Sepekan terakhir warga Bekasi, Jawa Barat, berulang kali dikagetkan dengan serangkaian peristiwa penangkapan terduga teroris di depan mata mereka. Hal ini menunjukkan, Bekasi kini dianggap sebagai tempat persembunyian yang aman bagi terduga teroris.
Oleh
Stefanus Ato
·5 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Sepekan terakhir warga Bekasi, Jawa Barat, berulang kali dikagetkan dengan serangkaian peristiwa penangkapan terduga teroris di depan mata mereka. Hal ini menunjukkan, Bekasi kini dianggap sebagai tempat persembunyian yang aman bagi terduga teroris untuk merencanakan aksi teror.
Di satu sisi, sebagian terduga teroris yang ditangkap tak diduga itu terlibat aktivitas terorisme karena telah tinggal di wilayah tersebut cukup lama.
Pada Kamis (9/5/2019) siang, tim Densus 88 Antiteror Polri kembali menggeledah sebuah rumah kontrakan di Desa Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Rumah itu ditempati E alias Rafli (26), yang diduga merupakan pemilik dua bahan peledak yang ditemukan Densus 88 Antiteror Polri satu hari sebelumnya di sebuah gerai ponsel di Kelurahan Perwira, Bekasi Utara, Kota Bekasi.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, penggeledahan itu merupakan bagian dari pengembangan penangkapan sejumlah terduga teroris, Sabtu (4/5/2019) di Desa Kedung Pengawas Babelan dan Minggu di Jatiasih, Kota Bekasi. Rafli disinyalir berperan sebagai pemimpin yang mengakomodasi terduga teroris lain yang sudah tertangkap.
”Dari penggeledahan, Puslabfor menemukan beberapa barang, misalnya ardosistem (alat pengontrol jarak jauh) dan solder. Ardo adalah switching modern. Kalau dikelola, itu bisa menggunakan Wi-Fi dalam jarak 100 meter,” ucap Argo.
Sementara itu, dua bom yang ditemukan di gerai ponsel milik Rafli telah didisposal atau diledakkan karena membahayakan. Saat didisposal, ledakan dua benda itu masih terdengar meski telah dipakai peredam dan peralatan penjinak bom.
Dua bom itu mengandung triaseton triperoksida (TATP). Meski tidak menyebutkan kekuatan daya ledak dari kedua benda itu, Argo memastikan bahan yang mengandung TATP mudah meledak apabila disentuh.
Kontrakan
Deretan peristiwa penangkapan dan penggeledahan aktivitas terduga teroris oleh Densus 88 Antiteror Polri rata-rata ditemukan di rumah atau bangunan yang disewa pemiliknya.
Menurut Ketua RT 003 RW 003, Kelurahan Perwira, Zakaria, gerai aksesori ponsel milik Rafli sudah beroperasi lebih dari satu tahun. ”Mereka tidak pernah melapor ke saya,” ujarnya.
Arif (19), salah satu karyawan gerai ponsel itu, mengatakan, gerai ponsel itu dimiliki dua orang, salah satunya Rafli. Namun, selama ini mereka tidak pernah curiga bahwa bos mereka terlibat dalam jaringan terorisme.
”Dia jarang ke sini. Dia lebih banyak memantau melalui CCTV. Tetapi orangnya ramah. Kami sering ditraktir kalau dia ke sini,” ucap Arif.
Gerai ponsel itu berbentuk rumah toko (ruko) yang terbagi atas tiga tempat usaha. Di bagian kiri dan kanan terdapat usaha lain, berupa rumah makan dan usaha penjualan pakan ternak. Ruko itu juga berimpitan dengan perumahan warga sekitar.
Acep (67), warga yang bermukim tepat di belakang ruko itu, mengatakan, pihaknya tidak mengenali para karyawan gerai aksesori ponsel itu karena jarang bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Mereka juga tidak pernah terlibat dalam kegiatan warga.
Situasi itu mirip seperti saat Densus 88 Antiteror Polri menggerebek sebuah ruko pada Sabtu lalu di Desa Kedung Pengawas, Babelan. Warga sekitar baru menyadari ada aktivitas terduga teroris saat ruko itu digerebek.
”Ada tiga orang yang tinggal di sana, tetapi mereka hanya ada saat malam. Kami tidak kenal karena mereka tidak bergaul,” ujar Daep (50) warga Desa Kedung Pengawas.
Tertutup
Di rumah kontrakan Rafli, Desa Bahagia, warga sekitar mengenal Rafli sebagai orang yang tertutup. Warga berulang kali mengajak Rafli untuk terlibat dalam kegiatan di desa itu, tetapi dia berkali-kali menolak.
Menurut Darno (60), pemilik rumah kontrakan itu, Rafli menyewa rumah kontrakan miliknya melalui iklan yang dipasang Darno di media sosial. Mereka sudah bermukim di desa itu sekitar 8 bulan.
”Dia lapor ke RT. Fotokopi KTP, surat nikah, dan KK juga saya minta, ada di sini. Tetapi saya tidak tahu kerja dia apa,” ucapnya.
Heru (37), warga sekitar, menambahkan, Rafli bersama istrinya sering kali menerima bingkisan yang dikirim melalui ojek daring. Setiap malam, saat E berada di rumah, mereka juga mendengar suara plakban yang kemungkinan digunakan untuk mengemas barang.
”Sejak dia tinggal di sini, setiap malam itu selalu kami dengar suara plakban. Sering ada juga orang yang ke sini, tetapi sebentar saja langsung pulang,” ucap Heru.
Camat Babelan Deni Mulyadi, saat dihubungi terpisah, mengakui bahwa wilayah Babelan beberapa tahu terakhir ini berubah menjadi kawasan perumahan. Perumahan itu dibangun warga, kemudian dikontrakkan. Hal itu dinilai menjadi salah satu penyebab orang baru terus berdatangan, yang sering kali luput dari perhatian warga.
”Selama ini, kami selalu sampaikan ke desa, RW, dan RT untuk lebih ketat. Ada orang baru yang mau mengontrak minimal dia harus melapor dan menyerahkan identitas diri ke RT setempat,” kata Deni.
Tempat transit
Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, perkembangan terorisme jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Jawa Barat kian masif. Hal itu terjadi setelah mereka kehilangan kekhilafahan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Suriah. Akibatnya, JAD kini berubah menjadi virtual.
Namun, mereka tetap gigih mempertahankan khilafah sehingga mereka bekerja all out dengan memperkuat konsolidasi antarjaringan yang menyebar di Indonesia.
”Motif terkuat pelaku teroris itu motif teologi karena mereka ingin mencapai spiritual tertinggi. Sehingga struktur mereka tetap dipertahankan meski pimpinannya sudah ditangkap,” ucap Chaidar.
Ia menambahkan, Bekasi menjadi pilihan terduga teroris untuk bersembunyi karena wilayah Bekasi merupakan tempat transit JAD dari Sumatera. Di Bekasi juga kini telah tumbuh JAD Bekasi sejak tahun 2017. Jaringan itu merupakan pengembangan dari JAD Solo, Jawa Tengah.
”Bekasi jadi tempat transit. Target mereka tetap di Ibu Kota (DKI Jakarta),” kata Chaidar.