Guru yang Baru Pulang dari Luar Negeri Agar Memberi Pelatihan
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelatihan bagi guru mutlak dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru. Pemerintah bermaksud mengundang pakar pendidikan maupun guru dari luar negeri untuk memberi pelatihan di Indonesia dengan alasan biayanya lebih murah dibandingkan dengan mengirim guru-guru untuk studi banding.
Hal tersebut dikemukakan Deputi Bidang Koordinasi Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Sartono dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (13/5/2019). Turut hadir perwakilan pengurus Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), yaitu Sekretaris Jenderal Heru Purnomo dan Wasekjen Satriwan Salim.
"Selain biayanya tidak semahal mengirim guru-guru ke luar negeri, pelatih yang didatangkan untuk memberi kursus-kursus singkat juga bisa bertemu dengan lebih banyak guru di Indonesia," kata Agus.
Ia menjelaskan, skema ini rencananya digunakan untuk pelatihan guru-guru di semua level. Akan tetapi, untuk prioritas awal adalah guru-guru produktif di SMK. Alasannya karena saat ini SMK kekurangan 100.000 guru produktif. Padahal, SMK tengah dalam proses revitalisasi agar dapat menjadi pilihan bagi anak-anak muda yang berniat untuk masuk ke dunia kerja profesional.
Saat ini SMK kekurangan 100.000 guru produktif. Padahal, SMK tengah dalam proses revitalisasi agar dapat menjadi pilihan bagi anak-anak muda yang berniat untuk masuk ke dunia kerja profesional.
Sebagai gambaran, terdapat 3,5 juta siswa SMA, SMK, dan madradah aliyah yang lulus sekolah setiap tahun. Akan tetapi, ketersediaan bangku kuliah umum, yaitu yang berlandaskan akademik, hanya untuk 1,8 juta orang. Artinya, sisanya harus diarahkan ke jenjang vokasi. Semakin awal vokasi diajarkan, yaitu pada tingkat SMK akan semakin baik karena lulusannya disiapkan langsung bekerja.
Permasalahan di SMK adalah minimnya guru-guru produktif yang bisa mengajarkan keahlian sesuai kebutuhan industri dan perkembangannya. Sejauh ini, solusi yang dilakukan adalah meningkatkan guru keahlian ganda, misalnya guru mata pelajaran Fisika diberi pelatihan agar bisa mengajar di jurusan Teknik Elektro.
Pilihan berikutnya adalah mengajak para profesional di industri untuk datang ke SMK sebagai guru honor atas biaya industri. Sebagai balasannya, perusahaan diberi insentif, contohnya keringanan pajak oleh pemerintah. Di sana mereka mengajarkan keahlian sesuai bidang masing-masing. Kendalanya adalah kebanyakan profesional tidak bisa meluangkan waktu untuk mengajar. Apalagi, orientasi mereka sudah kepada kebutuhan tenaga kerja profesional, bukan pada pendidikan para calon tenaga kerja.
Solusi lain adalah mengirim guru-guru untuk menjalani pelatihan selama beberapa pekan di luar negeri, bisa di sekolah dan juga industri. Metode ini memakan biaya dan jumlah guru yang bisa dikirim juga sangat terbatas.
Salah satu negara yang mengemukakan ketertarikan untuk mengembangkan pelatihan guru di Indonesia adalah Finlandia. Mereka bahkan sudah bertemu dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk membicarakan skemanya. Anna Korpi, Konsuler Bidang Sains dan Pendidikan Kedutaan Besar Finlandia di Singapura mengutarakan keinginan pemerintahnya bekerja sama untuk memajukan pendidikan vokasi di Indonesia. (Kompas, 6 Maret 2019)
Tanggung jawab
Menanggapi hal tersebut, Wasekjen FSGI Satriwan Salim memberi masukan agar guru-guru yang pulang dari pelatihan hendaknya bertanggung jawab sebagai tutor sesama rekan guru. Per tahun 2019 ada 1.200 guru yang menjalani pelatihan selama tiga pekan di berbagai negara, antara lain China dan Finlandia.
Pendekatan ini yang diutamakan. Pemanggilan tutor asing apabila memang sangat dibutuhkan dan hanya pada bidang yang benar-benar tidak ada pakarnya di dalam negeri.
"Justru jika guru-guru itu yang diberdayakan akan lebih efektif karena mereka memahami masalah di lapangan. Pelatihan juga tidak satu arah cuma berakhir pada pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran, melainkan diskusi produktif tentang strategi mengadaptasi keterampilan baru dari luar negeri itu ke kelas-kelas di Indonesia," ujar Satriwan.
Jika guru-guru itu yang diberdayakan akan lebih efektif karena mereka memahami masalah di lapangan.
Mendatangkan pelatih asing berisiko tetap bersifat satu arah karena mereka berbicara berdasarkan situasi di negara asal. Pelatihannya tidak hanya membutuhkan penerjemah, tetapi juga moderator yang bisa mengaitkan materi dari luar negeri itu dengan kebutuhan setiap guru dan kelas di Indonesia yang sangat beragam.
Selain memberdayakan guru yang baru pulang pelatihan dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), pemerintah juga perlu mengajak asosiasi profesi guru setiap mata pelajaran serta lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan berakreditasi minimal B. Hal ini karena MGMP mempunyai rekam jejak juga bersifat searah dan birokratis. Apalagi, untuk tingkat SMA dan SMK di bawah kewenangan pemerintah provinsi akan sukar mengadakan pertemuan mingguan karena faktor geografis yang menantang.
"Kerja sama dengan asosiasi profesi guru mata pelajaran bisa membantu pelatihan berjalan rutin hingga tingkat kecamatan. Apalagi, asosiasi profesi memiliki pemetaan kekurangan yang perlu dibenahi dari mata-mata pelajaran itu secara nasional dan regional," kata Satriwan.
Kerja sama dengan asosiasi profesi guru mata pelajaran bisa membantu pelatihan berjalan rutin hingga tingkat kecamatan.
Metode ini lebih efisien dibandingkan dengan menghibahkan dana pelatihan kepada MGMP. Pertama karena guru tidak memiliki kewenangan mengelola dana dan kedua karena akan kontraproduktif. Bukannya fokus mengembangkan materi, metode, dan evaluasi pelatihan berkelanjutan, guru malah sibuk membuat laporan keuangan yang apabila ada kesalahan akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan.
Masukan lain ialah agar pemerintah melalui Kemdikbud serta Kemristek dan Dikti membuat perjanjian dengan LPTK agar lulusan program studi guru produktif diminta mengikuti ikatan dinas sebagai guru SMK selama beberapa tahun. Insentif yang bisa diberikan salah satunya adalah diangkat menjadi pegawai negeri sipil.