JAKARTA, KOMPAS – Tim estafet 4x100 meter putra Indonesia harus lebih bekerja keras demi mempertajam catatan waktu. Pasalnya, dari tiga kejuaraan internasional awal tahun ini, catatan waktu mereka belum mencapai waktu terbaik 38,77 detik ketika meraih perak Asian Games 2018. Tanpa kerja ekstra keras, tim estafet Indonesia akan sulit untuk lolos ke Olimpiade Tokyo 2020 maupun meraih emas SEA Games 2019 di Filipina.
Di Singapura Terbuka 2019 di Singapura pada 28-29 Maret, tim Indonesia hanya mencapai waktu 40,26 detik. Di Kejuaraan Asia Atletik 2019 di Doha, Qatar pada 21-24 April, mereka hanya mencapai waktu 39,96 detik. Dan di Kejuaraan Dunia Estafet 2019 di Yokohama, Jepang pada 11-12 Mei, mereka hanya mencapai waktu 39,39 detik.
Hasil tersebut membuat peluang Indonesia untuk lolos Olimpiade 2020 kian sulit. Sebab, syarat lolos Olimpiade 2020 melalui dua jalur, yakni delapan tim teratas di Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha pada 27 September-6 Oktober dan delapan tim teratas di peringkat dunia sampai dengan 22 Juni 2020. Sebagai gambaran, tim-tim peserta final 4x100 meter putra Kejuaraan Dunia Estafet 2019 punya catatan waktu terbaik yang jauh di atas Indonesia, yakni rata-rata di bawah 39 detik dan 38 detik.
Indonesia pun terancam tak bisa berbuat banyak di SEA Games 2019. Pesaing terberatnya, tim Thailand justru menunjukkan grafik luar biasa. Di babak penyisihan Kejuaraan Asia Atletik 2019, mereka bisa memecahkan rekor nasionalnya yang jauh lebih baik dari rekornas Indonesia, yakni 38,72 detik. Itu sekaligus terbaik di Asia Tenggara untuk saat ini. Di Kejuaraan Dunia Estafet 2019, Thailand bisa mencapai waktu 38,82 detik. Tentu tim ”Gajah Putih” itu menjadi ancaman terbesar.
Tapi, jangan lupakan Filipina. Diam-diam mereka pun sudah jauh lebih baik. Di Singapura Terbuka 2019, mereka mampu mengalahkan Indonesia dengan waktu 39,72 detik. Di Kejuaraan Asia Atletik 2019, mereka juga mengalahkan Indonesia dengan mencapai waktu yang menjadi season best-nya 39,57 detik.
Sebagai gambaran, di SEA Games 2017 di Malaysia, Thailand bisa merebut emas estafet 4x100 meter dengan waktu 38,90 detik, Indonesia meraih perak dengan waktu 39,05 detik, dan Filipina meraih perunggu dengan waktu 39,11 detik. Secara keseluruhan, hingga sekarang, ketiga tim itu tidak terlalu banyak berubah atau masih dihuni para pelari lama.
Segera dibenahi
Pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini dihubungi dari Jakarta, Sabtu (11/5/2019), mengatakan, pelatih akan segera melakukan pembenahan. Yang paling utama adalah perbaikan perpindahan tongkat antar pelari dan kecepatan masing-masing pelari.
Dari tiga kejuaraan yang diikuti, proses perpindahan tongkat antarpelari belum mulus. Beberapa pelari masih lambat memberikan tongkat ke rekannya. Tak jarang, calon penerima tongkat justru lambat bereaksi ketika rekan yang membawa tongkat sudah dekat. Hal itu membuat pergerakan pelari terhambat atau tidak bisa langsung memacu kecepatan optimal.
Selain itu, kecepatan masing-masing pelari juga belum mencapai kemampuan optimal. Praktis hanya Lalu Muhammad Zohri yang sudah punya kecepatan cukup baik. Hal itu ditandai ketika Zohri bisa memecahkan rekornas maupun Asia Tenggara dengan waktu 10,13 detik saat meraih perak lari 100 meter Kejuaraan Asia Atletik 2019.
Menurut Eni, Indonesia masih ada waktu untuk menjadi lebih baik. Apalagi sekarang masih tahap awal dari program pelatihan di tahun ini. Tim ditarget mencapai puncak performanya pada September untuk menghadapi Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, dan pada November-Desember untuk menghadapi SEA Games 2019.
”Kami masih punya banyak waktu untuk membenahi tim sebelum tampil di SEA Games 2019. Kesempatan untuk lolos ke Olimpiade 2020 juga masih ada karena masa kualifikasi masih panjang hingga Juni 2020,” kata pelatih atletik terbaik Asia 2019 tersebut.
Anggota tim estafet 4x100 meter Indonesia Eko Rimbawan menuturkan, berkaca dari pengalaman persiapan Asian Games 2018, Indonesia butuh waktu dua tahun untuk mencapai waktu 38,77 detik di pesta olahraga antarnegara Asia itu. Untuk saat ini, tim dinilai bisa lebih baik karena diisi pelari muda potensial dan kompak.
”Dulu, kami persiapan dua tahun sebelum bisa mencapai waktu 38,77 detik. Jadi, wajar kalau sekarang tim masih berusaha mencapai puncak performa,” tutur Eko.