Pemprov DKI Dinilai Tak Serius Ambil Alih Pengelolaan Air dari Swasta
Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengambil alih pengelolaan air dari pihak swasta, yakni PT PT Aetra dan PT PAM Lyonnaise Jaya, masih mandek.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengambil alih pengelolaan air dari pihak swasta, yakni PT PT Aetra dan PT PAM Lyonnaise Jaya, masih mandek. Hingga memasuki Mei, hasil kesepakatan awal atau head of agreement (HoA) dengan pihak swasta tidak kunjung diumumkan. Hal ini juga memunculkan anggapan bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak transparan dalam melaksanakan proses pengambilalihan pengelolaan air ini.
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Gembong Warsono mengatakan, hingga saat ini belum ada komunikasi lebih lanjut antara Pemprov DKI dan DPRD terkait pengambilalihan pengelolaan air dari pihak swasta. DPRD mulai mempertanyakan kelanjutan dan keseriusan pemprov dalam untuk melaksanakan program ini.
”Awalnya, kami melihat keseriusan pemprov ketika wacana ini mulai bergulir. Namun, saat ini pemprov sepertinya mulai tidak serius untuk mengambil alih dari pihak swasta karena prosesnya yang berjalan molor,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Pemprov DKI sudah menyuarakan wacana pengambilalihan air ini sejak Februari 2019. Kemudian, pemprov menargetkan pada Maret 2019 bisa membuat HoA dengan PT Aetra dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) sebagai langkah awal pengembalian swastanisasi air, tetapi rencana tersebut tidak mencapai target.
Menurut Gembong, jika ada kendala dalam proses mencari kesepakatan dengan pihak swasta, khususnya soal masalah keuangan, pemprov seharusnya membahas hal tersebut bersama DPRD. DKI memiliki dana yang cukup dari sisi anggaran daerah untuk mengembil alih pengelolaan air.
”Pemprov DKI seakan tidak transparan karena belum pernah menyampaikan kepada DPRD terkait kendala apa saja yang dialami selama proses ini. Seharusnya proses pengambilalihan ini bisa segera terealisasi karena menyangkut hajat hidup masyarakat,” ucapnya.
Sebelumnya, anggota Komisi D DPRD di Bidang Pembangunan Bestari Barus mengatakan, pemprov DKI masih belum siap dalam mengelola air di Jakarta. ”Sepertinya, hitung-hitungan pembayaran kompensasi masih belum selesai. Ada situasi yang dilematis jika pemprov membeli saham swasta sekarang karena belum siap dari sisi sumber daya manusia untuk mengelola,” katanya.
Ada situasi yang dilematis jika pemprov membeli saham swasta sekarang karena belum siap dari sisi sumber daya manusia untuk mengelola.
Secara terpisah, Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo mengatakan, hingga saat ini HoA dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) masih belum terwujud. Padahal, PT Aetra sudah menyetujui HoA dan bersedia menyerahkan pengelolaan air kepada pemprov.
”HoA dengan Palyja belum disepakati karena proses bisnis dan setiap pihak memiliki kepentingan masing-masing. Namun, intinya, sesuai dengan yang disampaikan Gubernur DKI, pengelolaan ini harus dikembalikan ke PAM Jaya,” ucapnya.
Bambang belum menjelaskan negosiasi apa saja yang dibahas antara pemprov dan pihak swasta dalam HoA ini. Ia mengatakan, perjanjian lanjutan akan dibahas setelah enam bulan setelah kedua pihak menyepakati HoA.
”Kemudian, terkait biaya yang akan ditanggung pemprov untuk mengambil alih proses pengelolaan air akan diaudit dalam proses uji tuntas (due diligence),” katanya.
Presiden Direktur Palyja Robert Rerimassie juga masih enggan mengungkapkan alasan perusahaan tersebut masih belum menyepakati HoA ini. Menurut dia, hal tersebut sifatnya masih rahasia dan belum bisa disampaikan.
”Meski demikian, pembahasan dengan PAM Jaya terus kami lakukan, tetapi saya tidak bisa menyampaikan apa saja yang menjadi poin masalah dalam pembahasan tersebut,” ucapmya.
Kesepakatan induk ini merupakan langkah awal DKI untuk bisa menjalankan salah satu dari tiga opsi yang akan dilakukan untuk pengambilalihan air. Opsi pertama adalah membiarkan kontrak selesai sesuai perjanjian kerja sama hingga 2023.
Opsi kedua adalah pemutusan kontrak secara sepihak, dan opsi ketiga pengambilalihan melalui tindakan-tindakan perdata. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, sejak 1998 hingga 2017 tidak ada peningkatan pelayanan signifikan yang dilakukan oleh operator swasta, yaitu Aetra dan Palyja sehinggap pemprov berencana untuk mengambil alih pengelolaan air tersebut.
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, cakupan layanan pengelolaan air tahun 1998 sebesar 44,5 persen dan pada tahun 2017 hanya mencapai 59,4 persen.
”Padahal, targetnya pada akhir 2023 seharusnya 82 persen. Dengan jangka waktu yang tinggal sebentar lagi, hampir mustahil pihak swasta akan melakukan investasi untuk meningkatkan cakupan layanan,” ujar Anies.