Dari Megamendung hingga Hantu Bengkel
Meja Kartino (45), guru kelas VII SMPN 2 Kota Cirebon, tampak sesak, Senin (29/3/2019). Belasan buku pelajaran dan novel menumpuk di mejanya yang diberi penanda bertuliskan ”Mini Library”. Karton berbentuk lingkaran dengan diameter setengah meter, spanduk, hingga payung yang dimodifikasi memenuhi meja guru bahasa Inggris tersebut.
Aneka ”perkakas” tersebut merupakan media Kartino dalam mengajar. Ada MPO Jali (media pohon jati literasi) yang digunakan Kartino sejak 2017. Media itu terbuat dari banner dengan ilustrasi pohon jati. Setiap ranting pohon diisi kata-kata berbahasa Inggris yang countable (dapat dihitung) dan uncountable (tidak dapat dihitung) serta dimasukkan ke amplop. Setelah itu, siswa mendiskusikannya.
”Jadi, siswa tidak lagi harus menghafal perbedaan kedua jenis kata itu, tetapi berpikir dan mempraktikkannya,” ujar Kartino yang menjadi finalis lomba karya inovasi pembelajaran guru tingkat nasional pada 2017.
Jadi, siswa tidak lagi harus menghafal perbedaan kedua jenis kata itu, tetapi berpikir dan mempraktikkannya.
Selain berkreasi dengan MPO Jali, Kartino juga membuat media pembelajaran L2D (leaflet lingkaran deskripsi). L2D terbuat dari karton berbentuk lingkaran dan dilapisi kain flanel, seperti papan panah yang terbagi enam sisi dengan lima lingkaran. Setiap lingkaran bertuliskan place, animal, dan people.
Cara kerjanya, siswa melemparkan bola yang diberi perekat sepatu ke lingkaran. Jika mengenai kolom animal, siswa akan mendeskripsikan seekor hewan sesuai pengetahuannya. Jika jawabannya benar, lampu kecil di tengah lingkaran yang terhubung dengan baterai akan menyala.
Karya terbaru Kartino adalah Megamendung (meniru gaya menebak tudung). Media ini terbuat dari payung bekas yang dimodifikasi dengan kain bermotif batik megamendung, khas Cirebon. Kain itu terbagi delapan sisi yang mempresentasikan delapan kelompok.
Setiap kelompok yang terdiri dari empat siswa akan menerima amplop yang di dalamnya terdapat huruf-huruf. Huruf itu harus disusun menjadi sebuah kata dalam bahasa Inggris. Setelah itu, amplop akan dimasukkan ke dalam tudung megamendung. Jaring di bawah tudung menjaga amplop tak jatuh. Lalu, tudung diputar.
Perwakilan setiap kelompok kemudian mengambil amplop secara acak dan mendiskusikan kata yang ada di dalam amplop. Kata tersebut lalu diperagakan dengan bahasa Inggris dan kelompok lainnya menebaknya. Misalnya, kata guru, siswa harus memeragakan aktivitas guru.
”Ini cara saya mengembangkan high order thinking of skills (HOTS),” ucap Kartino yang pernah mengikuti pelatihan guru di Australia pada 2013. HOTS atau keterampilan berpikir tingkat tinggi tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat, tetapi juga kemampuan berpikir kreatif dan kritis.
Belakangan, Kartino mulai menugasi siswanya membuat video dengan deskripsi bahasa Inggris. Misalnya, salah satu siswanya menjelaskan tentang kanguru dalam bahasa Inggris dengan mengambil video kanguru di Youtube.
”Ini cara pembelajaran Industri 4.0,” ungkap Kartino yang mengajar lebih dari dua dekade.
Kartino mengatakan, berbagai ide pembelajaran tersebut muncul dari dirinya dan saran sejumlah teman guru. Ia mengaku tidak mendapatkan pelatihan khusus. Ia pun merogoh kocek sendiri untuk membuat media-media itu.
”Saya sempat dianggap aneh oleh guru lain. Katanya, ngapain bikin media pembelajaran yang butuh biaya,” ujar Kartino yang menghabiskan ratusan ribu rupiah untuk membuat media pembelajaran tersebut.
Meski dianggap aneh oleh guru lain, metode itu dinilai efektif. Siswa tidak mengantuk dan bersemangat mengikuti kelasnya.
Hal tersebut seperti dikatakan Najwa Regina (12), siswi kelas VII B SMPN 2 Kota Cirebon. Dia mengaku senang dengan metode pengajaran Kartino karena tidak melulu mengharuskan siswa menghafal.
