Indonesia Bisa Menjadi Produsen Utama Produk Halal
Dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan beralih dari sekadar pasar menjadi produsen utama produk-produk halal. Tujuannya adalah agar sektor riil syariah atau industri halal bisa berkontribusi lebih besar dalam menjaga stabilitas ekonomi makro.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan beralih dari sekadar pasar menjadi produsen utama produk-produk halal. Tujuannya adalah agar sektor riil syariah atau industri halal bisa berkontribusi lebih besar dalam menjaga stabilitas ekonomi makro.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (14/5/2019), mengatakan, konsumsi industri halal di Indonesia lebih dari 200 miliar dollar AS atau sekitar 36 persen dari total konsumsi rumah tangga tahun 2017. Kontribusi industri halal itu sekitar 20 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
”Namun, kebanyakan konsumsi masih dipasok dari luar negeri sehingga transaksi berjalan dan neraca dagang kita defisit,” kata Bambang dalam konferensi pers peluncuran peta jalan ekonomi syariah Indonesia 2019-2024 di Jakarta, Selasa ini.
Peta jalan ekonomi syariah, lanjutnya, memuat strategi agar sektor riil dapat menjadi penggerak keuangan syariah. Selama ini, sektor riil dan sektor keuangan syariah dinilai berdiri sendiri-sendiri. Oleh karena itu, peluncuran peta jalan dalam rangka memperbaiki sisi permintaan ekonomi syariah secara umum.
Berdasarkan Global Islamic Community Index 2018-2019, Indonesia baru menempati peringkat ke-10 dari sisi industri halal. Peringkat itu terbilang rendah mengingat Indonesia termasuk salah satu negara berpenduduk Muslim terbanyak dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar ke-16 di dunia. Meski demikian, beberapa industri halal kini mulai dibangun.
”Seharusnya Indonesia memiliki posisi yang lebih tinggi dari itu. Kita bisa menjadi pemain yang signifikan dalam industri halal global,” kata Bambang.
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menyusun empat strategi dalam peta jalan ekonomi syariah Indonesia 2019-2024. Pertama, memperkuat rantai nilai halal dengan fokus pada sektor-sektor berdaya saing tinggi.
Kedua ialah mengembangkan sektor keuangan syariah dengan berorientasi pada segmen perbankan ritel. Selain itu adalah meningkatkan partisipasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penggerak utama rantai nilai halal.
Selanjutnya, memanfaatkan platform ekonomi digital untuk penjualan produk-produk halal. Pemerintah bekerja sama dengan pemilik marketplace untuk khusus menjual barang dan jasa halal.
Bambang mengatakan, keempat strategi itu disusun agar Indonesia bisa beralih dari konsumen menjadi produsen produk-produk halal. Semakin banyak barang dan jasa halal diproduksi, stabilitas ekonomi makro akan terjaga. Defisit transaksi berjalan dan neraca dagang bisa diperbaiki secara bertahap dan berkelanjutan.
”Pemerintah akan fokus pada perubahan struktur. Dari konsumsi ke produksi dan investasi, dari impor ke ekspor,” kata Bambang.
Rantai nilai halal
Direktur Eksekutif KNKS Ventje Rahardjo mengatakan, langkah awal penguatan rantai nilai halal ditempuh dengan membangun halal hub di sejumlah daerah sesuai keunggulan komparatifnya.
KNKS bekerja sama dengan sejumlah universitas untuk survei preferensi pelanggan ataupun preferensi daerah untuk pemetaan industri halal. ”Pengembangan industri halal di daerah ini juga didorong dengan pengembangan sektor keuangan syariah,” kata Ventje.
KNKS menargetkan ada satu bank syariah yang bisa masuk 10 besar bank dengan aset terbesar di Indonesia. Bank syariah itu bisa milik pemerintah ataupun swasta. Nantinya bank syariah juga akan didorong untuk mendirikan perusahaan investasi syariah.
”Targetnya, tahun 2024, aset bank syariah di Indonesia mencapai Rp 2.000 triliun. Ada beberapa pemikiran insentif fiskal, tetapi sedang dikerjakan dan belum selesai,” kata Ventje.
Untuk membuat iklim industri halal makin kompetitif, KNKS juga bekerja sama dengan empat bank syariah membangun LinkAja Syariah. Sistem pembayaran digital itu akan dikelola secara syariah untuk mendukung ekosistem digital ekonomi syariah yang terhubung dengan sistem perdagangan elektronik, produk keuangan syariah, serta transaksi dana sosial keagamaan.
Direktur Pengembangan Ekonomi Syariah dan Industri Halal KNKS Afdhal Aliasar menambahkan, sistem pembayaran digital syariah diperlukan seiring berkembangnya teknologi dan pola bisnis yang cepat. LinkAja Syariah diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan penduduk Indonesia yang mayoritas kaum Muslim.