JAKARTA, KOMPAS—Kejaksaan Agung RI menyatakan hasil penyidikan perkara atas nama PT Kaswari Unggul kasus pembakaran lahan di Jambi sudah lengkap melalui surat tanggal 18 April 2019. Artinya, kasus kebakaran di konsesi kebun PT KU tahun 2015 itu segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Muara Sabak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi untuk disidangkan di Pengadilan Negeri Muara Sabak.
Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa (30/4/2019) di Jakarta, mengungkapkan kasus ini merupakan kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 2015. Pada saat itu, KLHK menjatuhkan sanksi administratif kepada PT KU untuk memperbaiki pengelolaan kebunnya.
Namun, bukannya menjalankan sanksi administratif yang menjadi kewenangan pemerintah, perusahaan tersebut malah mengajukan gugatan atas sanksi administratif tersebut. “Sebelumnya, PT KU telah mengajukan pra-peradilan di PN Jakarta Pusat, gugatan tata usaha negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur, dan kasasi ke Makamah Agung,” kata Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana, Kementerian LIngkungan Hidup dan Kehutanan.
Namun, menurut Yazid, pengajuan PT KU ditolak dan dinyatakan kalah sehingga KLHK memproses sanksi pidana dengan menjalankan penyidikan atas kasus ini. “Bila perusahaan tak menjalankan sanksi administratif, pidana bisa masuk,” timpal Rasio.
Tidak taat
Ketidaktaatan perusahaan menjalankan sanksi administratif ini berawal dari laporan pengawas lingkungan hidup KLHK. Saat itu, sanksi administratif dijatuhkan karena kebakaran di konsesi perkebunan di tahun 2015.
Kemudian awal September 2016, penyidik KLHK mulai menyidik Wim Iskandar Zulkarnaen, Direktur Utama PT Kaswari Unggul, dengan alamat di Desa Rahayu, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. PT KU akan dikenakan Pasal 99 Ayat 1, Pasal 114 Jo. Pasal 116 Ayat 1a Jo. Pasal 119 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun, dan denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 3 miliar.
Disamping menindak PT KU melalui penegakan hukum pidana, KLHK juga menggugat secara perdata PT KU dengan nilai gugatan mencapai Rp 25,6 milyar. Saat ini persidangan kasus ini sedang berjalan di PN Jakarta selatan .
Rasio Ridho Sani menyampaikan, penegakan hukum terhadap PT KU ini merupakan komitmen Pemerintah mewujudkan hak konstitusi untuk mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Penanganan kasus terhadap PT KU dengan memakai instrumen administratif, pidana dan perdata ini dilakukan agar ada efek jera. “Kami tidak kompromi melawan pelaku kejahatan lingkungan,” tandasnya.
Kami tidak kompromi melawan pelaku kejahatan lingkungan.
Dihubungi terpisah, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Tanjung Jabung Timur, Masyadi, mengatakan kebakaran yang terjadi tahun 2015 di kebun sawit PT KU memang cukup besar. Dampaknya hingga merambat kawasan gambut sekitarnya, termasuk hutan produksi Sungai Keman yang bersebelahan persis dengan kebun sawit itu.
Upaya pemulihan gambut kini diupayakan lewat partisipasi masyarakat melalui skema perhutanan sosial. Sudah tiga koperasi dan gabungan kelompok tani diberi peluang mengelola hutan tersebut.
Selain memanfaatkan potensi non kayu dalam hutan, masyarakat juga bergantian mengadakan patroli rutin untuk mengecek ancaman kebakaran di sana. Di sisi lain, pihaknya mengupayakan pembasahan gambut lewat pembangunan sekat kanal.
Saksi peristiwa kebakaran di kebun sawit itu, Rico yang pada 2015 lalu menjabat Manajer Hukum PT KU, sebagai akibat kelalaian perusahaan. Diakuinya, perusahaan mengetahui terjadi kebakaran namun terlambat mengendalikan karena peralatan pemadaman yang tidak memadai. “Jadi api tidak cepat terkendali,” tuturnya.