Tahun lalu, sejumlah toko serba ada berjaringan di Indonesia tutup. Penutupan di beberapa lokasi di kota besar di Pulau Jawa ini diikuti dengan aksi korporasi berikutnya, yakni membuka toko di kota-kota menengah di luar Jawa. Saat itu sempat muncul spekulasi, perusahaan tersebut bangkrut. Namun, spekulasi tak terbukti. Pada akhir tahun, perusahaan induknya membukukan laba.
Beberapa toko serba ada berjaringan di Indonesia, yang kantor pusatnya di luar negeri, juga tutup. Penutupan ini diikuti strategi lain, yakni menambah toko lain yang ukurannya lebih kecil. Barang-barang yang dijual lebih spesifik. Pada akhir tahun, perusahaan—yang memegang izin toko berjaringan itu di Indonesia—mencetak laba.
Penjelasan perusahaan yang menaungi toko serba ada berjaringan tersebut, langkah menutup toko yang kurang prospektif merupakan cara menekan kerugian atau biaya berlebihan. Namun, mereka juga memiliki strategi, yakni menjaring pasar yang lebih menjanjikan. Pada akhirnya, hasil akhirnya sesuai prediksi, yakni menghasilkan laba. Namun, keberlanjutannya masih ditunggu.
Konsumsi masih menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, selain investasi. Pada 2018, produk domestik bruto (PDB) Indonesia Rp 14.837 triliun. Perekonomian Indonesia 2018 tumbuh 5,17 persen secara tahunan. Kontribusi pertumbuhan ekonomi terbesar disumbang Jawa, yakni 58,48 persen. Dari pertumbuhan PDB yang sebesar 5,17 persen itu, konsumsi rumah tangga menyumbang 2,74 persen di antaranya.
Dengan kondisi ini, konsumsi masyarakat merupakan salah satu kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Laju konsumsi rumah tangga dijaga. Pada 2018, laju konsumsi rumah tangga 5,05 persen. Angka ini lebih baik dibandingkan dengan 2017 yang sempat di bawah 5 persen, yakni 4,94 persen dan 2016 yang sebesar 5,01 persen.
Masyarakat bisa membeli barang jika ada dana dan barang tersedia dengan harga terjangkau. Lebih spesifik lagi, masyarakat akan membeli barang yang sesuai dengan kebutuhan atau keinginannya.
Survei Bank Indonesia menunjukkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) masih terjaga di atas 100. Pada Maret 2019, IKK 124,5. Angka ini, menurut BI, menunjukkan, masyarakat sebagai konsumen tetap optimistis. Persepsi konsumen terhadap kondisi saat ini dan ekspektasi terhadap kondisi enam bulan mendatang tetap tinggi. Konsumen juga melihat, kegiatan usaha pada enam bulan mendatang membaik.
Kembali ke penutupan sejumlah toko luar jaringan (luring) di pusat perbelanjaan. Ada pendapat yang mengatakan, toko-toko luring itu sepi karena sebagian masyarakat punya pilihan lain dalam memperoleh barang, yakni secara dalam jaringan (daring). Kemudahan masyarakat di banyak daerah mendapatkan barang ditunjang logistik pengiriman barang yang bisa menjangkau semua daerah di Indonesia.
Salah satu pelaku usaha perdagangan elektronik atau e-dagang di Indonesia mengatakan, 3-4 tahun lalu, 50 persen transaksi di laman e-dagang itu terjadi di Jabodetabek. Namun, kini hanya 30 persen transaksi dilakukan pembeli di Jabodetabek. Transaksi di luar Jabodetabek semakin tinggi karena akses internet makin baik. Transaksi masyarakat di kota-kota menengah di Indonesia juga tinggi.
Namun, kini hanya 30 persen transaksi dilakukan pembeli di Jabodetabek.
Data Bank Indonesia yang dihimpun dari tiga e-dagang terbesar di Indonesia menunjukkan, transaksi pada Januari 2019 sebesar Rp 8,582 triliun atau tumbuh 142,5 persen dibandingkan dengan Januari 2018.
Meski demikian, bukan berarti seluruh belanja luring terlibas belanja daring. Persoalannya, apakah suguhan di toko-toko luring menarik bagi masyarakat. Masyarakat tetap perlu berinteraksi dan mendapat pengalaman menarik saat berbelanja di toko secara langsung. Buktinya, toko yang spesifik bisa menjaring konsumen dan membukukan laba. Yang jelas, masyarakat masih optimistis melihat kondisi konsumsi di masa-masa mendatang.