Pengawasan Penyedia Platform Transaksi Perdagangan secara Elektronik Pasar Uang Diperkuat
Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang perizinan penyedia platform transaksi perdagangan secara elektronik (electronic trading platform/ETP) di pasar uang. Perizinan ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen dalam transaksi valuta asing.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia menerbitkan aturan tentang perizinan penyedia platform transaksi perdagangan secara elektronik (electronic trading platform/ETP) di pasar uang. Perizinan ini diharapkan dapat memperkuat stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen dalam transaksi valuta asing.
Perizinan ini diterbitkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/5/PBI/2019 tentang Penyelenggara Sarana Pelaksanaan Transaksi di Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (Valas).
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pendalaman Pasar Keuangan BI Agusman mengatakan, aturan ini menyesuaikan perkembangan pesat yang terjadi di pasar uang dan valas. Seiring dengan kemajuan teknologi, BI perlu melakukan pengawasan terhadap seluruh transaksi.
Selain itu, penegakan aturan ini sejalan dengan inisiatif G-20 Over the Counter (OTC) Derivative Market Reform atau Pembaruan Pasar Derivatif OTC negara-negara yang tergabung dalam G-20 dan penerbitan Panduan Internasional. Derivatif OTC merupakan transaksi derivatif berdasarkan kontrak bilateral yang dilakukan di luar bursa atau tanpa menggunakan pialang.
”Pengaturan ini untuk mendorong permintaan domestik melalui peningkatan efisiensi dan transparansi, integritas, pemerintahan, perlindungan nasabah, dan integrasi pasar keuangan,” ujar Agusman, Rabu (8/9/2019).
Di dalam aturan ini, BI mengatur khusus ketentuan perizinan dan penyelenggaraan transaksi yang dilakukan oleh penyedia ETP, perusahaan pialang (PPU), systematic internalisers (bank yang menyediakan sarana transaksi pasar uang dan pasar valas atas akun milik sendiri), dan penyelenggara bursa (bursa berjangka).
Khusus systematic internalisers, perizinannya akan diatur secara lengkap sesuai aturan OJK karena ini terkait dengan aturan perbankan. Sementara itu, aturan terkait dengan izin penyelenggara bursa berjangka akan diatur oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Menurut Agusman, BI hanya akan mengatur secara rinci aturan perizinan bagi penyedia ETP dan PPU. Aturan rinci tentang penyedia ETP ini baru pertama kali diterbitkan oleh BI. Selama ini, BI baru mengatur perizinan dan penyelenggaraan transaksi di pasar uang dan valas yang dijalankan oleh PPU.
”PPU sudah diatur sebelumnya, tetapi aturannya dibuat sinkron dengan ETP, systematic internalisers dan penyelenggara bursa,” ujarnya.
Dalam PBI baru ini, penyedia ETP diharuskan berbentuk badan usaha dengan modal disetor Rp 30 miliar dan modal dipelihara Rp 10 miliar. Sementara itu, PPU diwajibkan untuk berbadan usaha dengan modal disetor Rp 12 miliar dan modal dipelihara sebesar Rp 5 miliar.
Penyedia ETP diharuskan berbentuk badan usaha dengan modal disetor Rp 30 miliar dan modal dipelihara Rp 10 miliar. Sementara itu, PPU diwajibkan untuk berbadan usaha dengan modal disetor Rp 12 miliar dan modal dipelihara Rp 5 miliar.
Jika penyedia ETP merupakan bagian dari satu perusahaan pialang, sekuritas, atau bank, BI berharap dapat menjadi perusahaan yang terpisah. Kepemilikan asing di dalam penyedia ETP dan PPU dibatasi hanya 49 persen sesuai aturan yang berlaku.
BI memutuskan untuk memberikan waktu transisi selama tiga tahun bagi penyedia ETP hingga 31 Oktober 2022 untuk memenuhi aturan PBI tersebut. Agusman mengungkapkan, transisi 3 tahun diberikan agar penyedia ETP dapat memenuhi aturan pembentukan badan usaha serta permodalan.