JAKARTA, KOMPAS – Pasca mengikuti Kejuaraan Asia Atletik 2019 di Doha, Qatar, 21-24 April, tim atletik langsung menggelar latihan rutin. Mereka bergegas memperbaiki semua kesalahan yang terjadi di kejuaraan itu yang membuat mereka gagal meraih prestasi, yakni di nomor estafet 4x100 meter putra, lompat jauh putra, dan lari 100 meter gawang putri.
Pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini ditemui di Jakarta, Kamis (2/5/2019), mengatakan, dari Doha, ia melihat kelemahan utama tim estafet saat perpindahan tongkat dari pelari pertama ke kedua dan dari pelari kedua ke ketiga. Dalam babak penyisihan estafet Kejuaraan Asia Atletik, tim menurunkan formasi pelari pertama Muhammad Bisma Diwa, pelari kedua Eko Rimbawan, pelari ketiga Joko Kuncoro Adi, dan pelari keempat Bayu Kertanegara.
Saat perlombaan, Bisma tampak sudah tepat dalam mengantarkan tongkat. Namun, Eko terlambat keluar. Akibatnya, saat tongkat akan diberikan, jarak antara Bisma dan Eko terlalu rapat. Ketika akan mengantar tongkat, Eko justru datang terlambat dan Joko keluar terlalu cepat. Jarak keduanya pun terlampau jauh. Hal itu membuat Joko sedikit menurunkan kecepatan guna menanti Eko.
Perpindahan tongkat dari Bisma ke Eko dan Eko ke Joko sama-sama kurang mulus. Keduanya membuat tim tidak bisa memacu kecepatan optimal, terutama ketika Joko harus menurunkan kecepatan. Pelari jika sudah menurunkan kecepatan saat lomba, mereka akan sulit untuk kembali meningkatkan kecepatannya dan mengejar lawan-lawan yang sudah melesat cepat.
Atas dasar itu, Eni memberi porsi khusus latihan perpindahan tongkat. Dalam latihan kali ini, ia memberikan dua program. Pertama adalah latihan perpindahan tongkat secara bergantian antardua pelari dalam jarak 120 meter sebanyak tiga kali sesi per pasangan. Kedua adalah latihan perpindahan tongkat secara berkelanjutan oleh enam pelari dalam jarak 150 meter sebanyak tiga kali sesi. Keenam pelari itu adalah Joko, Bayu, Eko, Zohri, Bisma, Adi Ramli Sidiq.
Latihan ini butuh waktu yang tak singkat
Dari sesi pertama dan kedua latihan pertama, tampak pasangan Bisma dan Lalu Muhammad Zohri serta Eko dan Joko masih mengulangi kesalahan. Khususnya Bisma dan Eko, kedua pelari itu belum mulus saat mau menerima ataupun memberikan tongkat.
Ketika pasangan masing-masing sudah memberi kode menekuk tangan ke belakang untuk menyambut tongkat, Bisma ataupun Eko tidak langsung mendorong tangan yang memegang tongkat lurus ke depan. Mereka masih mengayun tangan itu satu-dua kali. Hal itu membuat proses perpindahan tongkat lambat. Pada sesi ketiga latihan pertama, mereka cenderung lebih baik.
Dari sesi kedua latihan kedua, Eko berlari terlalu rapat atau berjarak kurang satu meter dengan pelari di belakangnya, yakni Zohri dan terlalu jauh atau berjarak lebih dari dua meter dengan pelari di depannya, yakni Bayu. Hal itu membuat tangan Zohri menekuk ketika memberi tongkat ke Eko.
Sedangkan Bayu terlalu lama menjulurkan tangan ke belakang ketika mau menerima tongkat dari Eko. Gerakan tangan Zohri yang menekuk dan Bayu yang terlalu lama menjulurkan tangan ke belakang sama-sama menghambat laju lari. Namun, pada sesi pertama dan ketiga latihan kedua, tim cenderung lebih baik.
Eni menuturkan, tidak mudah memperbaiki kesalahan itu. Pelari secara individu maupun tim harus terus dikasih pemahaman dan latihan berulang. Kalau hanya satu-dua kali latihan, mereka tidak akan langsung lebih baik. Jikapun lebih baik dalam satu-dua kali latihan, mereka belum tentu tetap benar saat latihan berikutnya.
”Jadi, latihan ini butuh waktu yang tak singkat. Sebagai gambaran, tim Asian Games 2018 butuh persiapan dua tahun sebelum tampil di Asian Games itu,” ujar Eni.
Pertajam akurasi
Dari lompat jauh, pelatih lompat jauh PB PASI Arya Yuniawan Purwoko berusaha untuk meningkatkan akurasi Sapwaturrahman dari memulai lari, mempertahankan kecepatan dan langkah kaki, serta take off di titik lompatan. Dalam final lompat jauh Kejuaraan Asia Atletik, tiga lompatan Sapwan, sapaan Sapwaturrahman, tidak sah karena saat take off kakinya melewati garis akhir wilayah lompatan.
Pada percobaan pertama, Sapwan melakukan start di 38 meter tetapi kakinya melewati batas lompatan sekitar tiga sentimeter (cm). Pada percobaan kedua, atlet asal Nusa Tenggara Barat itu mundur satu langkah atau sekitar 0,1 meter dari titik awal start tetapi kakinya melewati batas lompatan sekitar satu cm. Pada percobaan ketiga, ia mundur dua langkah atau 0,2 meter dari titik awal start tetapi kakinya masih melewati batas lompatan sekitar setengah cm.
Menurut Arya, dalam latihan sehari-hari di Jakarta dan pemanasan di Doha, Sapwan sudah terbiasa start di 38 meter dan tidak pernah melewati garis batas lompatan. Namun, saat final, Sapwan ternyata lebih percaya diri dan kencang dibanding biasanya. Untuk itu, akurasinya sedikit melewati garis lompatan.
Arya menyampaikan, itu sebenarnya gelagat baik. Sapwan artinya sudah berani menunjukkan kemampuan terbaiknya. Sekarang, Sapwan harus dibiasakan start di 38,2 meter. Titik start itu lebih sesuai dengan kecepatan Sapwan sekarang.
”Dengan kecepatan dan teknik melompat sekarang, Sapwan mampu mempertahankan lompatan selalu di atas 7,90 meter. Hal itu harus dijaga dan disesuaikan dengan titik start agar tidak kena diskualifikasi lagi,” kata Arya.
Dari 100 meter gawang putri, pelatih lari gawang PB PASI Fitri ”Ongky” Haryadi mengutarakan, Emilia Nova masih fokus untuk memulihkan diri selama dua minggu ke depan. Kini, Emil hanya diberikan latihan beban tanpa melakukan gerakan melompat dan latihan gerakan di sepeda statis atau renang gaya bebas.
Adapun cedera tumit Emil kembali kambuh sejak Februari lalu. Pada babak penyisihan Kejuaraan Asia Atletik, cedera itu kembali terasa sehingga ia tidak mampu tampil optimal dan gagal lolos ke babak final.