JAKARTA, KOMPAS – Terbatasnya anggaran pelatnas SEA Games Filipina 2019 dan Olimpiade Tokyo 2020 membuat pengurus cabang olahraga menyiasati anggaran agar program segera berjalan. Keterbatasan anggaran tidak membuat semangat tim “Merah Putih” untuk mengukir prestasi jadi kendur.
Untuk menjalankan pelatnas tahun ini, tim akuatik Indonesia mendapatkan anggaran dari Kementerian Pemuda dan Olahraga sebesar Rp 9 miliar. Jumlah ini jauh dari usulan PB PRSI yakni Rp 50 miliar untuk tiga disiplin olahraga, yakni renang, loncat indah, dan polo air.
Wakil Ketua Umum PB PRSI Harlin Rahardjo mengatakan, keterbatasan anggaran membuat pihaknya harus mengurangi atlet pelatnas. “Jumlah atlet renang yang semula direncanakan 26 orang, dikurangi menjadi sepuluh. Atlet loncat indah juga berkurang, dari sepuluh menjadi dua atlet. Namun, untuk polo air sulit, atlet tidak mungkin dikurangi. Karena itu, kami memikirkan ulang program uji coba mereka ke Serbia,” katanya di Jakarta, Rabu (1/5/2019).
Harlin menjelaskan, polo air punya kesempatan meraih medali emas SEA Games 2019. Di Kuala Lumpur 2017, tim polo air putra menempati peringkat kedua dan meraih medali perak. Pada klasemen akhir, tim Singapura dan Indonesia sama-sama mengumpulkan 10 poin, tetapi Singapura unggul selisih gol sehingga berhak atas emas.
Polo air dijadwalkan berlatih selama empat bulan di Serbia pada April-Juli. Lima atlet terbaik juga diikutkan Liga Polo Air di Serbia sebagai uji coba. “Dengan anggaran yang ada, uji coba ke Serbia mustahil dilakukan. Padahal, tim polo air mempunyai potensi emas. Kami akan berusaha mencari sponsor untuk mengatasi hal ini,” ujarnya.
Harlin menjelaskan, anggaran pelatnas renang sangat jauh dari harapan. Namun, tim renang Indonesia memastikan tidak akan menyerah dengan keadaan. “Tahun ini adalah tahun prihatin karena anggaran sangat minim. Kami harus mengatur angaran sedemikian rupa secara cerdas dan efisien. Saya menekankan kepada atlet, prestasi tidak boleh tergantung dengan anggaran saja, tetapi harus didasarkan pada kesungguhan menyiapkan diri,” ujarnya.
Saat ini, PB PRSI telah mengantungi sepuluh nama perenang untuk menjalani pelatnas. Nama-nama itu disaring melalui sejumlah kejuaraan, salah satunya Festival Akuatik Indonesia 2019. Pelatnas akan dipusatkan di Bali dan Jakarta. Atlet juga dijadwalkan menjalani pemusatan latihan di Amerika Serikat.
Selain itu, ada tiga kejuaraan akan diikuti sebelum SEA Games, yakni South East Asia Age Group Swimming Championship di Phonm Penh, Kamboja, pada 28-30 Juni, Kejuaraan Dunia Renang di Gwangju, Korea Selatan, 12-28 Juli,dan Kejuaraan Dunia Renang Yunior di Budapest, Hungaria, 20-25 Agustus.
Pelatih renang asal Perancis, David Armandoni mengatakan, seharusnya pelatnas renang bergulir sejak enam bulan lalu. “Meskipun terlambat, tim renang Indonesia bisa mengukir prestasi asalkan dalam enam hingga tujuh bulan ke depan benar-benar bersiap secara maksimal,” katanya.
Andalkan swasta
Untuk menyiasati minimnya anggaran, tim balap sepeda Indonesia berusaha mencari sponsor dari pihak swasta. “Kami membutuhkan dukungan dalam bentuk uang tunai untuk menambal kekurangan anggaran dari Kemenpora,” kata Manajer Balap Sepeda Budi Saputro.
Budi mengatakan, untuk lolos Olimpiade Tokyo 2020 pebalap sepeda harus mengikuti kejuaraan sebanyak-banyaknya di luar negeri. Namun, anggaran dari Kemenpora sangat minim yaitu Rp 10 miliar. Angka ini jauh dari pengajuan PB ISSI sebesar Rp 60 miliar.
Menurut Budi, pihaknya sudah menghubungi empat perusahaan swasta. “Tanggapan mereka sebenarnya positif. Namun, untuk memberikan bantuan anggaran, sepertinya perusahaan swasta masih menunggu karena Pemilu Presiden. Kami harap setelah Pilpres ada kepastian,” katanya.
Tim balap sepeda BMX Indonesia dijadwalkan mengikuti Kejuaraan Dunia di Heusden-Zolder, Belgia, 23-28 Juli 2019. Tim ini juga berencana mengikuti empat putaran kejuaraan kategori C1 di Thailand dan China untuk mengumpulkan poin ke Olimpiade.