Pembayaran pokok yang dilakukan perusahaan multinasional menggunakan kurs dollar Amerika Serikat berimbas pada pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang sembilan hari perdagangan beruntun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembayaran pokok yang dilakukan perusahaan multinasional menggunakan kurs dollar Amerika Serikat berimbas pada pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang sembilan hari perdagangan beruntun. Kondisi global yang tidak menentu dinilai masih akan memberi tekanan rupiah sepanjang triwulan II-2019.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko menjelaskan, faktor utama penekan rupiah adalah meningkatnya kebutuhan dollar AS akibat banyaknya perusahaan multinasional yang membagikan dividen, bunga, dan pembayaran pokok lainnya sepanjang periode April-Juni 2019.
Mengantisipasi hal ini, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen agar aliran kurs dollar AS yang masuk ke pasar keuangan domestik tetap deras.
Faktor utama penekan rupiah adalah meningkatnya kebutuhan dollar AS akibat banyaknya perusahaan multinasional yang membagikan dividen, bunga, dan pembayaran pokok lainnya di sepanjang periode April-Juni 2019.
Selain itu, pelonggaran syarat bagi pelaku pasar untuk bisa melakukan transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF). Kemudahan ini diharapkan bisa menggaet pelaku pasar melakukan kegiatan lindung nilai melalui DNDF sehingga persediaan valuta asing di dalam negeri kian meningkat.
”Sentimen risk off masih mewarnai pasar keuangan global seiring dengan rilis data ekonomi negara maju yang memperkuat kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi dan turunnya inflasi serta berlanjutnya pelemahan nilai tukar peso Argentina dan lira Turki,” ujarnya di Jakarta, Kamis (2/5/2019).
Berdasarkan kurs nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah terus mengalami pelemahan hingga 228 poin sejak 18 April hingga 2 Mei 2019. Jika dalam 18 April lalu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih berada di level Rp 14.016, saat berita ini diturunkan rupiah sudah berada di level Rp 14.245 per dollar AS.
Kepala Grup Riset Makroprudensial Departemen Kebijakan Makro Prudensial Bank BI Retno Ponco Windarti memastikan bauran kebijakan moneter dari bank sentral masih akan menjaga stabilitas sistem keuangan dalam negeri di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi global.
Keputusan untuk mempertahankan level suku bunga acuan diklaim tidak menghalangi perbankan untuk melakukan ekspansi bisnis.
Berdasarkan data yang dihimpun BI, dari fungsi intermediasi, pertumbuhan rata-rata kredit perbankan pada Februari 2019 mencapai 12,1 persen secara tahunan. Pertumbuhan kredit bulanan terhitung stagnan karena pada Januari 2019 pertumbuhan rata-rata kredit perbankan 12 persen.
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada Februari 2019 sebesar 6,6 persen, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan DPK Januari 2019 sebesar 6,4 persen. Berdasarkan data tersebut, likuiditas perbankan dinilai masih aman, tecermin pada rasio alat likuid terhadap DPK Februari 2019 sebesar 22,3 persen.
Inflasi musiman
BI menilai inflasi sebesar 0,44 persen yang terjadi pada April 2019 secara bulanan merupakan faktor musiman yang biasa terjadi menjelang Idul Fitri. Meski begitu, bank sentral tetap akan mendorong stabilitas harga pangan bergejolak untuk menahan laju inflasi.
”Karena inflasi yang terjadi adalah faktor musiman, dapat dipastikan inflasi akan kembali turun setelah lebaran Ke depan, BI akan terus melakukan koordinasi dengan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan daerah (TPID) untuk memantau harga-harga agar tidak melonjak,” ujar Onny.