”Guru lain biasanya hanya memberi soal hafalan,” ucapnya. Ia misalnya, membuat video tentang deskripsi petani dengan lebih dulu berdiskusi dengan keluarganya yang merupakan petani.
Salsa (14), siswi kelas VIII F, berharap guru lain dapat menerapkan pola pembelajaran seperti Kartino. ”Saya belum pernah mendapatkan metode pengajaran katak Pak Kartino,” ucapnya.
Komunikasi dua arah
Beda lagi yang dilakukan Hari Purnomo, guru PPKn di SMKN 1 Sidoarjo, Jawa Timur. Dia memanfaatkan aplikasi Quizizz dan Classroom di telepon pintarnya. Alasannya, dua aplikasi itu membangun pola interaksi dan komunikasi yang bersifat dua arah dengan para siswanya sehingga mereka tidak mudah jenuh.
Aplikasi Quizizz dan Classroom ini membangun pola interaksi dan komunikasi yang bersifat dua arah dengan para siswanya sehingga mereka tidak mudah jenuh.
Menolak mengambil soal dari Lembar Kerja Siswa, Hari menyusun sendiri materi soal-soal berdasarkan kompetensi dasar agar hasilnya benar-benar berkualitas. Soal-soal itu dia unggah ke aplikasi tersebut.
Hari pun mempraktikkan metode yang digunakannya. Dia membuka layar telepon pintarnya dan mengeklik aplikasi Quizizz. Dia kemudian mengetik bilangan nominal sebagai kata kunci untuk masuk ke dalam sistem. Beberapa detik kemudian, muncul materi soal tentang hukum.
”Pendapat para ahli hukum terkemuka yang kerap kali digunakan atau dikutip para hakim sebagai dasar pertimbangan ketika menjatuhkan vonis terhadap perkara yang ditanganinya, disebut...”.
Di bawah soal itu terdapat materi pilihan jawaban antara lain undang-undang, yurisprudensi, hukum acara, dan traktat. Saat jawaban yang dipilih salah, maka aplikasi akan menampilkan tanda silang dan memberitahukan secara tertulis bahwa jawaban tersebut salah. Namun apabila jawaban yang dipilih benar, langsung dilanjutkan dengan materi pertanyaannya berikutnya.
Kelas tambahan
Hamdani, guru mata pelajaran sistem pengendali elektronik SMKN 3 Batam, merancang model pembelajaran yang tidak berhenti pada level memahami. Prinsipnya, murid harus bisa menggunakan ilmu pengetahuan untuk menciptakan mesin dengan gerakan model baru.
Sejak 1998, saat masih mengajar di SMKN 1 Batam, dia merintis kelas ”Hantu Bengkel”. Ini merupakan kelas tambahan untuk murid yang mau belajar lebih mendalam dari sekadar apa yang dipelajari di kelas. Tujuannya agar nanti ketika bekerja mereka tidak sekadar dianggap sebagai operator, tetapi minimal memiliki kompetensi sebagai teknisi junior.
”Hantu Bengkel itu sebenarnya semacam full day school. Hal itu muncul ketika saya terlibat menjadi pelatih pekerja industri di Batam. Waktu itu saya mulai membaca kebutuhan tenaga kerja industri di Batam ternyata tidak cukup hanya bisa mengoperasikan alat. Saya terpukul karena di bidang teknologi itu Indonesia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan negara tetangga, misalnya Singapura dan Malaysia. Hal itu terasa sekali di Batam yang lokasi sangat dekat dengan kedua negara itu,” katanya.
Selain untuk memacu dan menyiapkan para muridnya mengikuti lomba di tingkat internasional, dengan Hantu Bengkel, Hamdani mendapatkan kesempatan lebih banyak mengenal murid-muridnya secara personal. Hal ini penting untuk menumbuhkan motivasi belajar mereka. ”Saya juga menanamkan gelar juara itu hanya milik mereka yang bekerja keras,” katanya.
Baik Kartino, Hari Purnomo, maupun Hamdani adalah contoh guru yang tidak mau hanya mengajar berpatok pada buku, bahkan kurikulum. Mereka berinisiatif mengembangkan metode pembelajaran untuk meningkatkan kompetensi para muridnya.
Pola pembelajaran yang mereka terapkan sejatinya merupakan bagian dari upayanya mengembangkan keterampilan berpikir tinggi kepada pada siswa. Kemampuan berpikir tinggi merupakan kebutuhan pada era Revolusi Industri 4.0. Siswa juga dituntut kreatif, inovatif, kolaboratif, termasuk bersikap kritis serta mampu menyelesaikan setiap persoalan.