JAKARTA, KOMPAS – Para sprinter elite andalan Indonesia belum bisa mencapai kecepatan optimal karena teknik berlari yang belum sempurna. Kondisi itu membuat daya tahan kecepatan mereka belum stabil.
Kondisi itu terlihat dalam latihan daya tahan kecepatan di Stadion Madya Senayan, Jakarta, Jumat (3/5/2019). Pelatih kepala pelari PB PASI Eni Nuraini memberikan program daya tahan berupa lari dengan kecepatan optimal sejauh 80 meter atau melalui 38 cone (piringan kerucut penanda) sebanyak empat kali per atlet.
Para anggota tim pelari elite yang mengikuti latihan itu, yakni Muhammad Bisma Diwa, Lalu Muhammad Zohri, Eko Rimbawan, Joko Kuncoro Adi, Bayu Kertanegara, dan Adi Ramli Sidiq. Namun, hampir semua pelari belum melakukan gerakan lari secara benar.
Bisma dan Joko sering kali memaksa memanjangkan langkah kaki untuk melewati semua cone yang berjarak rata-rata tujuh langkah atau sekitar 2,5 meter. Gerakan itu membuat pelari tidak bisa melakukan tolakan kaki belakang dengan energi optimal.
Mereka pun tidak bisa melakukan pendaratan dengan baik karena tumpuan kaki depan berada di depan pinggul. Padahal, tumpuan kaki depan yang baik adalah sedikit di bawah pinggul. Tolakan kaki belakang yang kurang berenergi dan pendaratan kaki depan yang buruk membuat pelari tidak bisa melakukan akselerasi dengan cepat.
”Selain itu, semua gerakan tersebut bisa memicu cedera hamstring dan lutut,” ujar Eni.
Sementara itu, Eko masih berlari dengan kepala condong ke depan. Gerakan itu membuat dia tidak rileks berlari. Padahal, salah satu kunci kecepatan optimal adalah berlari dengan tenang dan santai. Untuk itu, Eko pun belum mencapai kecepatan optimalnya.
Adapun Adi Ramli berlari dengan tapak kaki miring ke samping luar. Harusnya, atlet berlari dengan tapak kaki lurus ke depan. Dengan cara menapak yang buruk, Adi pun sering merasakan cedera paha bagian dalam. Dalam latihan itu, ia kembali merasakan cedera tersebut sehingga tidak bisa menuntaskan sesi keempat atau terakhir.
Menurut Eni, buruknya teknik berlari para atlet itu karena tidak diarahkan dengan benar ketika di daerah. Teknik itu masih bisa diperbaiki tapi butuh waktu yang tak singkat, terutama untuk pelari yang usianya sudah di atas 20 tahun, seperti Bisma, Joko, dan Eko. ”Kita harus paksa mereka berubah secara bertahap. Jika tidak melakukan teknik yang benar, sulit bagi pelari untuk meningkatkan kecepatannya,” kata Eni.
Praktis, hanya Zohri dan Bayu yang sudah melakukan teknik berlari dengan baik. Hanya saja, mereka juga tidak luput dari kekurangan. Zohri belum bisa melakukan tolakan awal lari dengan cepat walaupun akselerasinya di 30 meter awal sudah lebih baik.
Dari Bayu, dirinya perlu meningkatkan lagi tenaga tolakan kaki belakang dengan tinggi pinggul ketika berlari harus lebih tinggi dari biasa ia lari. ”Kami berusaha melakukan pembenahan secara berlahan. Tidak boleh terlalu memaksa atlet berubah dengan cepat karena justru akan memicu cedera,” tegas Eni.
Kejuaraan Dunia Estafet
Setelah mengikuti Kejuaraan Asia Atletik 2019 di Doha, Qatar, tim pelari akan mengikuti Kejuaraan Dunia Estafet 2019 di Yokohama, Jepang, 11-12 Mei. Mereka bisa mengikuti kejuaraan itu lewat undangan karena bisa melampaui limit 39,00 detik ketika meraih perak dengan waktu 38,77 detik di Asian Games 2018.
Pasca mengikuti ajang itu, tim akan memenuhi undangan untuk tampil di Grand Prix Jepang Terbuka 2019 di Osaka, 19 Mei. Di sana, tim akan turun di nomor 100 meter dan estafet 4x100 meter. ”Kami hanya minta mereka mempertahankan catatan waktu terbaiknya. Kami tidak menargetkan muluk-muluk karena fisik mereka belum pulih 100 persen setelah ikut Kejuaraan Asia Atletik kemarin,” tutur Eni.
Selain tim pelari, pelari 100 meter gawang putri andalan Indonesia Emilia Nova juga diundang ikut GP Jepang Terbuka 2019. Hanya saja, pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi menyampaikan, Emil tidak akan ikut karena masih tahap pemulihan cedera lutu.
”Saya lebih baik Emil pulih dulu 100 persen. Baru setelah itu kami memikirkan ikut perlombaan yang ada. Toh, ke depan, masih banyak kejuaraan lain yang perlu diikuti, seperti World University Games di Italia pada Juli dan Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Qatar pada September,” ungkap Ongky.
Sementara itu, atlet lompat jauh terbaik Indonesia Sapwaturrahman akan tampil di Taiwan Terbuka 2019 pada 25-26 Mei. Sapwan, sapaan Sapwaturrahman, berusaha meraih hasil lebih baik di kejuaraan itu. Pada Kejuaraan Asia Atletik, Sapwan gagal meraih medali karena tiga lompatannya tidak sah sehingga didiskualifikasi pada babak final.