Harga Tiket Mahal, Tak Ada Kenaikan Perjalanan Wisata Jelang Ramadhan
elaku usaha perjalanan wisata mengkhawatirkan mahalnya harga tiket pesawat membuat minat warga bepergian di dalam negeri semakin turun. Sebab, tanda-tanda penurunan itu mulai terlihat pada momen menjelang Ramadhan tahun ini.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha perjalanan wisata mengkhawatirkan mahalnya harga tiket pesawat membuat minat warga bepergian di dalam negeri semakin turun. Sebab, tanda-tanda penurunan itu mulai terlihat pada momen menjelang Ramadhan tahun ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Rudiana mengatakan, biasanya beberapa pekan menjelang Ramadhan ada tren kenaikan perjalanan wisata 10-15 persen dari hari-hari biasa. Kenaikan tersebut dipengaruhi oleh kebiasaan sejumlah warga yang pulang ke kampung halaman sebelum Ramadhan.
Tahun ini, ia mengatakan bahwa tidak ada kenaikan signifikan sebelum Ramadhan. Ia memperkirakan tren kenaikan perjalanan wisata sebelum Ramadhan kali ini kurang dari 5 persen.
”Saat ini sudah masuk seminggu menjelang bulan puasa (Ramadhan), tetapi belum ada kenaikan signifikan pada waktu pra-Ramadhan. Padahal, kenaikan minat wisata sebelum Ramadhan cukup menguntungkan untuk menambal sepinya sektor wisata selama Ramadhan,” ujar Rudiana, di Jakarta, Rabu (1/5/2019).
Ia memprediksi, warga akan terus menahan kebutuhan untuk bepergian dengan pesawat, kecuali untuk keperluan mudik ke kampung halaman. Turunnya minat warga untuk bepergian dengan pesawat, menurut dia, juga memengaruhi minat untuk berwisata lintas pulau.
Kegelisahan serupa juga disampaikan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (Asita) Nunung Rusmiati. Menurut dia, harga tiket pesawat yang sedang mahal dapat membuat minat perjalanan wisata saat Ramadhan akan semakin lesu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya, saat berkunjung ke Kompas, Senin (29/4/2019), mengatakan, kenaikan harga tiket pesawat berdasarkan aturan batas atas berdampak pada turunnya geliat pariwisata. Hampir seluruh destinasi wisata sudah terdampak, terutama yang berada di luar Jawa.
Mahalnya harga tiket pesawat membuat berbagai pihak bersiasat. Arief mengatakan, Kementerian Pariwisata telah menemui Kementerian Perhubungan untuk membahas masalah ini. Ia meminta agar batas atas harga dapat diturunkan, menyesuaikan dengan kebutuhan pariwisata.
Nunung Rusmiati, sebagai perwakilan dari Asita, juga berencana merancang paket wisata dengan harga kompetitif untuk menarik minat wisatawan domestik. Dalam hal ini, ia bekerja sama dengan lima agen perjalanan wisata dari Asita, juga dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
”Kami akan rundingkan paket wisata tersebut dengan sejumlah mitra pada pekan depan. Sejauh ini, hanya langkah tersebut yang dapat dilakukan,” kata Rusmiati.
Sebagian warga juga bersiasat menghadapi mahalnya harga tiket pesawat. Rita Darmayanti (44), warga Bogor, memilih tetap pulang ke kampung halamannya di Bangkalan, Jawa Timur, melalui jalur darat karena harga tiket pesawat hampir dua kali lipat dari harga normal.
”Harga tiket menjadi Rp 1,4 juta, cukup mahal kalau dibandingkan saat saya beli tiket sekitar Januari lalu yang harganya Rp 800.000. Tadinya saya berencana naik kereta, tetapi semua pesanan juga penuh, bahkan harga tiketnya sampai Rp 1 juta,” tutur Rita.
Rita mengatakan, mudik ia lakukan karena telah menjadi rutinitas setiap tahun. Saat Lebaran nanti, dia juga akan mudik, tetapi memilih jalur darat untuk menghemat biaya.
Fitri (62), warga lainnya, juga merencanakan mudik ke Pekanbaru, Riau, sebelum Ramadhan. Namun, ia tidak berencana untuk pulang lagi saat menjelang Lebaran di tahun ini.
”Saya pulang ke Riau saat ini karena nanti saat Lebaran tidak bisa ke sana. Harga tiket pesawat sedang mahal, jadi keperluan pulang ke kampung halaman harus dituntaskan dalam sekali waktu saja,” kata Fitri.
Pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, mengatakan, saat Lebaran nanti, ada kemungkinan warga beralih ke transportasi selain pesawat. Hal ini juga didukung dengan masa libur Lebaran tahun 2019 yang lebih lama.