Independensi Media Diuji
Tahun ini, media Indonesia menghadapi ujian berat dalam upaya penegakan independensi. Perhelatan pilpres 2019 menyeret sejumlah media dalam pusaran politik.
JAKARTA, KOMPAS—Keterlibatan sejumlah media dalam kontestasi politik telah menjadi rahasia umum. Kondisi itu berimbas pada munculnya keraguan publik terhadap independensi media-media arus utama.
Tak dimungkiri, dinamika politik mempengaruhi dunia pers Indonesia. Menjelang pemilu, sejumlah partai membuat media dan beberapa pemilik media juga membuat partai atau masuk partai politik dan menggunakan medianya untuk kampanye. Tak mau ketinggalan, wartawan pun ikut tergoda menjadi calon legislatif merangkap tim sukses bagi tim kontestan yang akan bertarung di Pilpres 2019.
“Kondisi tersebut mengakibatkan publik kehilangan kepercayaannya pada netralitas pers dan kebenaran beritanya. Di saat media arus utama tidak bisa dipercaya, masyarakat mencari alternatif (sumber informasi) dari media sosial,” kata Ratna Komala, anggota Dewan Pers, Jumat (3/5/2019) dalam diskusi Hari Kebebasan Pers Sedunia, Jumat, yang digelar Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), Dewan Pers, dan Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.
Di saat media arus utama tidak bisa dipercaya, masyarakat mencari alternatif (sumber informasi) dari media sosial.
Diskusi itu juga dihadiri Direktur Kantor UNESCO di Jakarta Shahbaz Khan dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Timor Leste, dan ASEAN Moazzam Malik, serta sejumlah pembicara lainnya.
Hasil penelitian Indeks Kemerdekaan Pers oleh Dewan Pers pada 2016-2018 menunjukkan, media di Indonesia secara keseluruhan belum independen. Dari indikator politik, disimpulkan ruangan redaksi media belum sepenuhnya independen karena masih adanya intervensi dari pemilik media. Demikian juga untuk indikator ekonomi, ada ketergantungan media terhadap pemerintah sebagai pemasang iklan media.
Untuk menegakkan independensi media, Dewan Pers telah mengeluarkan surat edaran nomor 01/SE-DP/I/2018 tentang Posisi Media dan Imparsialitas Wartawan dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Jurnalis atau wartawan yang ingin mencalonkan diri menjadi calon legislatif atau terlibat sebagai tim sukses pemilu, harus mengundurkan diri sementara waktu dari profesinya sebagai jurnalis atau mengundurkan diri secara permanen.
“Peran media yang independen semakin penting di saat berbagai informasi yang kebenarannya tidak bisa dipastikan beredar luas. “Tujuan media adalah memiliki sikap kritis, serta memastikan informasi yang kredibel dan berpihak pada publik dapat disebarluaskan,” kata Shahbaz Khan.
Sementara Malik berpendapat, publik perlu diedukasi cara menilai kredibilitas sebuah informasi. “Hoaks merupakan ancaman terbesar masyarakat. Untuk memberantasnya, semua pihak harus memiliki komitmen kuat dan memiliki kewajiban moral demi demokrasi dan kohesi sosial,” ucapnya.
Kekerasan terhadap jurnalis
Selain persoalan independensi, dalam setahun terakhir mulai Mei 2018 hingga Mei 2019, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga mencatat sebanyak 42 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di 35 kabupaten/kota di Indonesia. Jenis kekerasan yang terjadi meliputi kekerasan fisik, kriminalisasi, dan ancaman.
“Reporters Without Borders (Organisasi Pemantau Media di Paris) menempatkan indeks kemerdekaan pers Indonesia di peringkat ke-124 yang artinya stagnan atau tidak ada kemajuan sama sekali dibanding tahun 2018 lalu. Karena itu, AJI berpandangan perlu upaya serius dari semua aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis agar memberi efek jera kepada pelaku lainnya,”kata Ketua Umum AJI Abdul Manan.
Oleh karena itu, dalam perhelatan Hari Kebebasan Pers Sedunia ini, AJI mendesak aparat penegak hukum agar memproses dengan serius laporan kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media. Masyarakat dan organisasi massa juga didorong agar menyelesaikan kasus sengketa pemberitaan sesuai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Pers.
Dalam rangka menjaga independensi ruang redaksi sesuah amanah UU Pers, AJI juga mendesak pemilik media tidak memanfaatkan ruang redaksi untuk kepentingan politik praktis serta mengajak jurnalis menjalan tugas dengan profesional sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers.
“Profesionalisme jurnalis ini tidak akan tercapai jika industri media tidak memberikan jaminan perlindungan bagi para pekerjanya,” kata Manan.