaan penyedia berbagai layanan juga sudah banyak mengumpulkan data pribadi masyarakat Indonesia.
Data pribadi masyarakat yang disimpan oleh setiap perusahaan teknologi tersebut belum diatur secara optimal. ”Kondisi hari ini, kita masih minim regulasi terkait pengelolaan dan perlindungan data pribadi sehingga rawan untuk disalahgunakan,” kata Charles.
Seperti diketahui, unsur perlindungan data pribadi juga terdapat dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Namun, ini hanya terbatas pada nasabah bank.
Hasil investigasi Kompas yang dimuat di Harian Kompas dan kompas.id, dua hari terakhir, Senin (13/5/2019) dan Selasa (14/5/2019), menunjukkan begitu mudahnya data pribadi diketahui oleh orang lain. Data pribadi bahkan diperjualbelikan untuk kepentingan bisnis. Di luar itu, polisi beberapa kali mengungkap penipuan yang berawal dari jual-beli data pribadi.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh pun menyatakan, RUU PDP perlu segera dibahas bersama DPR. Zudan adalah salah satu unsur dalam pemerintah yang juga ikut menyusun draf RUU PDP tersebut.
Data kependudukan
Namun, untuk penyebaran ilegal data pribadi kependudukan, seperti nomor induk kependudukan dan data lainnya, Zudan mengatakan, pelakunya dapat dipidana maksimal dua tahun penjara.
Hal ini sesuai dengan UU No 24/2013 tentang Perubahan atas UU No 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. UU itu mengatur kewajiban untuk menjaga rahasia data pribadi.
Pasal 95 telah menetapkan sanksi pidana kepada setiap orang yang tanpa hak menyebarluaskan data kependudukan. Jika hal ini dilanggar, dikenakan sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan atau denda paling banyak Rp 25 juta.
Zudan menambahkan, pasal tersebut bukan delik aduan sehingga polisi bisa langsung bertindak.
Dia menegaskan, orang atau lembaga tidak boleh menyebarkan data pribadi. Data pribadi hanya boleh dibagi antarpenegak hukum demi tujuan penegakan hukum. Hanya lembaga yang sudah bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bisa mengakses data tersebut.
Dia menduga, lembaga yang menyebarkan data pribadi itu merupakan lembaga yang bekerja sama dengan Kemendagri. Sebab, katanya, perorangan tidak bisa mengakses data tersebut.
”Saya sangat menyesalkan dan sangat kecewa ada lembaga yang tidak mematuhi aturan UU Administrasi Kependudukan dan perjanjian pemanfaatan data,” katanya.