Empat pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, yakni Moa, Letti, Lakor, dan Luang, terdampak siklon tropis. Angin kencang, hujan lebat, dan gelombang tinggi merobohkan sejumlah rumah, memicu banjir, menjebol embung, membuat permukiman pesisir dihantam ombak, serta memutus akses telekomunikasi di beberapa wilayah. Transportasi antarpulau juga terhenti karena gelombang tinggi.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Empat pulau di Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, yakni Moa, Letti, Lakor, dan Luang, terdampak siklon tropis. Angin kencang, hujan lebat, dan gelombang tinggi merobohkan sejumlah rumah, memicu banjir, menjebol embung, membuat permukiman pesisir dihantam ombak, serta memutus akses telekomunikasi di beberapa wilayah. Transportasi antarpulau juga terhenti karena gelombang tinggi.
Hingga Kamis (9/5/2019) malam, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maluku Barat Daya belum berhasil menghimpun data lengkap terkait dampak kejadian yang terjadi mulai Rabu (8/5/2019) itu. Gelombang tinggi serta buruknya jaringan telekomunikasi membuat tim penanggulangan bencana kesulitan berkoordinasi.
Kepala BPBD Maluku Barat Daya John Pattinama yang dihubungi dari Ambon menuturkan, di Pulau Moa tepatnya Tiakur, ibu kota kabupaten, sekitar 50 rumah tangga mengungsi. Rumah mereka terendam banjir hingga ketinggian 1,5 meter. Kondisi semacam ini baru pertama kali terjadi di Moa.
Masih di Pulau Moa, beberapa rumah tradisional roboh dihantam angin kencang. Banyak rumah di pesisir juga diterjang gelombang tinggi. Warga yang rumahnya roboh dan dihantam gelombang memilih pindah ke rumah kerabat yang lebih aman.
”Tim kami terbatas. Kami masih melakukan pendataan jumlah korban,” kata John.
Kondisi yang sama, katanya, juga terjadi di Pulau Lakor, Letti, dan Luang, tidak jauh dari Moa. Di Letti, embung yang baru dibangun dilaporkan jebol. Warga sudah mengungsi sejak Kamis pagi. Pada Kamis siang, komunikasi ke Letti terputus hingga malam. Di Luang dan Lakor dilaporkan kerusakan akibat angin dan gelombang tinggi.
Menurut John, kondisi kepulauan dengan sinyal telekomunikasi yang minim serta gelombang tinggi menghambat pengumpulan informasi secara lengkap. Kabupaten Maluku Barat Daya merupakan kabupaten kepulauan yang sebagian wilayahnya masih terisolasi dan terpencil. Kabupaten itu berhadapan dengan Australia dan Timor Leste.
Cuaca buruk masih berlanjut hingga dua hari ke depan.
Albert Efraim Kofit, warga Tiakur yang dihubungi secara terpisah, mengatakan, kaget dengan cuaca buruk tersebut. Banyak masyarakat tidak mengetahui ancaman siklon tropis. Ini berbeda dengan di Amerika Serikat yang semua masyarakatnya sudah mengetahui ancaman badai yang akan melewati daerah mereka.
”Selain sosialisasi langsung, akses mendapatkan informasi dari media juga sangat sulit,” katanya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Pattimura, Ambon, mulai mengeluarkan peringatan siklon tropis sejak Selasa lalu. Kamis siang, BMKG kembali mengingatkan bahwa cuaca buruk masih berlanjut hingga dua hari ke depan.
Kecepatan angin diperkirakan mencapai 40 knot atau 74,08 kilometer per jam. Sementara tinggi gelombang mencapai 6 meter berpeluang terjadi di sejumlah perairan Maluku.
Transportasi
Akibat cuaca buruk itu, penerbangan dari Ambon menuju Bandar Udara Jos Orno Imsula di Tiakur dibatalkan sampai menunggu cuaca membaik. ”Angin kencang dan hujan lebat (di Bandara Tiakur)”, tulis Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Pattimura, Ambon, Wilhemina Paays dalam keterangan resmi lembaga tersebut. Kondisi tersebut sangat membahayakan penerbangan.
Sementara itu, KM Pangrango, kapal milik PT Pelni yang hendak berlayar dari Banda Naira ke sejumlah pulau di Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Maluku Barat Daya, ditahan otoritas pelabuhan setempat karena cauca buruk. BMKG memprediksi, cuaca buruk masih terjadi hingga dua hari ke depan.