Kantor Imigrasi Kelas II Cirebon, Jawa Barat, menetapkan inovasi imigrasi masuk desa sebagai program tahunan. Hal itu karena program yang mendekatkan layanan keimigrasian pada warga di kantong-kantong pekerja migran itu, selama ini selalu disambut antusias.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kantor Imigrasi Kelas II Cirebon, Jawa Barat, menetapkan inovasi imigrasi masuk desa sebagai program tahunan. Program yang mendekatkan layanan keimigrasian pada warga di kantong-kantong pekerja migran itu selama ini selalu disambut antusias.
Program pelayanan pembuatan paspor di perdesaan itu dimulai pertengahan Maret 2019 di Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jabar. Selama sebulan, program itu menyapa warga pemohon paspor di 30 kecamatan yang tersebar di delapan tempat.
Pada Selasa (7/5/2019), program berlangsung di kantor Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon. ”Kami akan keliling ke Cirebon, Kuningan, dan Majalengka. Setelah itu kembali ke Indramayu. Imigrasi masuk desa ini menjadi program tahunan,” ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Cirebon Tito Andrianto.
Menurut Tito, program tersebut akan dilanjutkan setiap tahun karena antusiasme masyarakat tinggi. Setiap titik, kuota 40 pemohon paspor kerap ludes. Bahkan, tidak sedikit warga harus datang keesokan harinya karena tidak kebagian nomor antrean. Di Indramayu, pihaknya menerima 640 permohonan paspor.
”Itu sebabnya, masyarakat berharap inovasi ini berlanjut. Keuntungan program ini, warga tidak lagi datang dua kali. Apalagi, lokasinya di kantor kecamatan, dekat rumah warga,” ujarnya.
Mekanismenya pun sederhana. Setelah mengambil nomor antrean, warga menanti panggilan untuk pengecekan berkas dokumen kependudukan. Jika persyaratan berkas telah lengkap, petugas akan merekam data, memindai jari, dan memotret pemohon paspor. Petugas menyiapkan dua alat perekaman.
Selanjutnya, pemohon tinggal membayar melalui kas BRI mobile yang parkir di halaman kantor kecamatan. Biaya paspor 24 halaman sejumlah Rp 155.000 dan Rp 355.000 untuk paspor 48 halaman. Waktu penyelesaian paspor tiga hari kerja setelah pembayaran.
PT Pos Indonesia (Persero) akan mengirimkan paspor ke rumah pemohon. Biaya pengiriman sekitar Rp 30.000. Itu sebabnya, mobil pos juga terparkir di halaman kecamatan. Sebelumnya, jika membuat paspor di kantor imigrasi, pemohon harus datang lagi untuk mengambil paspor tersebut.
Hal ini memudahkan warga yang rumahnya jauh dari kantor imigrasi. Sebelum ada layanan itu, warga Indramayu, misalnya, harus menempuh puluhan kilometer untuk memperoleh paspor. Jarak pusat pemerintahan Indramayu dengan Kantor Imigrasi Kelas II Cirebon 53 kilometer. Di wilayah Indramayu bagian barat, bahkan jaraknya mencapai 90 km.
Apalagi, permintaan paspor di wilayah Cirebon dan sekitarnya terus meningkat. Berdasarkan data Kanim Kelas II Cirebon, pada 2018 tercatat 71.329 permohonan paspor. Padahal, tahun sebelumnya jumlah pembuatan paspor yang dilayani di bawah angka 70.000 lembar. Dari jumlah itu, sebanyak 21.511 paspor dicetak untuk pekerja migran Indonesia.
Kendala Jaringan
Meski demikian, menurut Tito, berdasarkan evaluasi program imigrasi masuk desa di Indramayu, jaringan internet di daerah pelosok masih jadi kendala. Pasalnya, data pemohon paspor langsung terhubung dengan pemerintah pusat. Begitu pun dengan kuitansi pembayarannya terkoneksi ke Kementerian Keuangan.
”Mungkin kami akan tambah modem untuk memperkuat sinyal internetnya,” ujarnya. Kendala tersebut berpotensi terjadi di Majalengka dan Kuningan yang sejumlah kantor kecamatannya berada di pedalaman.
Menurut Tito, pihaknya hanya menyediakan dua alat pemindai sehingga permintaan warga untuk menambah kuota lebih dari 40 pemohon per hari sulit terpenuhi. ”Jika pemohon bertambah banyak, kami akan tambah hari pelayanan. Kalau tambah kuota tidak bisa,” lanjutnya.
Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis mengapresiasi inovasi Kanim Kelas II Cirebon yang telah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk membuat paspor. ”Dulu, yang namanya bikin paspor adalah barang langka. Saya dulu bikin paspor gemetaran. Sekarang, Imigrasi yang datang ke masyarakat. Kami juga berkomitmen melakukan inovasi serupa,” ujarnya.
Dinah Saroini (66), warga Pekalipan, Cirebon, berharap program imigrasi masuk desa terus berlanjut. ”Tahun 2015, saya pernah urus paspor di Kantor Imigrasi Cirebon. Antrenya dari pagi sampai sore. Sekarang, datang ke kantor kecamatan, foto, langsung bayar. Tinggal tunggu paspor diantar,” ujarnya.