Pemerintah Siapkan Rp 40 Triliun untuk THR dan Gaji Ke-13
Kementerian Keuangan menganggarkan Rp 40 triliun untuk tunjangan hari raya atau THR dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, serta pensiunan.
Oleh
M Paschalia Judith J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan menganggarkan Rp 40 triliun untuk tunjangan hari raya atau THR dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, serta pensiunan. Diharapkan, THR dan gaji ke-13 ini dapat memberikan efek pada pertumbuhan konsumsi.
Anggaran pemerintah untuk THR dan gaji ke-13 pada 2018 sebesar Rp 35,76 triliun. Artinya, alokasi dananya meningkat 11,85 persen. Secara terperinci, anggaran Rp 40 triliun itu terdiri dari Rp 20 triliun untuk THR dan Rp 20 triliun untuk gaji ke-13.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, peraturan pemerintah yang berkenaan dengan THR dan gaji ke-13 sudah ditandatangani Presiden.
”Peraturan Menteri Keuangan terkait akan diselesaikan hari ini. Seluruh kementerian, lembaga, dan (pemerintah) daerah sudah dapat mulai mengajukan,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (8/5/2019).
Peraturan pemerintah yang berkenaan dengan THR dan gaji ke-13 sudah ditandatangani Presiden.
THR dapat dicairkan pada 24 Mei 2019. Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan, gaji ke-13 digelontorkan pada saat menjelang tahun ajaran baru sehingga dapat membantu biaya sekolah.
Menurut Sri Mulyani, penggelontoran THR dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI dan Polri, serta pensiunan memiliki keterkaitan dengan keyakinan konsumen. Ada efek berganda atau multiplier effect dari penggelontoran tersebut terhadap belanja masyarakat.
Senada dengan Sri Mulyani, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal berpendapat, THR dan gaji ke-13 tersebut memiliki dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengingat konsumsi merupakan kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi.
Sepanjang triwulan I-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,01 persen secara tahunan. Andilnya sebesar 56,82 persen dalam struktur produk domestik bruto.
Meskipun demikian, Fithra menyoroti pentingnya menjaga keyakinan masyarakat untuk berbelanja atau konsumsi. ”Ada kecenderungan masyarakat menahan konsumsi akibat faktor ketidakpastian perekonomian global, terutama bagi kelompok menengah ke atas,” ujarnya.