Peran guru turut berpengaruh dalam pengembangan dunia pendidikan Indonesia guna menghasilkan sumber daya manusia yang unggul. Salah satu alternatif melalui pembelajaran berbasis “High Order Thinking Skills” atau keterampilan berpikir tingkat tinggi. Wawasan dan kreativitas yang tinggi dari guru turut menentukan seberapa besar keberhasilan penerapan metode ini di lapangan.
Oleh
SAMUEL OKTORA
·5 menit baca
Peran guru turut berpengaruh dalam pengembangan dunia pendidikan Indonesia guna menghasilkan sumber daya manusia yang unggul melalui pemelajaran berbasis “High Order Thinking Skills” atau keterampilan berpikir tingkat tinggi. Wawasan dan kreativitas yang tinggi dari guru turut menentukan seberapa besar keberhasilan penerapan metode ini di lapangan.
Tepat pukul 13.00, bel di SMA Negeri 1 Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (29/4/2019), berdering tanda siswa harus kembali masuk kelas selepas istirahat. Bunyi nyaringnya mengiringi langkah Titing Kurniati, guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memasuki ruang Kelas XI IPA 1.
Di muka kelas, ia tidak langsung memaparkan materi. Proyektor tengah dipasang dua muridnya. Setelah selesai, bahan presentasi “Mewaspadai Ancaman Terhadap NKRI” terpampang jelas. Dia lantas mempersilakan seorang siswa tampil di depan memaparkan materi itu.
“Integrasi itu upaya mempersatukan dari berbagai perbedaan yang ada. Kita sebagai pelajar juga dapat berperan turut menjaga persatuan, jangan malah mempertajam perpecahan. Demikian paparan dari saya, silakan kalau dari teman-teman ada pertanyaan,” kata seorang siswa yang mencoba memaparkan presentasi.
Sejumlah siswa yang duduk di kursi pun mengangkat tangan. Beberapa pertanyaan kritis dilontarkan. Setelah tanya jawab itu usai, Titin kemudian bicara. Dia mengaitkan tema itu dengan Pemilihan Presiden 2019.
“Pilpres memiliki kerawanan yang bisa saja mengancam integrasi nasional karena ada perbedaan pilihan. Oleh karenanya perlu dijaga persatuan, walau kita berbeda pilihan politik jangan sampai terpecah belah dengan sesama anak bangsa,” ujar Titing.
Wakil Kepala SMA Negeri 1 Kabupaten Sumedang Bidang Kurikulum, Titin Suryati Sukmadewi, menuturkan, kegiatan belajar semacam itu merupakan salah satu model yang diterapkan dengan diskusi, tak hanya ceramah atau siswa cuma menyimak paparan dari guru melalui proyektor LCD.
“Model pembelajaran memang dibuat variatif sehingga tidak monoton dan siswa juga tidak jenuh. Kegiatan seperti ini juga mengacu pada HOTS yang intensif diterapkan sekitar 2017. Peran guru lebih sebagai fasilitator, menggali potensi siswa untuk problem solving (penyelesaian masalah), serta melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Dalam diskusi seperti itu guru sifatnya hanya menguatkan saja,” kata Titin.
Model pembelajaran memang dibuat variatif sehingga tidak monoton dan siswa juga tidak jenuh. Kegiatan seperti ini juga mengacu pada HOTS yang intensif diterapkan sekitar 2017.
Pembelajaran berbasis HOTS terpusat pada siswa (student centered), tak lagi berpusat pada guru (teacher centered). Pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menekankan HOTS ini dalam Kurikulum 2013.
Titin juga berpendapat, dalam penerapan HOTS, guru perlu memperhatikan sejumlah hal dalam membuat soal, yakni menuntun siswa untuk melakukan penalaran. Soal yang diberikan pada siswa itu tak semata-mata langsung memberi petunjuk pada sebuah rumus.
Menuntut penalaran
Soal-soal HOTS belum tentu susah, dan soal yang susah juga belum tentu HOTS karena sebagaimana soal dalam ajang olimpiade itu sangat sulit, tetapi tak menuntut penalaran yang tinggi, juga tak kontekstual, serta berkonsep HOTS.
