Persatuan dan Kesatuan dalam Pengobatan Gratis di Borobudur
Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) menyelenggarakan bakti sosial pengobatan gratis di Taman Lumbini di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, selama dua hari, 14-15 Mei 2019. Dengan melibatkan 185 dokter, 294 tenaga paramedis, dan sekitar 650 sukarelawan, kegiatan pengobatan ini diharapkan bisa membantu pengobatan lebih dari 8.000 orang.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) menyelenggarakan bakti sosial pengobatan gratis di Taman Lumbini di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, selama dua hari, 14-15 Mei 2019. Dengan melibatkan 185 dokter, 294 tenaga paramedis, dan sekitar 650 sukarelawan, kegiatan pengobatan ini diharapkan bisa membantu pengobatan lebih dari 8.000 orang.
Ketua Umum Walubi Siti Hartati Murdaya mengatakan, kegiatan pengobatan yang terbuka untuk umum ini adalah kegiatan kemanusiaan yang sama sekali tidak dilatarbelakangi oleh ras, suku, agama, etnis, serta terbebas dari kepentingan politik praktis.
”Pengobatan gratis ini adalah kegiatan di mana kita bisa menikmati rasa persatuan dan kesatuan, berbaur, berbagi, dan melakukan semuanya demi kepentingan sesama,” ujarnya saat memberikan sambutan di acara pembukaan bakti sosial pengobatan gratis pada Selasa (14/5/2019).
Dalam pengobatan ini, Walubi membuka layanan pengobatan di poli pengobatan umum dan spesialis, poli gigi, poli mata, serta memberikan layanan operasi katarak, dan operasi bibir sumbing. Adapun sebanyak 185 dokter yang terlibat untuk memberikan layanan tersebut, di antaranya, terdiri dari 36 dokter umum, 47 dokter gigi, 16 dokter spesialis bedah mulut, serta 2 dokter spesialis penyakit dalam.
Pengobatan gratis ini adalah kegiatan di mana kita bisa menikmati rasa persatuan dan kesatuan, berbaur, berbagi, dan melakukan semuanya demi kepentingan sesama.
Sekalipun digelar oleh Walubi, banyak pasien, dokter, dan paramedis yang terlihat dari kalangan Muslim. Sebagian dari mereka adalah ibu-ibu berhijab. Diselenggarakan pada bulan puasa, para dokter dan paramedis serius bekerja tanpa disediakan makanan dan minuman di sekitarnya.
Semangat persatuan dan kesatuan terlihat mulai dari acara pembukaan, di mana kegiatan ini diawali dengan doa bersama dari perwakilan lima agama di Indonesia. Selain mendoakan kesehatan dan keselamatan masyarakat terutama pasien yang hadir, dalam kesempatan itu para tokoh agama bersama-sama mendoakan bangsa dan negara.
Ketua Dewan Kehormatan Walubi Biksu Tadisa Paramita Mahasthavira mengatakan, agama Buddha mengenal ada 84.000 jenis penyakit di dunia, yang bisa dibagi menjadi empat kategori, di mana salah satunya adalah penyakit yang disebabkan karma.
Mengingat hal itu, Biksu Tadisa pun mengingatkan agar setiap orang selalu berbuat baik sehingga nantinya juga akan mendapatkan karma baik bagi kesehatan tubuh dan jiwanya.
”Selalulah berbuat baik, jangan membunuh, dan jangan menyakiti perasaan segala makhluk hidup, agar nantinya kita pun bisa mendapatkan kebaikan bagi kehidupan,” ujarnya.
Selain sakit fisik, Biksu Tadisa mengatakan, sakit terparah yang biasa dialami manusia adalah sakit mental. Sakit mental ini antara lain ditandai oleh keserakahan, sikap mau menang sendiri, serta sikap diskriminatif.
Selalulah berbuat baik, jangan membunuh, dan jangan menyakiti perasaan segala makhluk hidup agar nantinya kita pun bisa mendapatkan kebaikan bagi kehidupan.
Menurut dia, sakit mental inilah yang saat ini banyak melanda masyarakat pascapemilu. ”Sakit mental seperti suka menang sendiri, diskriminatif inilah sikap yang mengarahkan pada perpecahan dan merusak persatuan dan kesatuan kita saat ini,” ujarnya.
Ditunggu
Kegiatan pengobatan gratis ini menjadi kegiatan yang ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat. Jumilah (49), warga Desa Nglempong, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, mengatakan, lebih dari setahun lalu dirinya mengetahui daging tumbuh dalam matanya. Karena tidak memiliki cukup uang, dia pun sengaja berobat di acara pengobatan gratis yang diselenggarakan Walubi.
Setelah memeriksakan diri, dia pun mendapatkan surat pengantar untuk menjalani operasi di sebuah rumah sakit di Kota Magelang.
”Dengan membawa surat pengantar itu, saya tidak perlu membayar apa-apa lagi untuk operasi,” ujarnya.
Dalam kegiatan pengobatan gratis tersebut, petugas tetap berupaya melakukan pelayanan optimal, antara lain dengan menyediakan tandu untuk mengangkut pasien yang tidak bisa berjalan.
Layanan ini dirasakan oleh Mardo (70), salah satu warga Blabak, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, yang sudah mengalami gangguan penglihatan dan tidak lagi bisa berjalan. Merdo ditandu dari mobil keponakannya di lokasi parkir, ke poli mata di Taman Lumbini.