Polisi mengusut identitas dan latar belakang para penyusup yang merusak peringatan Hari Buruh Internasional di Jakarta dan Bandung, Rabu (1/5/2019).
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata/Samuel Oktora
·4 menit baca
Polisi mengusut identitas dan latar belakang para penyusup yang merusak peringatan Hari Buruh Internasional di Jakarta dan Bandung, Rabu (1/5/2019).
JAKARTA, KOMPAS - Massa berbaju hitam dan membawa bendera hitam-merah merusak pagar pembatas jalur bus transjakarta di dekat Bundaran HI, Jakarta Pusat. Di Bandung, massa berpenutup kepala dan berpakaian serba hitam melakukan merusak dan mencoret dengan cat semprot ke beberapa kendaraan milik buruh di Jalan Singaperbangsa.
Sejumlah 619 pelaku di Bandung, yang umumnya pelajar dan mahasiswa, dibekuk polisi. Adapun di Jakarta, polisi tidak menangkap satupun pelaku.
“Kami belum memahami mereka dari organisasi apa. Kami belum mendapatkan apakah ada hubungan kejadian di Jakarta dan di Bandung,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono.
Menurut Argo, kericuhan terjadi saat negosiasi antara peserta aksi dan polisi. Massa tiba-tiba merusak pagar.
Argo menambahkan, secara umum, peringatan Hari Buruh di wilayah Polda Metro Jaya berlangsung kondusif. Polisi menyampaikan terima kasih kepada buruh atas pelaksanaan Hari Buruh yang aman.
Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea, saat peresmian Desk Tenaga Kerja di Polda Metro Jaya, meminta Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Idham Azis untuk menyelidiki bentrokan buruh dengan kelompok berbaju hitam di Bandung.
“Di Bandung, bentrok anggota saya dengan kelompok anarko dan ini terjadi setiap tahun. Tadi di Bundaran HI juga mereka menyusup dengan pakaian hitam-hitam. Di Bandung, 60 mobil anggota saya dicoret-coret,” kata Andi.
Menurut Andi, buruh sudah berjanji tidak akan rusuh saat peringatan Hari Buruh. Buruh berkomitmen penuh bahwa buruh cinta NKRI, sehingga tidak ingin mengganggu ketenteraman masyarakat. “Pasti ada aktornya. Saya yakin. Jam yang sama, orangnya sama, melakukan hal yang sama. Mohon ditelusuri dengan cepat. Saya tidak yakin tidak ada auktor intelektual,” lanjutnya.
Andi mengungkapkan, tahun lalu, buruh juga bentrok dengan kelompok ini di sekitar patung Arjuna Wijaya, Jakarta.
Kepala Staf Presiden Moeldoko juga meminta Kepala Bareskrim menyelidiki bentrokan ini. “Saya sudah sampaikan ke Kabareskrim untuk mendalami. Kami akan dalami siapa di belakangnya.”
Tangkap 619 orang
Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Irman Sugema menjelaskan, sekitar 400 orang yang diduga hendak menyusup dan mengacaukan peringatan Hari Buruh itu juga membawa senjata tajam dan cat semprot.
Dalam kericuhan ini, polisi menahan 619 orang, antara lain berasal dari kawasan Bandung Raya, Garut, Cianjur, dan Karawang. Sebanyak 14 orang di antaranya perempuan dan 293 orang dari mereka masih di bawah umur. Sebagian berstatus pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa. Mereka dibawa ke Markas Brimob Polda Jabar, Cikeruh, Kabupaten Sumedang.
“Kasus ini sedang didalami motifnya. Sebelum kejadian ini, beredar viral rencana demontrasi kelompok ini, dan juga hoaks akan terjadi kerusuhan di Bandung. Ini yang kami antisipasi supaya kondisi tetap kondusif dan terkendali,” ucap Irman.
Menurut Irman, pihak serikat buruh juga menolak bergabungnya kelompok itu di Gedung Sate, karena dinilai massa bukan dari kalangan buruh. “Kami menghalau massa ini supaya jangan terjadi bentrok fisik dengan buruh, juga menjadi konflik sosial. Apalagi buruh juga sempat emosional karena kendaraannya dirusak atau dicoret-coret.”
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, kelompok ini mengatasnamakan sebagai Anarko atau kelompok berbaju hitam.
“Kami akan mendalami satu persatu, bagaimana mereka mendapatkan informasi dan merencanakan gerakan masif yang berimbas kepada vandalisme dan merugikan warga Bandung,” ujar Trunoyudo.
Saat menghalau kelompok berbaju hitam itu, sejumlah oknum polisi melakukan kekerasan terhadap dua jurnalis yang sedang meliput yakni wartawan foto Tempo, Prima Mulia; dan wartawan foto lepas, Iqbal Kusumadireza (Reza).
Kekerasan ini mendapat kecaman dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jawa Barat.
Irman Sugema berjanji mendalami kasus ini. “Kejadian ini (kekerasan terhadap wartawan) silakan dilaporkan, dan akan ditangani oleh Seksi Propam (Profesi dan Pengamanan Polrestabes Bandung). Kasus ini akan didalami, apakah terjadi kesalahpahaman atau ada tindakan anggota di lapangan di luar kontrol.”
Sementara, bersamaan dengan peringatan Hari Buruh Internasional, dibentuk Desk Tenaga Kerja di 16 Polda, termasuk Polda Metro Jaya. Desk Tenaga Kerja adalah pusat pelayanan terpadu yang melayani konseling, pengaduan, dan pelaporan di bidang hukum ketenagakerjaan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan mengatakan, selama tiga tahun, Polda Metro menangani 76 kasus ketenagakerjaan, yaitu 57 kasus upah di bawah Upah Minimum Provinsi, 10 kasus pelarangan mendirikan serikat buruh, dan sembilan kasus BPJS tidak dibayar.
Iwan mengungkapkan, Desk Tenaga Kerja Polda Metro Jaya memiliki 20-an personel. Desk Tenaga Kerja Polda Metro Jaya melayani pengaduan dan konseling secara daring. Desk Tenaga Kerja juga akan dibentuk di Kepolisian Resor (Polres).
“Pelapor akan dicatat dan diantar ke ruang konseling apakah ada unsur pidana atau ranah sengketa industrial. Kalau pidana, pelapor akan diantar ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) untuk membuat laporan polisi. Kalau bukan pidana akan dilakukan koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja,” kata Iwan.