“Saya paling tidak berusaha menyediakan waktu satu jam untuk menyiapkan bahan ajar, termasuk soal-soal. Jangan sampai soal yang kita berikan di kelas, kita juga kesulitan menyelesaikanya. Kalau ada soal yang belum terpecahkan, saya sampai tidak bisa tidur,” ujar Titin, yang juga guru Matematika kelas XII SMA Negeri 1 Sumedang.
Titin juga aktif mengikuti kompetisi untuk mengasah kemampuannya, dan dia dapat meraih medali emas bidang matematika SMA/ SMK Olimpiade Sains Guru 2014.
Dari jerih payah guru di SMAN 1 Sumedang yang menerapkan pembelajaran berbasis HOTS telah membuahkan prestasi. Dua siswa kelas XII, Revaldi Kurnia (18) dan Dadang Hawari Subhan (17) berhasil meraih medali emas dan perak dalam Thailand International Mathematical Olympiad (TIMO) 2019, yang digelar di Phuket, Thailand, tanggal 5-8 April. Kompetisi internaisonal ini baru diikuti oleh sekolah ini.
Selain itu, Revaldi dan Dadang juga memperoleh medali emas peringkat terbaik (penghargaan Best of The Best) dan peraih merit dalam Kompetisi Matematika Nalaria Realistik (KMNR) ke-14 di Jakarta, tanggal 28 April. Kompetisi tersebut menyajikan soal-soal HOTS.
Revaldi merasakan besar manfaat dari pembelajaran berbasis HOTS yang diberikan oleh guru. Siswa selalu ditekankan dalam menyelesaikan soal memahami ide utama atau duduk perkaranya, baru kemudian mencari cara pemecahannya dengan berbagai konsep.
“HOTS menekankan pada nalar atau logika. Dengan memahami persoalan, maka soal-soal dapat diselesaikan dengan cepat. Berbeda pada soal-soal olimpiade, kita dituntut mempunyai cara over kill, sangat cepat atau penyelesaian yang tak biasa. Tapi untuk soal-soal HOTS harus benar-benar paham ide utamanya itu apa,” kata Revaldi.
Menurut Revaldi, dengan metode HOTS, dirinya terbantu sekali dalam menyelesaikan soal-soal ujian nasional (UN), maupun ujian tertulis berbasis komputer (UTBK) pada seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN) yang tinggi sekali tingkat kesulitannya.
Sementara itu Dadang Hawari Subhan berpendapat, dalam pembelajaran HOTS, hafalan rumus merupakan nomor kesekian. “Ibarat senjata, rumus itu semacam pisau kecil, dan logika semacam pedang. Rumus itu tetap penting sebagai pegangan,” ucap Dadang.
Sementara itu guru Bahasa Inggris SMP Negeri 6 Kabupaten Sumedang, Ade Sugiana menuturkan, dirinya dalam mengajar juga memanfaatkan teknologi digital dalam pemberian tugas bagi siswa, di antaranya lewat vlog literasi.
Siswa diminta membuat vlog durasi empat menit berbahasa Inggris. Mereka diminta membuat kelompok dua orang. Satu siswa berperan mengambil gambar, dan siswa lainnya berperan semacam reporter yang melaporkan kejadian.
“Ini sudah saya coba dengan tema penggusuran pedagang kaki lima Pasar Sandang. Dari kegiatan ini banyak muncul kreativitas siswa, dan tak menyangka yang dikelas terkesan plonga-plongo dan pendiam, ternyata dalam vlog atraktif, dan bagus hasil editan videonya,” ujar Ade.
Ade juga mengarahkan siswa membuat semacam komik mini percakapan dalam Bahasa Inggris. Tugas yang diberikan dalam satu lembar kertas A4, yang terdiri dari beberapa gambar. Gambar tersebut dapat diambil dari foto pribadi, keluarga, atau dari internet yang kemudian dibubuhkan kalimat atau percakapan.
“Sedangkan untuk kegiatan ulangan harian atau ujian tengah semester, saya juga bisa membuat kuis dengan memanfaatkan Kahoot (aplikasi berbasis web). Siswa sangat antusias dengan model ini,” ucap Ade, yang juga Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Sumedang.