Permaisuri Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GKBRAy) Adipati Paku Alam X tidak hanya selalu mengenakan kain batik dan kebaya saat tampil di depan publik, tetapi juga peduli terhadap kelestarian batik dan wastra Nusantara lainnya. Ia melahirkan motif batik baru yang berkaitan dengan kehidupannya dan Pura Paku Alam.
Saat putranya menikah awal tahun ini, istri Wakil Gubernur DI Yogyakarta Sri Paduka Paku Alam X itu membuat motif batik bernama Suryo Mularjo yang berarti pemimpin yang melindungi rakyat. Suryo Mularjo itu diambil dari nama dan sifat dewa-dewa dalam ajaran kepemimpinan Asta Brata.
”Motif batik yang saya buat memang selalu mengacu pada ajaran Asta Brata,” ujar Gusti Putri Paku Alam X, begitu ia biasa dipanggil, Rabu (8/5/2019) malam di Jakarta. Putri yang nama sebelumnya adalah Bendara Raden Ayu (BRAy) Atika Suryodilogo itu berada di Jakarta untuk menghadiri sejumlah pameran batik dan kain (wastra) Nusantara. Dia juga mempromosikan the 7th ASEAN Traditional Textile Symposium, simposium dan gelar kain tradisional Asia Tenggara, di Yogyakarta, awal November 2019.
”Koleksi kain tradisional di negara-negara Asia Tenggara itu bagus-bagus,” kata Gusti Putri Paku Alam X, yang juga President of Traditional Textile Arts Society of South-East Asia (TTASEA). Ia mengoleksi kain tradisional dari sejumlah daerah di Indonesia dan negara lain selain melahirkan motif batik baru dan memproduksinya sendiri.
”Sebenarnya saya ini ’kolekdol’. Kolektor dan ngedol (menjual). Kalau ada yang berminat pada wastra koleksi saya, ya, bisa saja saya jual,” ungkapnya sambil tertawa. Namun, Gusti Putri Paku Alam tak sembarangan menjual.
Ia peduli dan tetap akan melestarikan kain tradisional Nusantara, seperti batik, lurik, songket, dan tenun. Apalagi, jumlah kolektor dan peminat kain tradisional di negeri ini tak banyak. Mungkin kurang dari 50 orang.