Kalteng Masih Terkendala Tata Ruang
Lokasi alternatif untuk pemindahan ibu kota negara masih terus dikaji pemerintah pusat, di antaranya lokasi wilayah ”segitiga emas” di Kalimantan Tengah dan di Kalimantan Timur.
PALANGKARAYA, KOMPAS Persoalan tata ruang di Kalimantan Tengah kembali menjadi sorotan setelah mencuatnya isu pemindahan ibu kota negara. Kebijakan yang dibuat untuk rencana tata ruang tersebut sampai saat ini belum selesai dibahas di DPRD Kalteng. Di sisi lain, pemerintah daerah menyiapkan 300.033,66 hektar lahan untuk ibu kota negara.
Sejak pertemuan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) di Jakarta, Senin (6/5/2019), wacana perpindahan ibu kota kian menuai perhatian di Kalteng.
Dalam pertemuan yang juga diikuti beberapa pemimpin daerah yang dituju untuk menjadi ibu kota tersebut, Sugianto Sabran menjelaskan wilayah segitiga emas di dua kabupaten dan satu kota dengan total luas lahan 300.033,66 hektar. Rinciannya, 112.279,85 hektar di Kabupaten Katingan, 121.049,83 hektar di Kabupaten Gunung Mas, dan 66.703,96 hektar di Kota Palangkaraya.
”Pada dasarnya, kalau memang dipercaya pemerintah pusat untuk menjadi ibu kota, kami siap. Kami siap memfasilitasi dari awal dan mulai bergeraknya dengan pembangunan,” kata Bupati Gunung Mas Arton Gohong di Palangkaraya, Selasa (7/5).
Kawasan yang disiapkan memiliki beragam status, seperti areal penggunaan lain (APL), hutan produksi yang dapat dikonversi (HP), dan hutan produksi tetap. Hal ini mengundang banyak pertanyaan dari berbagai kalangan.
Paulus Alfons, dosen kajian politik pembangunan Universitas Palangkaraya, mengungkapkan, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum ibu kota pindah ke Pulau Kalimantan, khususnya di Kalteng. Beberapa di antaranya persoalan tata ruang, konflik sosial, dan dampak lingkungan.
”Pastinya akan terjadi pembangunan besar-besaran. Namun, jangan sampai pembangunan itu justru menimbulkan masalah baru, apalagi membawa masalah ibu kota di Jakarta ke sini,” kata Paulus.
Persoalan klasik
Persoalan tata ruang, menurut Paulus, merupakan persoalan klasik di Kalteng. Hingga kini tata ruang dan wilayah provinsi (RTRWP) Kalteng masih menggunakan kebijakan lama yang bermasalah. Persoalan yang muncul dalam kebijakan tersebut justru persoalan batas wilayah.
”RTRWP di tingkat provinsi belum jelas. Hal itu membuat perencanaan tata ruang di kabupaten dan kota menemui jalan buntu. Akibatnya, konflik lahan di mana-mana,” katanya.
Dari data Kantor Staf Presiden (KSP), sedikitnya ada 300 desa di Kalteng yang berkonflik terkait tumpang tindih lahan. Hal itu, menurut Paulus, dipicu peraturan daerah tentang RTRWP yang bermasalah.
Pada 2016, Penjabat Gubernur Kalteng Hadi Prabowo membatalkan sosialisasi Perda Nomor 5 Tahun 2015 tentang Tata Ruang Wilayah Kalteng. Alasannya, masih perlu dibahas kembali karena banyak data yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
Perda No 5/2015 itu merupakan perda pengganti Perda No 8/2003. Pada Perda No 8, kawasan bukan hutan Kalteng tersisa 32,9 persen dan 67,1 persen merupakan wilayah hutan. Sementara dalam Perda No 5, kawasan bukan hutan menyusut menjadi 17,40 persen. Padahal, pada 2003-2015 banyak terjadi pembukaan lahan.
Dalam Perda No 5 tersebut wilayah Kota Palangkaraya kelebihan 450 kilometer persegi karena mengambil wilayah Kabupaten Gunung Mas. Sementara di Kabupaten Kotawaringin Barat wilayahnya menyusut 1.812 kilometer persegi. Itu belum termasuk kabupaten lain.
Sekretaris Dewan Provinsi Kalteng Tantan mengungkapkan, pembahasan Perda No 5 belum selesai. Namun, selama ini kebijakan itu masih terus digunakan. ”Masih dibahas eksekutif dan legislatif,” ujarnya.
Presiden tinjau lokasi
Kemarin, Presiden Joko Widodo meninjau kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kawasan seluas 61.000 hektar itu menjadi salah satu lokasi alternatif untuk pemindahan ibu kota negara.
Selanjutnya, Presiden bertolak ke Kota Palangkaraya. Menurut rencana, Presiden Jokowi mengunjungi dua tempat, yakni Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Katingan.
Sekretaris Daerah Kalteng Fahrizal Fitri mengungkapkan, jadwal kunjungan Presiden di Kalteng dimulai Rabu ini. Pagi hari, Presiden akan bertolak ke Kabupaten Pulang Pisau untuk melihat pembangunan pabrik sengon PT Naga Buana.
Dari Pulang Pisau, Presiden Jokowi akan bertolak ke Kabupaten Katingan untuk meninjau lokasi yang diwacanakan menjadi lokasi pemindahan ibu kota. Di lokasi inilah yang dijelaskan Gubernur Kalteng tentang wilayah segitiga emas yang mencakup Kabupaten Gunung Mas, Katingan, dan Kota Palangkaraya.
Terkait wacana pemindahan ibu kota itu, Bupati Katingan Sakariyas memilih menunggu keputusan final dari pemerintah pusat. ”Ini, kan, belum fix sehingga kami tunggu perintah dan keputusan pemerintah pusat saja. Kalau diberikan kesempatan itu, kami sudah siap,” katanya saat ditemui di sela-sela kunjungan Presiden.
Sakariyas juga menyatakan belum banyak melakukan persiapan untuk pemindahan ibu kota. Namun, ia sudah menyiapkan dan mengetahui lokasi yang akan diusulkan di Kabupaten Katingan. (IDO)