Bersuci di Tepi Sungai Cisadane

KOMPAS/INSAN ALFAJRI

Ibu-ibu mencuci pakaian di tepi Sungai Cisadane, Minggu (5/5/2019). Kemarin, ibu-ibu ini mengikuti keramas bersama untuk menyambut Ramadhan.

Warga Babakan, Kota Tangerang, Banten, punya kebiasaan unik menjelang Ramadhan. Mereka nyebur ke Sungai Cisadane yang melintasi perkampungan mereka. Ritual ini dipercaya sebagai bentuk membersihkan diri memasuki bulan suci.

”...Sampai kapankah… kuharus begini…,” seorang ibu bersenandung di tepi Sungai Cisadane, Minggu (5/5/2019). Dia dan tujuh orang lainnya sedang mencuci pakaian. Kemarin, delapan ibu-ibu ini berenang di Cisadane yang berwarna kuning emas itu. Warga Kampung Bekelir ini menyebutnya sebagai ”keramas bersama”.

Ida Rosida (38) mengaku rutin nyemplung ke Cisadane setiap menjelang Ramadhan. Kemarin, Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah memimpin langsung ritual mandi bersama itu. Anak kecil, orang dewasa, hingga nenek-nenek tumpah ruah ke Cisadane.

KOMPAS/INSAN ALFAJRI

Warga melintas di pinggir Sungai Cisadane, dekat Kampung Bekelir, Kelurahan Babakan, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Minggu (10/2/2019).

”Keramas bareng ini tradisi nenek moyang. Tujuannya untuk menyucikan diri dalam menyambut Ramadhan,” kata bumiputra Tangerang, ini.

Nurhayati (50) bahkan mengaku ikut berenang tanpa menggunakan pelampung. Ia menyeberangi badan sungai selebar 30 meter itu, lalu kembali lagi ke tepian. ”Sejak dulu memang sudah doyan main di sungai,” katanya.

Baca juga: ”Meugang”, Kuatkan Ikatan Sambut Bulan Suci

Ketua RW 001 Kelurahan Babakan M Kholik menuturkan, keramas bersama dulunya menggunakan merang. Tangkai padi yang sudah kering itu dibakar dan diberi air. Air merang menjadi semacam sampo untuk berkeramas.

KOMPAS/INSAN ALFAJRI

Ibu-ibu mencuci pakaian di tepi Sungai Cisadane, Minggu (5/5/2019). Kemarin, ibu-ibu ini mengikuti keramas bersama untuk menyambut Ramadhan.

Kini, kata Kholik, merang berganti dengan sampo bikinan pabrik. Ini seiring masifnya pembangunan di Kota Tangerang, ”Kota Seribu Industri” itu. ”Hampir di seluruh Tangerang sudah tidak ada sawah. Tahun lalu, kami mencari merang di Kabupaten Tangerang,” katanya.

Mandi balimau

Tradisi menyucikan diri ini juga dilakukan sebagian masyarakat Islam di Sumatera Barat. Mereka menyebut ”mandi balimau”.

Di Kota Padang, lokasi pemandian terbuka di Lubuak Minturun dan Lubuak Paraku diserbu pengunjung. Di Kabupaten Padang Pariaman, masyarakat membuat ramuan dari air jeruk dan rempah-rempah. Lalu ramuan itu diusapkan ke ubun-ubun.

DOKUMENTASI PRIBADI

Budayawan Ranah Minang Syuhendri

Budayawan Ranah Minang, Syuhendri, ketika dihubungi dari Tangerang menuturkan, mandi balimau merupakan kelindan budaya antara pra-Islam dan setelah Islam bernaung di Ranah Minang. Ini berdasarkan ritual dan rempah-rempah yang digunakan. Tujuannya untuk menyucikan diri.

KOMPAS/INGKI RINALDI

Warga lokal dan perantau, Kamis (19/7/2012), memadati aliran Batang Mahek di Jorong Koto Panjang, Nagari Pangkalan, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, untuk melakukan tradisi potang balimau.

Kendati demikian, katanya, balimau tidak berhenti sebagai ritual penyucian diri. Kegiatannya berkembang secara pragmatis mengikuti gerak perubahan di masyarakat. Di Kabupaten Limapuluh Kota, misalnya, tradisi potang balimau menjadi destinasi wisata.

Baca juga: Cara Warga Kampung Bustaman Merawat Tradisi

Akibatnya, kesakralan aktivitas itu pun menjadi berkurang. ”Sekarang itu balimau tidak lebih dari sekedar pai raun (pergi vakansi) jelang Ramadhan,” kata pegiat Teater Noktah ini.

Menurut ulama terkemuka di Padang, Buya Mas’oed Abidin, balimau tidak ada dalam Islam. Akan tetapi, kegiatan menjelang Ramadhan ini sudah diterima menjadi suatu kebiasaan umum di Minangkabau (Kompas, 5/10/2005).

Pembaca, sudah sucikah, Engkau?