Pemerintah akan menegur secara tertulis 32 gubernur yang belum menuntaskan masalah pemecatan ASN terpidana korupsi.
JAKARTA, KOMPAS - Sebanyak 32 gubernur akan diberi teguran terkait belum tuntasnya pemecatan terhadap 2.564 aparatur sipil terpidana korupsi. Dalam surat teguran itu, gubernur diminta memperingatkan bupati dan wali kota yang di daerahnya masih terdapat ASN terpidana korupsi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik, Jumat (10/5/2019), di Jakarta, mengatakan, surat teguran tinggal menunggu tanda tangan Mendagri Tjahjo Kumolo. Setelah itu, surat akan dikirimkan kepada 32 gubernur yang di tingkat pemerintahan daerahnya masih terdapat ASN terpidana korupsi, baik kabupaten maupun kota.
”Kami menegur provinsi, gubernur, agar nanti gubernur menegur pemimpin daerah di kabupaten dan kota. Teguran sedang kami buat. Ini tinggal tanda tangan Pak Menteri,” ujar Akmal.
Berdasarkan data Kemendagri hingga 7 Mei 2019, terjadi kenaikan jumlah ASN terpidana korupsi dari 2.357 orang menjadi 2.564 orang. Dari jumlah itu, baru 1.467 orang yang diberhentikan dengan tidak hormat. Masih ada 1.096 ASN terpidana korupsi yang belum juga diberhentikan. Mereka tersebar di 32 dari 34 provinsi. Dua provinsi yang bersih dari ASN terpidana korupsi adalah Kepulauan Bangka Belitung dan Yogyakarta.
Akmal menegaskan, para gubernur diberi tenggat sampai 31 Mei 2019 untuk segera menuntaskan masalah tersebut. Apabila masalah ini tak selesai juga, pemerintah akan memberikan sanksi lanjutan berupa penghentian hak-hak keuangan hingga pemberhentian sementara dari jabatannya.
”Setelah (31 Mei) itu, sanksi-sanksi terkait penghentian hak-hak keuangan kepala daerah akan kami coba eksekusi lebih dulu. Kami sedang menggandeng teman-teman dari Kementerian Keuangan untuk (sanksi) itu,” kata Akmal.
Tidak efektif
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng menilai, surat teguran ini akan menjadi sia-sia jika tidak langsung mengarah kepada kepala daerah di kabupaten dan kota. Apalagi, mayoritas ASN terpidana korupsi berada di pemerintah kabupaten dan kota.
”Kalau tegurannya bertingkat, lewat gubernur, hanya memperpanjang rantai pengawasan. Tidak akan efektif,” kata Robert.
Di samping itu, untuk mempercepat proses pemecatan, Robert menyarankan agar Mendagri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) segera membuat rapat terbuka yang dihadiri seluruh kepala daerah, dari tingkat kabupaten hingga provinsi, terutama daerah-daerah yang masih ada ASN terpidana korupsi. Sebab, teguran tertulis bisa saja hanya menjadi macan kertas yang berakibat masalah ini tak kunjung tuntas.
Sebagai catatan, peringatan kepada pejabat pembina kepegawaian terkait masalah ini sudah dilakukan dua kali oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Mendagri, Menpan RB Syafruddin, dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
Pada pertengahan September 2018, pemberhentian ASN terpidana korupsi diberi tenggat hingga akhir 2018. Namun, tenggat ini diundur hingga 30 April karena masalah belum selesai.
”Ini sudah peringatan ketiga, artinya ada potensi pembiaran lagi. Menpan RB, Mendagri, dan Kepala BKN harus bicara secara langsung, tegas, dan terang, kepada kepala daerah itu, sekaligus apa sanksi yang diberikan kalau tak menjalankan teguran itu. Setelah para kepala daerah hadir, mereka harus membuat komitmen dan media harus ikut pantau ini,” ujar Robert.