”Bela Beli Kulon Progo” Perlawanan Ideologis Hasto Wardoyo (1)
Oleh
Bambang Setiawan
·4 menit baca
Kulon Progo merupakan sebuah kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencerminkan kekuatan lokal melawan determinasi global dalam perekonomian. Lewat sebuah konsep dasar yang mereka namakan ”Bela Beli Kulon Progo”, pemerintah daerah merangkum berbagai potensi daerah menjadi sebuah kekuatan swadaya untuk melebarkan ruang bagi kemandirian ekonomi masyarakatnya.
Gerakan Bela Beli Kulon Progo dimulai pada tahun 2011 dan dideklarasikan pada 2012. Gerakan ini diinisiasi oleh Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo. Lewat Bela Beli Kulon Progo, Hasto meniupkan semangat kepada seluruh komponen masyarakat dan jajaran Pemerintah Kulon Progo untuk menumbuhkan swadaya perekonomian di daerah yang tergolong miskin ini.
Pada dasarnya Bela Beli Kulon Progo merupakan konsep untuk menciptakan pasar lokal di Kulon Progo dan memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat (empowering). Ia juga menjalankan fungsi pemerintah sebagai fasilitator dan regulator dalam rangka pemihakan dan perlindungan kepada komponen masyarakat yang memiliki keterbatasan sumber daya manusia, modal, teknologi, dan pemasaran.
Gerakan ini juga muncul karena adanya keprihatinan dan kesadaran bersama atas beberapa kondisi, di antaranya semakin membanjirnya produk asing atau luar daerah yang masuk ke Kabupaten Kulon Progo dan masih kurangnya masyarakat Kulon Progo memanfaatkan, menggunakan, mengonsumsi, dan membeli produk lokal.
Selain itu, masih kurangnya kepedulian dan kecintaan terhadap produk lokal Kulon Progo dan masih lemahnya rasa nasionalisme dan kebanggaan terhadap Kulon Progo juga menjadi faktor pendorong terciptanya gerakan tersebut.
Dengan mengutamakan produk sendiri dibandingkan produk asing, Bupati Hasto Wardoyo ingin konsep ini menjadi landasan untuk menanamkan nilai-nilai kecintaan dan kebanggaan terhadap produk lokal Kulon Progo. Hasto mengatakan, program Bela Beli diluncurkan untuk mendidik dan menanamkan kemandirian masyarakat agar terdorong mencukupi kebutuhan hidup dengan produk sendiri (Kompas, 15/4/2017).
Melalui program itulah lahir produk-produk lokal. ”Filosofi program itu adalah bagaimana kita membela Kulon Progo dengan membeli produk-produk lokal. Jadi, kami ingin menumbuhkan ideologi untuk mencintai produk sendiri,” ujar Hasto (Kompas, 29/12/2015).
”Bela Beli Kulon Progo” merupakan konsep untuk menciptakan pasar lokal di Kulon Progo dan memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat (empowering).
Setelah terpilih sebagai bupati, Hasto Wardoyo langsung bergerak cepat menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat dan potensi daerah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Di antaranya, dengan meluncurkan program-program, seperti Bedah Rumah, Gerakan Pro Beras, Toko Milik Rakyat (Tomira), Airku, Batik Geblek Renteng, dan Kelompok Asuh Keluarga Binangun (KAKB).
Di Kulon Progo juga diinisiasi rumah sakit tanpa kelas membuat citra keberpihakan kabupaten ini makin lekat terhadap kepentingan masyarakat banyak. Lewat berbagai kebijakan, terutama program Bela Beli kulon Progo, angka kemiskinan penduduk di Kulon Progo menurun dari 23,62 persen (2011) menjadi 20,64 persen (2014) dan jumlah keluarga prasejahtera turun dari 36 persen menjadi 16,74 persen.
Hasto Wardoyo lahir di Kulon Progo 30 Juli 1964, mengalami masa kanak-kanak dan besar di tempat yang sama. Lulus SMA Negeri Wates tahun 1983, ia kemudian melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran UGM dan lulus tahun 1989.
Setelah itu, ia menjadi dokter dan kepala puskesmas di beberapa kecamatan di Kalimantan Timur kemudian kembali ke Yogyakarta menjadi staf hingga Kepala Instansi Kesehatan Reproduksi dan Bayi Tabung RSUP Dr Sardjito (1995-2011).
Sejak tahun 2000, Hasto juga menjadi dosen di almamaternya, Fakultas Kedokteran UGM, hingga akhirnya terpilih sebagai Bupati Kulon Progo pada 2011. Bersama pasangannya, Sutedjo, dan didukung koalisi Partai PDI-P, PAN, dan PPP, Hasto berhasil menang dalam pilkada Kulon Progo dengan perolehan suara 46,29 persen.
Selama menjadi dokter, beberapa tanda jasa telah diraihnya, di antaranya oleh Presiden RI, seperti Dokter Teladan tahun 1992 dan Satya Lencana Bidang KB tahun 2010. Setelah terpilih sebagai bupati, makin banyak penghargaan diraihnya dari institusi-institusi karena kepiawaiannya mengelola potensi daerah dan program-program pemberdayaan masyarakat.
Hasto Wardoyo mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Bakti Praja Nugraha dari Kementerian Dalam Negeri atas Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah 2013.
Pemimpin daerah, yang pernah berjanji tidak akan makan nasi selama masih ada warga Kulon Progo yang miskin dan makan singkong sebagai bentuk kepedulian dan komitmennya terhadap kesejahteraan warga ini, ternyata memang menunjukkan prestasinya. Pada 2016, ia menerima Bintang Jasa Utama Bidang Sosial Kemanusiaan 2016 dari Presiden RI.
Langkahnya yang ringan membantu masyarakat miskin dan memberdayakan potensi seluruh komponen warga berbuah manis pada karier politiknya.
Pada tahun tersebut juga, suami dari Dwikisworo Setyowireni ini dinobatkan sebagai Bupati Terbaik versi JPG Awards, atas gebrakan-gebrakan yang ia lakukan saat memimpin Kulon Progo. Hasto juga dianugerahi penghargaan sebagai Kepala Daerah Inovatif dari Koran Sindo pada tahun itu. Pada 2017, Hasto kembali dinobatkan sebagai salah satu dari 10 kepala daerah teladan versi Tempo Media Group.
Setelah itu, sederet penghargaan masih menandai langkahnya. Beberapa inovasi yang dilakukannya cukup banyak mendapat penghargaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. PR INDONESIA juga memberikan penghargaan kepada Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo sebagai Best Communicator 2018 Kategori Bupati.
Di awal tahun 2019, ia pun mendapat penghargaan dari Bukalapak dalam 9 Game Changer Award karena daerahnya dinilai berpihak pada kegiatan perekonomian kerakyatan, e-money, dan bisnis daring.
Langkahnya yang ringan membantu masyarakat miskin dan memberdayakan potensi seluruh komponen warga berbuah manis pada karier politiknya. Dalam Pilkada Kabupaten Kulon Progo 2017, pasangan Hasto Wardoyo dan Sutedjo kembali terpilih dengan kemenangan suara hampir dua kali lipat dari pilkada sebelumnya, yakni 85,68 persen. (BAMBANG SETIAWAN/LITBANG KOMPAS)