Anggaran Tanggap Darurat di Daerah Rawan Bencana Belum Maksimal
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui bahwa anggaran tanggap darurat di setiap pemerintah daerah yang rawan bencana belum maksimal. Namun, setidaknya pos anggaran itu harus ada agar daerah tersebut tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat saat penanganan tanggap darurat bencana.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui bahwa anggaran tanggap darurat di setiap pemerintah daerah yang rawan bencana belum maksimal. Namun, setidaknya pos anggaran itu harus ada agar daerah tersebut tidak hanya bergantung pada pemerintah pusat saat penanganan tanggap darurat bencana.
"Di sejumlah daerah (rawan bencana) memang sudah ada yang mengalokasikan anggaran (tanggap darurat) itu. Sudah jalan, tetapi memang tidak maksimal anggarannya," ujar Tjahjo saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/5/2019).
Sebelumnya, Tjahjo telah mengeluarkan Permendagri Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2019. Dalam aturan itu, setiap daerah diberikan kewenangan untuk menyediakan anggaran dalam rangka penanggulangan bencana.
"Termasuk beberapa daerah yang sering ada kebakaran hutan, daerah-daerah yang masuk kategori area rawan bencana dan dekat gunung merapi, sering longsor, itu harus ada pos (anggaran) tanggap darurat," kata Tjahjo.
Menurut Tjahjo, alokasi dana penting agar penanganan bencana dapat direspons lebih cepat oleh daerah yang terdampak tanpa harus menunggu pemerintah pusat. Sebab, pengiriman bantuan dari pemerintah pusat pasti akan membutuhkan waktu lebih lama.
Termasuk beberapa daerah yang sering ada kebakaran hutan, daerah-daerah yang masuk kategori area rawan bencana dan dekat gunung merapi, sering longsor, itu harus ada pos (anggaran) tanggap darurat
"Kalau sewaktu-waktu ada bencana, tidak semata-mata harus mengharapkan bantuan dari pusat, ditangani sendiri dulu," tutur Tjahjo.
Kurang antisipatif
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Saiful Ilah mengakui masalah penanganan bencana alam belum menjadi perhatian serius dan menyeluruh di asosiasinya.
"Sejauh ini belum dibicarakan secara serius. Kalau sudah, pasti resiko-resiko bencana alam sudah bisa diantisipasi. Nyatanya, korban masih terus ada dan kerugian keuangan negara juga tinggi," tutur Saiful, yang juga Bupati Sidoarjo.
Padahal, menurut Saiful, masalah bencana harus dilihat secara komprehensif, dari hulu hingga hilir. Tak bisa semata-mata langsung menyalahkan daerah terdampak bencana. Bencana, lanjut Saiful, sangat mungkin lahir dari daerah lain di hulu yang akhirnya malah menimbulkan bencana di sekitarnya.
"Daerah di hulu itu harusnya mengantisipasi (bencana), jangan ada penebangan pohon sembarangan, lalu malah dibuat tegalan atau pertanian. Penyerapan air yang berkurang dan curah hujan berlebihan, kan bisa sebabkan banjir dan longsor. Hilirlah yang akan terima akibatnya dan malah bencana bagi daerahnya sendiri," tutur Saiful.
Oleh karena itu, Saiful menuturkan, perlu ada komitmen serius dari setiap pemerintah daerah untuk menanggulangi masalah bencana itu, di hulu dan di hilir. Dia berharap akan membawa masalah itu dalam pertemuan bersama seluruh bupati di Indonesia dalam Apkasi Otonomi Expo 2019 yang akan digelar 3-5 Juli 2019 di Jakarta.
Daerah di hulu itu harusnya mengantisipasi (bencana), jangan ada penebangan pohon sembarangan, lalu malah dibuat tegalan atau pertanian. Penyerapan air yang berkurang dan curah hujan berlebihan, kan bisa sebabkan banjir dan longsor. Hilirlah yang akan terima akibatnya dan malah bencana bagi daerahnya sendiri
"Kami akan coba bicarakan masalah itu, gimana menanggulangi bencana itu secara menyeluruh karena penting sekali," katanya.