Satelit Satria Diharapkan Penuhi Kebutuhan Internet untuk Layanan Publik
Untuk memenuhi kebutuhan akses internet sampai ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, pemerintah menghadirkan layanan berbasis satelit multifungsi. Keberadaannya dipakai melengkapi infrastruktur jaringan yang sudah ada.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk memenuhi kebutuhan akses internet sampai ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, pemerintah menghadirkan layanan berbasis satelit multifungsi. Keberadaannya dipakai melengkapi infrastruktur jaringan yang sudah ada.
”Indonesia sekarang memasuki era data internet. Konsumsi layanan seluler berupa data membesar setiap tahun,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara di sela-sela acara penandatanganan perjanjian kerja sama, perjanjian penjaminan, dan perjanjian regres proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha pada proyek satelit multifungsi Satelit Republik Indonesia (Satria), Jumat (3/5/2019), di Jakarta.
Menurut dia, Indonesia tergolong negara yang tertinggal dalam urusan pembangunan akses internet. Negara tetangga, seperti Malaysia, mulai membangun infrastruktur jaringan pita lebar sejak tahun 1996. Sementara Indonesia baru gencar sekitar tahun 2000-an.
”Salah satu tolok ukur kemajuan negara kini adalah infrastruktur akses internet atau besaran bandwidth per kapita. Negara tetangga mungkin mudah membangun karena kondisi geografisnya tidak sekompleks Indonesia. Upaya kami menghadirkan satelit multifungsi mengatasi tantangan geografis itu,” tuturnya.
Kajian proyek satelit multifungsi Satria dimulai awal tahun 2017, kemudian diikuti proses market sounding pada Desember 2017. Pada tahun berikutnya berlangsung studi kelayakan. Lelang berjalan sejak Oktober 2018 dan pengumumannya pertengahan April 2019. Pemenangnya adalah Pasifik Satelit Nusantara.
Nilai Satria sebesar Rp 21 triliun. Nilai ini sudah mencakup sejak perakitan sampai pemeliharaan 15 tahun. Satria dikerjakan dengan konsep kerja sama pemerintah dan badan usaha.
Konstruksi Satria dilakukan pada akhir tahun 2019 oleh manufaktur satelit asal Perancis, Thales Alenia Space. Satria direncanakan selesai dan siap diluncurkan pada kuartal kedua tahun 2022. Setelah sampai pada orbit 146 BT, Satria yang menggunakan frekuensi Ka-band dengan teknologi very high throughput satellite dengan kapasitas frekuensi 150 gigabyte per detik (gbps) diharapkan dapat beroperasi pada awal tahun 2023.
Satria diharapkan bisa memenuhi kebutuhan akses internet untuk layanan publik di 150.000 lokasi, misalnya pendidikan dan komunikasi TNI.
Proyek jaringan tulang punggung Palapa Ring menjangkau 57 kabupaten/kota di Indonesia. Proyek ini terdiri dari Paket Barat, Paket Tengah, dan Paket Timur. Total panjang kabel serat optik jaringan tulang punggung dari ketiga paket tersebut mencapai sekitar 12.000 kilometer. Total kapasitas jaringan mencapai 80 gbps.
Keberadaan jaringan tulang punggung Palapa Ring bak jalan tol. Dengan demikian, agar layanan bisa sampai kepada pelanggan sampai tingkat desa, jaringan tulang punggung itu memerlukan jaringan akses. Pembangunan jaringan akses diserahkan kepada operator telekomunikasi.
Pemerintah menghadirkan satelit multifungsi karena keterbatasan jangkauan geografis jaringan berbasis kabel yang dimiliki oleh Palapa Ring.
Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Anang Latif menjelaskan, untuk melayani kebutuhan layanan publik di 150.000 lokasi tertinggal, terdepan, dan terluar, kapasitas akses internet yang harus disediakan sebesar 200 gbps. Sementara kapasitas yang dimiliki satelit multifungsi Satria hanya 150 gbps. ”Oleh karena itu, Kemkominfo berencana akan ada lagi proyek satelit multifungsi baru,” katanya.
Anang tidak menjelaskan lebih detail mengenai wacana itu. Sebaliknya, dia menekankan, fokus Kemkominfo dan Bakti sekarang adalah realisasi satelit multifungsi Satria yang dijadwalkan meluncur dan beroperasi tahun 2023..
Sambil menunggu tahun 2023, dia mengatakan, sudah ada keputusan menyewa kapasitas akses internet dari operator satelit telekomunikasi swasta. Bakti telah mengadakan perjanjian kerja sama dengan lima operator satelit telekomunikasi, yakni PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom, Teleglobal, Pasifik Satelit Nusantara, konsorsium iForte, dan PT Aplikanusa Lintasarta. Anggaran sewa diambil dari dana pelayanan universal yang dikumpulkan Bakti.
”Secara nasional, permintaan warga terhadap kapasitas akses internet membesar setiap tahun. Lalu lintas konsumsi internet di Indonesia sekarang telah menembus ukuran satuan terabyte,” ujar Anang.
Secara terpisah, Direktur Teleglobal Candra Indianto membenarkan bahwa Teleglobal bersama operator satelit SES Network ambil bagian dalam penyediaan layanan akses internet pita lebar berbasis satelit untuk Indonesia. Teleglobal dan SES Network telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Bakti.
Perjanjian kerja sama itu berlaku lima tahun. Isinya mengenai kesepakatan kontrak bahwa Teleglobal bersama SES sanggup menyediakan kapasitas layanan satelit sebesar 1,3 GHz. Satelit telekomunikasi memakai milik SES Network, yaitu SES-12, yang kini sudah menjangkau seluruh kawasan Asia Pasifik.
”Perjanjian itu disertai opsi perpanjangan kontrak untuk jangka waktu lima tahun berikutnya,” ujar Chandra.
Dia mengatakan, Teleglobal berkomitmen mendukung upaya pemerintah mengatasi kesenjangan akses internet. Layanan akses internet berbasis satelit dapat dipakai menunjang pelaksanaan sistem pemerintahan secara elektronik (e-government) dan layanan publik lain.