Patroli Siber Diperkuat, KLHK Gandeng BIN, Polri, dan Kominfo
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Patroli Siber yang dilakukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak Oktober 2017 telah menghapus 201 postingan yang berisi transaksi perdagangan tumbuhan dan satwa liar di media sosial. Tim ini kini diperkuat dengan menggandeng Badan Intelijen Negara, Bareskrim Polri, Kejaksaan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika agar patroli bisa maksimal serta pengenaan hukum bagi pelaku bisa dilakukan berlapis.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih menempatkan kejahatan perdagangan tumbuhan dan satwa liar ke dalam kejahatan luar biasa. Kejahatan ini dinilai membahayakan biodiversitas serta mendorong percepatan kepunahan spesies, meningkatkan risiko kebencanaan yang membahayakan keselamatan warga, serta memiliki keterkaitan dengan jaringan transnasional.
“Ada peningkatan intensitas unggahan sejak tahun 2017. Hasil temuan patroli siber internal kami teruskan ke Facebook maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk dihapus dan dicabut akunnya,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK, Kamis (9/5/2019) di Jakarta di sela-sela lokakarya patroli siber lintas instansi seperti BIN, Bareskrim Polri, Kejaksanaan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Ada peningkatan intensitas unggahan sejak tahun 2017. Hasil temuan patroli siber internal kami teruskan ke Facebook maupun Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk dihapus dan dicabut akunnya.
Ia menunjukkan saat awal digelar patroli siber oleh KLHK pada Oktober 2017 ditemukan 112 unggahan perdagangan satwa liar di media sosial. Setiap bulan angka ini naik-turun namun dalam tren menurun hingga April 2019 ditemukan 49 unggahan. Sebagian besar transaksi yaitu pada spesies burung hidup.
Tertata dan berjejaring
Rasio Ridho Sani mengakui tren penurunan ini bukan berarti menyimpulkan angka perdagangan tumbuhan dan satwa liar telah turun. Ia mengatakan perdagangan secara daring tersebut tertata dan berjejaring serta berada dalam grup. Pihaknya acapkali kesulitan ketika menyamar dan hendak bergabung dalam grup-grup tersebut.
Karena itulah, kata dia, KLHK hendak belajar dari Bareskrim Polri dan BIN yang memiliki sistem intelijen dan patroli internet yang kuat. Kejaksaan dilibatkan untuk memudahkan jaksa nantinya dalam menyusun penuntutan karena telah memahami kronologi pengungkapan kasus. Sedangkan Kominfo dilibatkan untuk memudahkan dalam pertukaran data maupun koordinasi dalam penghapusan posting-an terkait perdagangan TSL.
Rasio mengatakan pihaknya tak hanya melaporkan temuan unggahan perdagangan TSL untuk dicabut oleh perusahaan pengelola media sosial maupun Kominfo. Bukti pengungkapan perdagangan komodo di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu menunjukkan penangkapan pelaku pun menjadi targetnya.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Sustyo Iriyono mengatakan sejak Ditjen Penegakan Hukum terbentuk 3,5 tahun lalu, sejumlah 200 kasus TSL dari total 617 kasus kejahatan kehutanan dan lingkungan telah memasuki persidangan maupun berkas dinyatakan lengkap oleh jaksa sehingga siap disidangkan (P21). Ia berharap melalui kerjasama awal lintas instansi ini bisa membawa sinergi penegak hukum untuk memberi sanksi seberat-beratnya kepada pelaku.
Semisal, pelaku dikenai UU 41/1990 tentang Kehutanan dan UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya oleh penyidik KLHK dan dikenai UU 11/2008 jo UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik oleh kepolisian maupun penyidik Kominfo.
Kerja sama lain yang dijajaki dan sedang berjalan adalah penanganan empat warga negara asing asal Polandia di Kalimantan Barat yang diduga mencuri sampel di hutan Kalimantan Barat. Keempatnya dijadikan tersangka oleh PPNS KLHK dengan menggunakan UU Kehutanan serta pihak Imigrasi akan menyidik penyalahgunaan keimigrasian. “Pelaku kita kenai hukuman maksimal dengan model multidoor,” kata dia.