ahana Lingkungan Hidup atau Walhi menyampaikan memori banding terkait gugutan terhadap izin lingkungan PLTA Batang Toru yang sedang dibangun di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Oleh
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi menyampaikan memori banding terkait gugutan terhadap izin lingkungan PLTA Batang Toru yang sedang dibangun di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Walhi meminta majelis hakim tingkat banding tidak hanya memeriksa prosedur pengajuan izin, tetapi juga mengedepankan aspek lingkungan hidup.
Memori banding tersebut disampaikan tim kuasa hukum Walhi Sumatera Utara, Golfrid Siregar dan Padian Adi Siregar, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Rabu (8/5/2019). Sebelumnya, PTUN Medan menolak seluruh gugutan Walhi dalam putusan yang disampaikan pada 4 Maret lalu.
”Kami meminta agar majelis hakim tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan mempertimbangkan saksi dan ahli yang sebelumnya ditolak majelis hakim tingkat pertama,” kata Golfrid.
Golfrid mengatakan, ada tiga pokok gugutan yang mereka sampaikan terkait izin lingkungan hidup Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru berkapasitas 510 megawatt yang diprakarsai PT North Sumatera Hydro Energy itu. Pertama, proses penerbitan obyek sengketa dinilai tidak memenuhi prinsip pelibatan masyarakat.
Kedua, pembangunan PLTA Batang Toru dinilai mengancam keselamatan masyarakat karena berada di daerah rawan gempa di sesar Sumatera yang aktif. Ketiga, PLTA dinilai berdampak pada hidrologi Sungai Batang Toru dan ekologi darat ekosistem Batang Toru. Pembangunan tersebut mengancam keberadaan orangutan tapanuli yang populasinya kini terancam punah.
Dalam memori banding tersebut, Walhi juga meminta agar majelis hakim mempertimbangkan dugaan pemalsuan tanda tangan ahli keanekaragaman hayati, Onrizal, dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup PLTA Batang Toru adendum tahun 2016. Dugaan pemalsuan itu kini sedang tahap pemeriksaan saksi di Kepolisian Daerah Sumut.
Majelis hakim tingkat pertama sebelumnya mengesampingkan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Walhi dalam persidangan karena dinilai tidak relevan. ”Kami mengajukan lima warga Kecamatan Batang Toru sebagai saksi yang menyatakan tidak ada sosialisasi pembangunan, tetapi majelis hakim menolak,” kata Golfrid.
Kami mengajukan lima warga Kecamatan Batang Toru sebagai saksi yang menyatakan tidak ada sosialisasi pembangunan, tetapi majelis hakim menolak.
Majelis hakim PTUN Medan menolak lima saksi tersebut karena obyek sengketa ada di Kecamatan Marancar. ”Hakim hanya melihat lokasi obyek sengketa secara administratif. Padahal, dampak lingkungannya sangat luas. Kalau bendungan jebol, warga Batang Toru adalah yang paling terdampak. Namun, mereka tidak pernah mendapat sosialisasi apa pun terkait rencana pembangunan PLTA tersebut,” kata Golfrid.
Padian mengatakan, mereka juga meminta majelis hakim tingkat banding mempertimbangkan ancaman terhadap keanekaragaman hayati. PLTA Batang Toru dibangun di ekosistem Batangtoru seluas 141.749 hektar.
Ekosistem itu merupakan habitat spesies kunci, seperti orangutan tapanuli, harimau sumatera, beruang madu, dan tapir. Di ekosistem itu juga ditemukan flora, seperti bunga bangkai rafflesia dan bunga parasit Balanophoraceae. Orangutan tapanuli yang baru diklasifikasikan sebagai spesies baru pada 2017 kini berstatus sangat terancam punah dengan populasi hanya sekitar 800 ekor.
Energi baru
Sebelumnya, Senior Executive for External Relations PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE) Firman Taufick mengatakan, pembangunan PLTA Batang Toru mengedepankan aspek lingkungan hidup. Mereka berupaya meningkatkan bauran energi baru terbarukan di Indonesia. PLTA ini juga merupakan bagian dari program strategis nasional pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt.
Firman mengatakan, pembangkit itu dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 1,6-2,2 juta metrik ton CO2 per tahun. Jumlah itu mencakup 4 persen dari target pengurangan emisi di sektor energi pada 2030.
PLTA Batang Toru ditargetkan mulai memasok listrik untuk Sumut pada 2022. PT NSHE telah membebaskan lahan 650 hektar. Mereka juga telah membangun jalan proyek sepanjang 40 kilometer, membangun kamp pekerja, dan memobilisasi alat-alat untuk pembangunan.
Pekerjaan utama pun ditargetkan mulai berjalan pada pertengahan tahun ini. NSHE akan membangun bendungan seluas 90 hektar di Sungai Batang Toru, terowongan sepanjang 13,5 kilometer, dan pembangkit listrik 510 megawatt dengan empat turbin.
Pembangunan terowongan berdiameter 8 meter itu dilakukan dengan menggunakan bahan peledak. Terowongan itu akan menyalurkan air dari bendungan hingga ke turbin listrik. Perbedaan ketinggian dari bendungan ke turbin mencapai 278 meter sehingga dapat menghasilkan energi yang lebih besar.