Tungku Peleburan Besi Tertua Ditemukan di Kalimantan Tengah
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
Masyarakat pedalaman Kalimantan memiliki kebudayaan yang tinggi sejak lebih dari lima abad silam. Mereka memiliki keahlian memproses logam, mulai dari proses penambangan bijih besi hingga memproses menjadi produk logam dengan dua teknik, yaitu tempa atau cor.
JAKARTA, KOMPAS — Peneliti berhasil menemukan tungku peleburan besi kuno di Daerah Aliran Sungai Montalat Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Ini adalah tungku peleburan besi tertua di Indonesia yang pernah ditemukan.
Temuan ini menunjukkan bahwa masyarakat pedalaman Kalimantan, khususnya Suku Dayak, sudah memiliki kebudayaan tinggi dalam memproses logam sejak lebih dari lima abad silam. Namun fakta di lapangan menunjukkan, dalam beberapa dekade terakhir terjadi keterputusan antara teknik pengerjaan logam kuno di daerah tersebut dengan teknologi sekarang.
Saat ini tidak ada lagi pengerjaan alat logam yang diawali dari pengambilan bahan batu besi dilanjutkan peleburan bahan batu besi menjadi besi setengah jadi (ingot) sebagaimana dibuktikan dari temuan tungku peleburan besi kuno tersebut. Masyarakat kini lebih memilih membuat alat dari besi bekas dengan teknik tempa atau melebur besi dari ingot “warisan” masa lalu.
"Memasuki abad ke-19, produk-produk besi buatan China masuk ke Indonesia dengan masif. Dari situlah, masyarakat pedalaman akhirnya mulai meninggalkan praktik pemurnian besi dan memilih membeli produk-produk dari China. Akibatnya, ketrampilan pengolahan logam pun lambat-laun hilang,” kata arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Harry Octavianus Sofian di Jakarta, Senin (6/5/2019).
Selama dua tahun, tim peneliti menelusuri keberadaan tungku peleburan besi kuno tersebut berdasar catatan Schwaner, peneliti asing pada masa kolonial Belanda. Dalam ekspedisinya di Kalimantan pada 1847, Schwaner melaporkan bahwa di sepanjang sungai Montalat ada sekitar 10 tempat peleburan besi.
Selama dua tahun, tim peneliti menelusuri keberadaan tungku peleburan besi kuno tersebut berdasar catatan Schwaner, peneliti asing pada masa kolonial Belanda.
Schwaner menggambarkan aktivitas peleburan biji besi di tepi Sungai Barito dalam lukisannya. Pada waktu itu, bijih besi yang digunakan adalah sferosiderit yang dikumpulkan dari tepi-tepi sungai yang mengandung tanah liat.
Dalam catatannya, Schwaner menggambarkan Montalat sebagai wilayah yang membayar upeti kepada penguasa di Barito. Alat-alat besi hasil kerajinan dari Montalat didistribusikan ke seluruh Borneo bagian tenggara.
Sesuai cerita masyarakat
Menurut Ketua Tim Penelitian Jejak Pengerjaan Logam di Montalat, Hartatik, catatan Schwaner tentang peleburan besi di sepanjang Sungai Montalat sesuai dengan cerita yang beredar pada masyarakat hulu Sungai Barito. Di hulu Barito, penduduk mengenal adanya besi Montalat sebagai bahan membuat senjata yang ampuh dan disakralkan.
Bahan baku besi diambil dari batu besi yang ada di tepi Sungai Montalat yang bermuara di Sungai Barito. Pada tahun 2017 tim peneliti Balai Arkeologi Kalimantan Selatan melakukan penelitian di hulu Sungai Barito, yaitu di DAS Teweh dan DAS Montalat yang merupakan anak Sungai Barito.
“Masyarakat mengenal lokasi bekas peleburan logam besi dengan nama buren. Semua buren ternyata berada di tengah hutan, jauh dari permukiman. Dari penelitian diketahui adanya 11 lokasi yang merupakan tempat sumber bahan dan tempat peleburan besi,” kata Harry.
Berdasarkan hasil pertanggalan karbon, tungku-tungku peleburan besi itu ternyata dibuat sekitar abad ke-15 hingga abad ke-19. Sampai saat ini, inilah tungku peleburan besi yang tergolong tertua di Indonesia. Tungku tersebut berbentuk bulat dengan diameter sekitar satu meter dan bagian dalamnya membentuk segi empat.
Berdasarkan hasil pertanggalan karbon, tungku-tungku peleburan besi itu ternyata dibuat sekitar abad ke-15 hingga abad ke-19.
“Selama ini, yang banyak kita temukan adalah bahan-bahan logam pada tahap kedua pembuatan peralatan logam, dan tungku ini memproses material besi mentah menjadi bahan setengah jadi. Peleburan merupakan tahap pertama pengolahan besi yang dimulai dari penambangan bijih besi kemudian peleburan menjadi ingot atau besi murni dan baru kemudian diproses menjadi produk logam dengan dua teknik, yaitu tempa atau cor," kata Harry.
Temuan ini menunjukkan bagaimana masyarakat pedalaman Kalimantan, khususnya Suku Dayak ternyata sudah memiliki kebudayaan tinggi dalam memproses logam sejak lebih dari lima abad silam. “Masyarakat yang telah mengenal logam biasanya memiliki kebudayaan yang tinggi pula,” kata Harry.
Keberadaan proses produksi peleburan besi di DAS Montalat diperkuat dengan hasil wawancara masyarakat setempat yang telah berusia lanjut. Mereka membenarkan bahwa para pendahulu telah mengenal teknik pengolahan logam. Meski muncul kesaksian tersebut, namun kini ketrampilan pengolahan logam yang dimulai dari penambangan bijih besi tersebut telah hilang.