Tensi Perang Dagang AS-China Naik, Kurs Rupiah Melemah
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terus melemah. Namun, tren pelemahan kurs rupiah diperkirakan hanya sementara karena prospek ekonomi domestik cukup baik.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah pada Jumat (10/5/2019) siang sebesar Rp 14.347 per dollar AS, melemah dibandingkan dengan nilai tukar sehari sebelumnya, Rp 14.338 per dollar AS.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS konsisten melemah sejak 16 April 2019, yang sebesar Rp 14.016 per dollar AS.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dipengaruhi eskalasi perang dagang AS-China. Investor merasa khawatir sehingga mereka meninggalkan pasar negara berkembang untuk kembali memegang dollar AS.
”Efek pertama investor takut sehingga mereka kabur kembali ke dollar AS. Makanya, rupiah kembali mengalami gonjang-ganjing. Namun, prediksi saya ini tidak sampai sebulan,” kata Ari yang dihubungi di Jakarta, Jumat.
Tensi perang dagang AS-China kembali meningkat setelah Presiden AS Donald Trump mengancam akan menerapkan kenaikan tarif dari 10 persen ke 25 persen atas produk China senilai 200 miliar dollar AS.
Ancaman Trump kemudian dibalas China yang mengaku siap membalas langkah AS jika Washington jadi menaikkan tarif impor. Nada saling ancam kedua pemerintah meningkatkan kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi global. Pasar-pasar saham secara global juga tertekan sejak awal pekan ini.
Ari mengatakan, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar AS kerap terjadi karena modal asing masih ditopang investasi portofolio. Kontribusinya mencapai 50 persen lebih dari total neraca transaksi modal dan finansial.
”Kalau kurs rupiah tidak mau seperti bermain ’o-yo’, sumber pendapatan dari dollar AS harus bervariasi. Neraca barang dan jasa harus diperbaiki,” kata Ari.
Meski demikian, menurut Ari, pelemahan kurs rupiah hanya sementara karena investor memandang prospek Indonesia cukup baik. Reformasi kebijakan yang ditempuh pemerintah meyakinkan investor bahwa keuntungan akan tetap diperoleh kendati ketidakpastian global tinggi.
Di sisi lain, keberhasilan negosiasi perang dagang AS-China akan berdampak baik bagi perekonomian RI. AS dan China sebagai mitra ekspor utama Indonesia akan menyerap lebih banyak barang-barang dari dalam negeri. Kinerja ekspor pun akan kembali terungkit naik.
Tidak hanya Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, dampak negatif perang dagang AS-China dirasakan hampir semua negara, termasuk Indonesia. Nada saling ancam kedua negara kembali meningkatkan risiko ekonomi global yang belakangan mulai kondusif.
”Intinya, kalau mereka bisa menyelesaikan perang dagang ini, semua akan baik. Dunia akan lebih baik. Kalau tidak, akan memberikan tekanan pada siapa pun, tidak hanya Indonesia,” kata Darmin.
Darmin mengatakan, pemerintah tidak ingin menerka-nerka dampak jangka pendak atas ketegangan AS-China. Hasil negosiasi perang dagang menjadi pijakan dalam menentukan kebijakan lebih lanjut. Kinerja ekspor dan investasi dalam negeri tetap dipacu melalui rangkaian reformasi kebijakan.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde mengatakan, tensi perang dagang teraktual antara Washington dan Beijing adalah ancaman utama bagi perekonomian global yang kini terus melemah.
IMF dalam laporan proyeksi perekonomian global yang dirilis pada Rabu (10/4/2019) kembali merevisi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 menjadi 3,3 persen. Dalam enam bulan terakhir, IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi sebanyak tiga kali.
Sebelumnya, dalam proyeksi ekonomi yang dirilis pada Oktober 2018, di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia, di Bali, perekonomian dunia diperkirakan tumbuh 3,7 persen pada 2019.