JAKARTA, KOMPAS — Hunian sewa menjadi jalan keluar bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh hunian di perkotaan. Untuk itu, pemerintah mesti menguasai lahan untuk menyediakan hunian sekaligus menjaga agar harganya terjangkau masyarakat kelompok ekonomi bawah.
Guru Besar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Haryo Winarso berpendapat, bagi masyarakat kelas ekonomi bawah yang bekerja di sektor informal di perkotaan, pemerintah mesti menyediakan hunian berupa rumah susun sewa. Subsidi dari pemerintah bisa diarahkan untuk keperluan itu.
”Sebab, rusun sewa bisa lebih murah dan asetnya milik negara. Namun, rusun sewa perlu perawatan dan pengawasan yang baik. Kalau tidak diawasi dengan baik, akan disewakan kepada orang lain untuk mendapat untung,” tutur Haryo, Senin (13/5/2019), ketika dihubungi dari Jakarta.
Menurut Haryo, penyediaan rusun sewa di perkotaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan milik pemerintah daerah (pemda), misalnya membangun rusun sewa di atas pasar dan di atas stasiun komuter. Dengan demikian, beban transportasi yang dialami masyarakat berpenghasilan rendah berkurang.
Selain rusun sewa, lanjut Haryo, pemerintah mesti membuat bank tanah yang luas di sekitar perkotaan. Dengan memiliki bank tanah, pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga lahan. Apalagi, pemerintah bertanggung jawab menyediakan kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
”Kalau tidak dilakukan, akan kejar-kejaran dengan harga tanah yang naiknya cepat. Akibatnya, subsidi pemerintah tidak bisa menjangkau harga rumah,” kata Haryo.
Upaya pemerintah menyediakan bank tanah tidak mudah. Selain masalah dana, lokasi yang luas di sekitar perkotaan juga semakin sulit didapat.
Haryo mencontohkan, berdasarkan penelitiannya pada 2016, pengembang swasta di Jabodetabek menguasai lahan dengan luas rata-rata lebih dari 500 hektar. Secara keseluruhan, luas bank tanah di Jabodetabek milik pengembang swasta yang merupakan perusahaan terbuka mencapai 35.249,83 hektar.
Bagi masyarakat kelas ekonomi bawah yang bekerja di sektor informal di perkotaan, pemerintah mesti menyediakan hunian berupa rumah susun sewa. Subsidi dari pemerintah bisa diarahkan untuk keperluan itu.
Haryo khawatir, jika lahan diserahkan kepada mekanisme pasar, seperti terjadi saat ini, masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin tersingkir. Mereka hanya mampu membeli hunian atau rumah di pinggiran kota sehingga terbebani biaya transportasi.
Konsep
Secara terpisah, pengamat perumahan dan permukiman Tjuk Kuswartojo berpendapat, kebutuhan hunian keluarga dinamis atau bisa berubah.
”Dengan rumah subsidi, pembeli yang merupakan masyarakat berpenghasilan rendah dipaksa mengeluarkan dana besar untuk mengangsur kredit pemilikan rumah. Sementara pengembang menerima dana segar dalam waktu singkat dan digunakan untuk membeli lahan kembali,” kata Tjuk.
Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sebanyak 43.158 unit rumah susun sewa atau 756 menara dibangun pemerintah pada 2015-2018.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Khalawi Abdul Hamid menyebutkan, pembangunan rusun sewa bagi masyarakat berpenghasilan rendah harus disiapkan pemda. Sebab, nantinya rusun sewa itu akan dihibahkan kepada pemda. (NAD)