Harga bawang putih dan bawang merah di pasar tradisional Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, cenderung menurun. Petani bawang merah tengah panen. Sementara kebutuhan bawang putih dipenuhi masuknya bawang putih eks-impor.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS-Harga bawang putih dan bawang merah di pasar tradisional Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, cenderung menurun. Petani bawang merah tengah panen. Sementara kebutuhan bawang putih dipenuhi masuknya bawang putih eks-impor.
“Tidak ada impor bawang merah karena NTB, terutama Kabupaten Bima, penghasil bawang merah,” ujar Kepala Dinas Perdagangan NTB Selly Handayani, Sabtu (11/5/2019) di Mataram. Sedikitnya 72 ton bawang putih eks-impor yang diperdagangkan di pasar tradisional seperti Pasar Mandalika dan Pasar Kebon Roek, Kota Mataram.
Menjelang puasa harga bawang putih lokal relatif mahal Rp 75.000-Rp 80.000 per kg. Oleh karena itu, guna menjaga stabilitas harga dan tidak memberatkan konsumen, sehingga NTB membutuhkan bawang putih eks-impor. “Syukur sekarang bisa tembus Rp 40.000 per kg,” tutur Selly.
Sedang bawang merah harganya relatif murah karena sepekan sebelumnya petani melakukan panen. Biasanya, harga bawang merah Rp 30.000 per kg, malah yang dalam bentuk konde harga jualnya di tingkat distributor Rp 12.000 per kg dan di konsmen dijual Rp 20.000-Rp 25.000 per kg.
“Sekarang petani sedang panen, makanya harga bawang merah murah,” ungkap Selly.
Senin pekan lalu, sejumlah pedagang di Pasar Mandalika, seperti Roni Amrullah, mengaku, harga pengambilan bawang merah di distributor Rp 25.000 per kg dan dijual Rp 30.000 per kg. Sedangkan bawang putih dijual Rp 40.000-Rp 45.000 per kg.
Kepala Dinas Pertanian NTB Husnul Fauzi mengakui, petani di Kabupaten Bima, sebagai sentra budi daya dan produksi bawang putih, sedang panen. Malah saat ini terjadi surplus produk bawang putih, karena masih ada stok hasil panen beberapa bulan.
“Tiga hari lalu petani mulai panen. Hasil panen sebelumnya 225.000 ton. Makanya panen bawang merah sebelumnya belum habis,” tutur Husnul.
Sedang bawang putih diperlukan stok eks-impor agar tidak memberatkan konsumen. Di pihak lain budi daya bawang putih lokal "sangga sembalun" seperti di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur, untuk saat ini lebih banyak untuk ketersediaan benih. Saat ini, ada 4.000 ha budi daya bawang putih di Lombok dengan produksi 15 ton basah atau 5 ton kering.
Dalam dua minggu-tiga minggu ke depan, akan berlangsung panen bawang putih. Namun, sebagian besar produksi yang sudah mendapat sertifikasi tidak dijual dalam lima bulan ke depan karena untuk penyediaan benih. Sedang untuk keperluan konsumsi dipenuhi dari bawang putih eks-impor yang dimaksudkan untuk intervensi pasar.
“Pemerintah menjaga disparitas harga, meski jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan, dan tidak memberatkan konsumen,” ujar Husnul.
Dengan beredarnya perdagangan bawang putih eks-impor, harga bawang putih cenderung menurun. Bawang putih lokal "sangga sembalun" di Kecamatan Sembalun semula Rp 65.000 per kg turun menjadi Rp 40.000 per kg.
Menurut Husnul, daerah didorong berinisiatif untuk mengundang importir bawang putih, karena daerah yang dinilai mengetahui kebutuhan, meski dipersyaratkan harus menanam 5 persen benih dari kuota impor. Ke depan Pemprov NTB harus pula membangun bangsal atau gudang penyimpanan yang memadai guna menjaga mutu produksi bawang putih.