Empati jurnalis kepada korban konflik dan bencana alam menjadi kunci untuk menciptakan jurnalisme damai. Dengan berempati, jurnalis bertindak dengan pedoman memanusiakan manusia saat mencari fakta dan mengolahnya menjadi berita.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS-Empati jurnalis kepada korban konflik dan bencana alam menjadi kunci untuk menciptakan jurnalisme damai. Dengan berempati, jurnalis bertindak dengan pedoman memanusiakan manusia saat mencari fakta dan mengolahnya menjadi berita.
Hal itu mengemuka dalam seminar bertajuk “Jurnalisme Damai: Peliputan Bencana, Konflik, dan Keberagaman” dalam rangkaian acara pameran jurnalistik Commpress, di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Rabu (8/5/2019).
Hadir sebagai pembicara Jurnalis Foto AFP (Agence France-Presse) Adek Berry, Jurnalis Anadolu Agency Nani Afrida, News Presenter Kompas TV Timothy Marbun, dan Koresponden CNN Indonesia Alby Pratama.
“Dengan empati kepada semua pihak mendorong jurnalis untuk alih-alih memproduksi berita yang bombastis, jurnalis memproduksi berita yang bisa memberikan dampak positif kepada masyarakat,” ujar Nani,yang pernah delapan tahun bertugas di Aceh untuk meliput konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Menurut Alby, jurnalisme damai secara sederhana adalah produk jurnalistik yang mendorong perbaikan dan memberi dampak positif bagi masyarakat.
“Untuk masyarakat yang berkonflik kita dorong untuk berdamai. Untuk daerah bencana kita dorong untuk perbaikan dampak kerusakan dan mitigasi risiko bencananya,” ujar Alby.
Baik Adek, Nani, Timothy, dan Alby, sepakat, jurnalisme damai bisa mendorong perubahan positif di masyarakat.
Proses liputan
Saat meliput bencana, jurnalis mesti berfokus pada cara untuk mendorong perbaikan kualitas kehidupan korban. Jurnalis harus menghindari mengeksploitasi kisah sedih korban bencana.
Meski demikian, Adek mengatakan, jurnalis juga manusia yang bisa tersentuh hatinya. Kadangkala emosi pribadi jurnalis, juga larut dalam bencana itu.
“Namun sebagai pekerja professional, jurnalis harus menyelesaikan tugasnya dengan baik. Baru boleh terlarut kemudian,” ujar Adek.
Sedangkan, saat meliput konflik, Adek mengatakan, jurnalis harus mencari titik kesamaan antara pihak-pihak berkonflik. Jurnalis harus berfokus pada aspirasi korban konflik yang menginginkan kembali kondisi damai di kehidupannya.
“Konsep damai itu beda-beda di semua pihak. Pihak A menginginkan syarat perdamaian yang berbeda dengan pihak B, yang bertentangan dengannya. Fokus jurnalis adalah damai yang sesungguhnya yang jadi aspirasi para korban,” ujar Adek yang telah meliput berbagai konflik di timur tengah.
Semua pembicara menekankan, saat di lapangan, produk jurnalistik harus mengikuti prinsip-prinsip dasar seperti akurasi data dan keberimbangan dalam porsi pemberitaan.