Pembayaran zakat menjelang Idul Fitri, selain menambah pengeluaran, juga dapat dijadikan sebagai pengurang pajak. Dengan demikian, Pajak Penghasilan yang kita bayarkan dapat dikurangi dengan pembayaran zakat.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Menjelang Idul Fitri, selain kesibukan mempersiapkan mudik atau liburan, ada hal lain yang tidak kalah penting, yaitu pembayaran zakat. Ada beberapa jenis harta yang harus dikeluarkan zakatnya, seperti emas, investasi, hasil kebun, hewan, juga penghasilan. Perhitungannya berbeda-beda.
Pembayaran zakat menjelang Idul Fitri, selain menambah pengeluaran, juga dapat dijadikan sebagai pengurang pajak. Dengan demikian, Pajak Penghasilan yang kita bayarkan dapat dikurangi dengan pembayaran zakat.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar zakat dapat dijadikan pengurang pajak, yaitu zakat dibayarkan kepada lembaga yang ditunjuk pemerintah melalui Kementerian Agama dan memiliki bukti pembayaran zakat, termasuk bukti elektronik.
Sebenarnya bukan zakat saja yang dapat menjadi pengurang pajak, melainkan juga sumbangan dari umat beragama lain kepada lembaga yang telah ditetapkan pemerintah. Sebut saja, misalnya, sumbangan untuk Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Badan Amal Kasih Katolik (Bakkat), Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (Lemsakti), dan Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP).
Akan tetapi, tampaknya banyak wajib pajak yang tidak memanfaatkan kesempatan ini, apalagi karyawan. Biasanya penghasilan karyawan sudah dipotong perusahaan sehingga ketika melaporkan pajak tinggal melapor sesuai dengan potongan perusahaan.
Jika dimasukkan lagi pemotongan dari zakat, posisi pembayaran pajak akan lebih bayar, bukan nihil. Permintaan pengembalian pajak memerlukan usaha dan waktu yang tidak sedikit. Alasan lain adalah enggan menampilkan angka pembayaran zakat di laporan pajak tahunan.
Kurang bayar
Walaupun demikian, zakat dan sumbangan dapat dimanfaatkan sebagai pengurang pajak ketika posisi pembayaran pajak terjadi kurang bayar. Wajib pajak terkadang masih harus membayar PPh Pasal 29, yaitu sisa Pajak Penghasilan yang terutang pada tahun sebelumnya.
PPh Pasal 29 muncul karena ada utang pajak. Utang ini bisa jadi berasal dari PPh Pasal 25, yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Angsuran pembayaran pajak ini dimaksudkan untuk meringankan beban pembayaran pajak.
Walaupun demikian, zakat dan sumbangan dapat dimanfaatkan sebagai pengurang pajak ketika posisi pembayaran pajak terjadi kurang bayar.
Selain itu, PPh 29 dapat timbul karena wajib pajak pribadi yang pisah harta atau suami dan istri yang masing-masing memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Dengan pemisahan harta dan NPWP berbeda, penghasilan suami dan istri digabungkan terlebih dahulu.
Besar kemungkinan muncul beban pajak tambahan sehingga suami istri tersebut harus menambah lagi pembayaran pajaknya walaupun sebelumnya sudah dipotong oleh perusahaan.
Misalnya begini, suami memiliki NPWP dengan penghasilan kena pajak neto setelah dikurangi tunjangan dan sebagainya sebesar Rp 100 juta. Sementara penghasilan kena pajak neto istri sebesar Rp 80 juta.
Gabungan penghasilan sebesar Rp 180 juta. Dikurangi penghasilan tidak kena pajak sebesar Rp 112.500.000, didapatkan total penghasilan kena pajak sebesar Rp 67.500.000. Dengan perhitungan pajak progresif, pajak penghasilan terutang mereka berdua sebesar Rp 5.125.000.
Pajak suami akan dihitung sebagai berikut, pajak terutang sebesar (Rp 100 juta/Rp 180 juta) x Rp 5.125.000 = Rp 2.847.222. Pajak yang sudah dipungut oleh perusahaan suami sebesar Rp 2.075.000, berdasarkan perhitungan pajak dari penghasilan neto suami sebesar Rp 100 juta.
Jadi, ada Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp 772.222 yang merupakan selisih dari Rp 2.847.222-Rp 2.075.000. PPh Pasal 25 terutang pada tahun pajak berikutnya sebesar Rp 772.222/12 bulan = Rp 64.352 per bulan.
SPT istri dihitung sebagai berikut, PPh terutang sebesar (Rp 80 juta/Rp 100) x Rp 5.125.000 = Rp 2.277.778. Kredit pajak PPh 21 sebesar Rp 1.300.000 yang sudah dipotong oleh perusahaan istri berdasarkan perhitungan penghasilan sebesar Rp 80 juta.
Jadi, ada selisih kurang bayar sebesar Rp 2.277.778-Rp 1.300.000 = Rp 977.778. Kekurangan ini dapat diangsur selama 12 bulan sehingga perhitungan PPh Pasal 25 sebesar Rp 977.778/12 = Rp 81.482 per bulan.
Posisi kurang bayar ini dapat ditutupi dengan pembayaran zakat dan sumbangan. Caranya, dengan mencantumkan jumlah zakat yang telah dibayarkan pada kolom zakat yang ada pada SPT di bawah penghasilan bruto. Lampirkan pula bukti setoran zakat atau sumbangan yang telah ditetapkan pemerintah. Selamat berhitung!