Lembaga pendidikan harus netral, bebas dari unsur yang bersifat politik. Hal ini akan memungkinkan terwujudnya pendidikan pengembangan karakter yang holistik.
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pendidikan harus dibebaskan dari segala unsur yang bersifat politik. Adanya komitmen tersebut bisa membuat pendidikan diberikan secara adil, meritokratif, dan mengusung pengembangan karakter yang holistik guna membangun kemampuan berpikir kritis dan bersifat toleran.
"Sudah waktunya ditegaskan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tidak boleh ada unsur politik praktis di dalam pendidikan," kata Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia Asep Saefuddin seusai memberi pemaparan dalam Pengkajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan di Tangerang Selatan, Banten, Senin (13/5/2029). Acara bertema "Reinvensi Pendidikan Nasional untuk Penguatan Karakter dan Keadaban Bangsa" ini juga menghadirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy serta Rektor Universitas Indonesia Muhammad Anis sebagai narasumber.
Asep menjelaskan, adanya ketegasan berupa undang-undang akan menghalangi kelompok partisan untuk menggunakan lembaga pendidikan sebagai wahana politik. Di dalamnya mencakup tidak membiarkan guru dan tenaga kependidikan memasukkan pandangan politik praktis mereka ke dalam pembelajaran.
Pandangan politik praktis mengakibatkan adanya eksklusivitas berdasarkan perbedaan, misalnya perbedaan agama, suku bangsa, ekonomi, dan sosial. Survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah pada tahun 2018 terhadap 2.237 guru se-Indonesia mengungkapkan hanya 32 persen guru yang toleran dan menghargai perbedaan. Sisanya menganggap perbedaan agama dan pandangan politik sebagai masalah.
Pandangan politik praktis mengakibatkan adanya eksklusivitas berdasarkan perbedaan, misalnya perbedaan agama, suku bangsa, ekonomi, dan sosial.
Guru dan tenaga kependidikan sejatinya harus memahami esensi kemajemukan bangsa Indonesia, sejarah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, toleransi dan persatuan, dan cara demokrasi yang bertanggung jawab. "Sebelum mengajarkan karakter kepada siswa, guru dulu yang harus membangun karakter, apalagi era disrupsi turut membawa ambiguitas dan ketidakpastian. Jangan sampai guru yang semestinya menjadi pencerah malah terbawa arus," kata Asep.
Asep menekankan, pemisahan politik dari pendidikan juga harus masuk kepada pemastian menteri dan semua birokrat pendidikan hingga ke pemerintah daerah tidak terafiliasi pada partai politik tertentu, baik secara eksplisit maupun implisit. Lembaga pendidikan harus menjadi tempat netral yang mendidik siswa mengenai kinerja politik, bukan turut berpolitik.
Pendidikan bersih politik dan politisasi memungkinkan terwujudnya pendidikan pengembangan karakter yang holistik karena berbasis keteladanan dan persepsi kenusantaraan. Pendidikan karakter tidak akan tersangkut hanya kepada pelaksanaan ritual ibadah keagamaan, melainkan nilai spiritualitas universal yang melahirkan toleransi sehingga mampu membuat siswa bisa berkolaborasi dalam mengembangkan pemikiran kritis.
Dievaluasi
Sementara itu, Muhadjir dalam paparannya menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah kesatuan yang terdiri dari kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Faktor-faktor yang membangun setiap unsur kesatuan itu adalah penalaran, etika, dan estetika.
Ia menjelaskan, program Penguatan Pendidikan Karakter sudah dilaksanakan di 218.989 sekolah. Akan tetapi, cara penerapannya akan terus dievaluasi untuk memastikan sudah sesuai dengan maksud dan tujuan pendidikan nasional.
"Nalar dan etika sangat penting dalam membangun sikap yang baik dan menghargai perbedaan serta kemajemukan bangsa. Setelah itu, penghargaan terhadap estetika, yaitu kesenian mampu membentuk kehalusan budi agar sisi perilaku juga sebaik sikap," ujarnya.
Nalar dan etika sangat penting dalam membangun sikap yang baik dan menghargai perbedaan serta kemajemukan bangsa.
Dari sisi pendidikan tinggi, Muhammad Anis memaparkan bahwa penalaran, toleransi, dan pemikiran terbuka menghasilkan kreativitas yang sangat penting dalam membuat inovasi. Adanya sifat-sifat tersebut membentuk karakter pembelajar seumur hidup yang tidak akan ketinggalan zaman dan mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk tujuan yang mengedepankan kepentingan nasional.