Perekonomian RI Diperkirakan Tumbuh Konservatif pada Triwulan I-2019
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian RI pada triwulan I-2019 diperkirakan tumbuh konservatif pada kisaran 5,1 persen. Pertumbuhan ekonomi ditopang konsumsi rumah tangga, sementara kinerja ekspor dan investasi belum sesuai dengan ekspektasi.
Kendati tumbuh konservatif, perekonomian pada triwulan I-2019 akan lebih tinggi daripada periode sama empat tahun terakhir sejak 2015. Mengutip data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2015 sebesar 4,71 persen, selanjutnya 4,92 persen (2016), 5,01 persen (2017), dan 5,06 persen (2018).
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro kepada Kompas, Minggu (5/5/2019), mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2019 masih konservatif di kisaran 5,1 persen. Motor penggerak berasal dari konsumsi rumah tangga dan perbaikan kinerja ekspor pada Maret 2019.
Meski demikian, konsumsi rumah tangga didominasi sektor jasa. Survei konsumen Bank Indonesia mengindikasikan konsumen masih berhati-hati untuk belanja barang mewah kendati memiliki pendapatan yang cukup. Mereka lebih memilih belanja jasa, terutama untuk pariwisata, kuliner, dan perhotelan.
”Efek dorong konsumsi jasa tidak langsung sehingga perekonomian pada triwulan I-2019 masih tumbuh konservatif. Di sisi lain, tren pertumbuhan ekonomi pada triwulan I biasanya lebih rendah daripada triwulan I dan III,” kata Ari.
Dihubungi secara terpisah, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2019 sebesar 5,13 persen atau melambat dibandingkan pada triwulan IV-2018, yaitu 5,18 persen. Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi juga ditopang kenaikan realisasi belanja bantuan sosial pemerintah yang mencapai 106,2 persen.
”Realisasi belanja bantuan sosial mendorong stabilitas alokasi pendapatan pada konsumsi periode Januari-Maret tahun 2019,” kata Josua.
Menurut Josua, perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2019 dari triwulan IV-2018 karena sikap investor yang cenderung menunggu dan melihat (wait and see) terhadap penyelenggaraan Pemilihan Umum 2019. Akibatnya, kinerja investasi publik dan swasta belum tumbuh sesuai ekspektasi.
Pada triwulan I-2019, lanjut Josua, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan mencapai 5,1 persen lebih tinggi daripada triwulan IV-2019 yang sebesar 5,08 persen. Net ekspor akan mengalami peningkatan seiring perlambatan impor. Di sisi lain, investasi belum tumbuh tinggi karena realisasi belanja modal pemerintah dan investasi swasta melambat.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2019 akan lebih tinggi daripada periode sama tahun 2018. Pemeritah optimistis perekonomian RI akan menyentuh 5,1 persen ditopang konsumsi rumah tangga dan stabilitas harga di sektor pertanian.
Optimistis
Menurut Ari, pertumbuhan ekonomi akan lebih optimistis pada triwulan II dan III-2019. Konsumsi rumah tangga dan kinerja industri manufaktur tumbuh pesat dipengaruhi momen Pemilu 2019. Investasi langsung juga akan masuk ke Indonesia setelah pengumuman resmi dari Komisi Pemilihan Umum pada 22 Mei nanti.
Selain konsumsi dan investasi, kinerja ekspor bisa tumbuh tinggi jika perang dagang Amerika Serikat-China mencapai kesepakatan. Perekonomian kedua negara akan membaik sehingga pemulihan kinerja ekspor terjadi. Indonesia akan terdampak positif karena AS dan China merupakan mitra ekspor dagang terbesar. Dampak ekspor baru terasa pada triwulan IV-2019.
”Perekonomian pada triwulan II-2019 akan tumbuh optimistis sebesar 5,2 persen, sementara pada triwulan III-2019 bisa mencapai 5,3 persen. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 5,2 persen,” kata Ari.
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 sebesar 5,2 persen. Tidak ada perubahan proyeksi dari laporan tahun lalu.
Sementara itu, Bank merevisi proyeksi perekonomian global untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik tahun 2019 dan 2020 menjadi 6 persen. Sebelumnya, IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia pada 2019 dan 2020 menjadi 5,4 persen.
Memasuki Ramadhan dan Idul Fitri, menurut Josua, pemerintah perlu menjaga daya beli konsumen dengan pengendalian inflasi. Suplai makanan harus dijaga, sementara harga untuk barang yang harganya diatur pemerintah (administered prices) tetap dipertahankan hingga akhir tahun, seperti listrik dan bensin.
”Pemberian tunjangan hari raya (THR) dan kenaikan gaji PNS akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2019 lebih optimistis,” kata Josua.