Orang muda seringkali sulit untuk mengendalikan emosi negatifnya sehingga mereka mudah depresi. Padahal, setiap orang diberikan akal untuk melihat dan menghadapi suatu persoalan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Orang muda seringkali sulit untuk mengendalikan emosi negatifnya sehingga mereka mudah depresi. Padahal, setiap orang diberikan akal untuk melihat dan menghadapi suatu persoalan.
Penulis Buku Filosofi Teras, Henry Manampiring mengatakan, seperti di dalam buku yang ia tulis, stoisisme atau filosofi teras mengajak orang untuk menghadapi segala persoalan dengan menggunakan nalar. “Emosi yang positif datang dari nalar yang benar,” ujar Henry di Tangerang, Banten, Jumat (3/5/2019).
Pernyataan tersebut diungkapkan Henry pada seminar dalam perayaan Hari Ulang Tahun Kompas Corner (KC) yang ke-enam di Universitas Multimedia Nusantara. KC merupakan bentuk kerjasama Harian Kompas dengan institusi pendidikan untuk berbagi pengetahuan.
Ia mengungkapkan, kaum stoa (penganut Filsafat Teras) membagi kehidupan menjadi dua bagian yakni di bawah kendali diri sendiri dan tidak di bawah kendali diri sendiri. Sesuatu yang ada di bawah kendali diri sendiri, antara lain opini, pikiran, keinginan, dan apapun tindakan diri sendiri.
Adapun sesuatu yang tidak di bawah kendali diri sendiri, antara lain cuaca, ekonomi, bencana alam, orang lain, reputasi, harta kekayaan, kesehatan, masa lalu, dan masa depan. “Jika kita bisa memperoleh sesuatu tetapi tidak bisa menjamin bisa memilikinya selamanya, maka hal itu masih tidak di bawah kendali kita,” kata Henry.
Bagi kaum stoa, jika seseorang menggantungkan kebahagiaan pada sesuatu di luar kendali diri sendiri, maka hal tersebut adalah irasional. Sumber kebahagiaan sejati harus datang dari dalam dan di bawah kendali diri sendiri.
Meskipun banyak menggunakan nalar, kaum stoa tetap memahami emosi yang ada di dalam manusia. Namun, emosi yang negatif muncul akibat dari nalar yang sesat. Karena itu, jika seseorang bersusah hati karena faktor eksternal, maka kesusahan tersebut datang dari opini diri sendiri mengenai kejadian yang ada di luar dirinya. Manusia memiliki kemampuan untuk mengubah opini tersebut.
Ia menjelaskan, sebuah kejadian seringkali diberikan opini tambahan atau interpretasi diri sendiri sehingga berpengaruh pada emosi jiwa. Sebagai contoh, seseorang mengalami kemacetan kemudian ia marah dengan menyatakan kemacetan tersebut telah membuang waktunya dan membuat pekerjaannya terbelengkalai. Hal tersebut akan membuat dirinya menjadi frustasi.
Padahal setiap orang memiliki kemampuan untuk mengubah opini tersebut dan menganggap kemacetan tersebut sebagai kejadian yang biasa. Alhasil, ia dapat lebih santai menghadapi kemacetan tersebut dan tidak menjadi frustasi.
Pendekatan melalui Filsafat Teras ini akan membuat orang lebih santai dalam menjalani hidup sehingga ia tidak mudah depresi. Cara tesebut dapat dilakukan secara disiplin dalam melihat semua peristiwa dalam hidup.
Menerima diri
Seniman Kontemporer Ian Hugen menceritakan masa kecilnya yang sering dihina oleh teman-temannya karena kondisi fisik dan tingkah lakunya. Penghinaan tersebut membuatkan luka batin dan sulit menerima dirinya sendiri hingga ia memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Adapun Ia berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Di Jakarta, Ian menemukan teman-teman yang mau menerima dirinya. Ia pun termotivasi dan tidak memandang buruk dirinya lagi.
Melalui motivasi yang terus dibangunnya, Ian mampu melihat segala keunikan yang ada di dalam dirinya. Ia melihat segala yang ada di dalam dirinya sebagai sebuah proses dan menerima dirinya sendiri. “Nikmati dan rayakan segala kebahagiaan dan kesedihan. Perasaan itu yang akan membuatmu menjadi manusia yang seutuhnya,” ujar Ian.
Pendiri Komunitas Get Happy Caecilia Dee menceritakan pengalamannya saat mengalami depresi dan menjadikannya tidak produktif. Dalam kondisi tersebut, ia mencari bantuan ke psikolog.
Melalui beberapa konseling, ia pun menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental. Ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri. Berbeda dengan egois, mencintai diri sendiri memiliki batasan dan tidak merugikan orang lain.