Pemerintah akan tetap mencoba meraih pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 5,3 persen meskipun beberapa lembaga memperkirakan 5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen akan tercapai jika investasi dapat meningkat lebih cepat dan pertumbuhan konsumsi terjaga di 5,2 persen.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono dari Nadi, Fiji
·4 menit baca
NADI, KOMPAS — Pemerintah akan tetap mencoba meraih pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 5,3 persen meskipun beberapa lembaga memperkirakan 5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi 5,3 persen akan tercapai jika investasi dapat meningkat lebih cepat dan pertumbuhan konsumsi terjaga di 5,2 persen.
”Kalau melihat komponen dari agregat permintaan, institusi tersebut (Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia) menganggap faktor eksternal sangat berpengaruh. Oleh karena itu, mereka menganggap 5,2 adalah kombinasi dari permintaan domestik dan faktor eksternal,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Nadi, Fiji, Sabtu (4/5/2019).
Diwawancara di sela-sela pertemuan tahunan ke-52 Bank Pembangunan Asia (ADB) di Fiji, Sri Mulyani mengatakan, dalam situasi ketika semua mengonfirmasi permintaan global akan melemah, sumber pertumbuhan ekonomi yang berasal dari domestik harus diyakinkan agar tetap terjaga.
”Sebab, hal itu yang akan menjadi penyangga. Oleh karena itu, kami akan melihat konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah harus sesuai dengan yang diharapkan,” katanya.
Terkait konsumsi, menurut dia, setidaknya sampai dengan April 2019 cukup bagus. Inflasi terjaga rendah meskipun ada bahan makanan dan tiket pesawat yang memberi kontribusi.
”Akan tetapi, secara tahunan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Artinya, inflasi secara potensial akan tetap terjaga. Sesudah tengah tahun, biasanya akan dilakukan antisipasi inflasi musiman,” katanya.
Alasannya, hari raya Lebaran, liburan sekolah, dan memasuki tahun baru biasanya menimbulkan tekanan inflasi yang sifatnya musiman. ”Oleh karena itu, konsumsi barangkali akan tetap terjaga tumbuh di atas 5 persen, yaitu 5,1 persen atau 5,2 persen,” ujarnya.
Kinerja belanja pemerintah sampai dengan April 2019 dinilai baik. Bahkan akselerasi, terutama untuk belanja-belanja sosial, cukup baik.
”Mungkin tantangannya adalah belanja modal, belanja infrastruktur. Meskipun hal ini tampaknya juga terjadi akselerasi karena ini sudah tahun terakhir, di mana akselerasi proyek-proyek infrastruktur juga mulai cukup cepat,” kata Sri Mulyani.
Menurut dia, hal yang mungkin harus dibaca secara hati-hati adalah investasi. Sebab, dalam 5 tahun terakhir—sesudah harga komoditas jatuh—tidak meningkat cukup cepat.
Pada tahap pertama harga komoditas jatuh, pengaruhnya terasa pada kredit perbankan yang melemah. Pada 2014, 2015, dan 2016 tersebut pertumbuhan kredit perbankan di bawah 10 persen.
”Namun, mulai 2018 dan kontinu sampai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan terakhir, pertumbuhan kredit untuk investasi, modal kerja masih sangat baik. Sangat baik, artinya, sudah di atas 10 persen dan bahkan sekarang di kisaran 12-13 persen. Hal itu berarti ada semacam kepercayaan diri yang mulai muncul,” katanya.
Apabila dikombinasikan, beberapa waktu lalu mungkin hal tersebut sedikit tertahan karena ada Pemilu 2019 yang menyebabkan orang masih akan menunggu dan melihat. ”Moga-moga ini akan terjadi perbaikan dari sisi sentimen pada triwulan II-2019,” ujarnya.
Dalam konteks ini, Sri Mulyani mengatakan, pihaknya percaya konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah akan cukup optimal. Apabila ketiga hal tadi cukup bagus, pertumbuhan 5,2 persen atau mendekati 5,3 persen sebenarnya bisa tercapai.
Waspada
Menurut dia, hal yang harus diwaspadai adalah ekspor yang pertumbuhannya negatif. Situasi ini mirip pada periode 2014-2015, yakni saat pertumbuhan ekspor secara triwulanan maupun tahunan negatif. Kondisi tersebut biasanya menyebabkan kontraksi terhadap produk domestik bruto (PDB), yang dari sisi domestik sebenarnya sudah bagus.
”Kita lihat defisit dianggap perlu ditangani secara serius. Dan langkah-langkah yang dilakukan adalah mengurangi atau mengontrol impor. Ini pasti ada pengaruhnya ke produksi karena banyak impor adalah impor bahan antara dan barang modal. Walaupun yang kami kurangi sebenarnya lebih banyak pada barang konsumsi,” kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut ia mengatakan, ”Sehingga kalau multilateral development bank mengatakan 5,2 persen, menurut saya wajar saja. Tapi kami akan tetap coba meraih di 5,3 persen, terutama kalau investasi bisa meningkat lebih cepat dan pertumbuhan konsumsi bisa terjaga di 5,2 persen. Saya rasa itu akan cukup baik.”
Secara terpisah, sebelumnya, Kepala Ekonom ADB Yasuyuki Sawada mengatakan, pertumbuhan PDB Indonesia pada 2019 diperkirakan 5,2 persen. Kekuatan permintaan domestik merupakan salah satu faktor penyumbang pertumbuhan tersebut. (CAS)