Buruh Gelar Demonstrasi Tuntut Kenaikan UMP di DIY
Sejumlah elemen buruh di DIY menggelar demonstrasi untuk memperingati Hari Buruh Internasional, Rabu (1/5/2019). Dalam aksi itu, mereka antara lain menuntut kenaikan upah minimum provinsi di DIY yang dinilai sangat rendah sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak para buruh.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah elemen buruh di Daerah Istimewa Yogyakarta menggelar demonstrasi untuk memperingati Hari Buruh Internasional, Rabu (1/5/2019). Dalam aksi itu mereka antara lain menuntut kenaikan upah minimum provinsi di DIY yang dinilai sangat rendah sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak para buruh.
Berdasarkan pantauan Kompas, sekitar pukul 11.00, sejumlah organisasi buruh beserta elemen mahasiswa dan aktivis menggelar aksi demonstrasi di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta. Para peserta demonstrasi itu melakukan long march dari Tempat Khusus Parkir Abu Bakar Ali, lalu berhenti di depan Gedung DPRD DIY di Jalan Malioboro.
Di depan Gedung DPRD DIY, massa yang menamakan diri Aliansi Rakyat untuk Satu Mei itu menyampaikan tuntutan mereka. Sejumlah peserta aksi juga berorasi untuk menyuarakan berbagai permasalahan yang dialami para buruh.
”Kami buruh di Yogyakarta bersama beberapa elemen masyarakat yang lain turun ke jalan untuk menuntut kepada pemerintah, khususnya pemerintah lokal di DIY, untuk menaikkan UMP di Yogyakarta,” kata Koordinator Umum Aliansi Rakyat untuk Satu Mei Feri Taufik Ridwan.
Pada 2019, UMP di DIY ditetapkan Rp 1.570.922 per bulan. Dari lima kabupaten/kota di DIY, Kota Yogyakarta memiliki upah minimum kabupaten/kota (UMK) tertinggi, yakni Rp 1.846.400. Adapun Kabupaten Gunung Kidul memiliki UMK terendah, yakni Rp 1.571.000.
Feri menyatakan, UMP DIY merupakan UMP yang terendah di Indonesia. Padahal, selama beberapa tahun terakhir, pembangunan di DIY berlangsung dengan pesat. Pesatnya pembangunan itu antara lain ditandai dengan keberadaan sejumlah proyek infrastruktur besar di DIY, misalnya pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo.
”Pembangunan infrastruktur di Yogyakarta tidak diikuti perlindungan terhadap tenaga kerja,” ungkapnya.
Feri menambahkan, besaran UMP di DIY itu juga dinilai tidak bisa mencukupi kebutuhan layak hidup (KHL) para buruh di DIY. Sebab, berdasarkan survei yang dilakukan elemen buruh, nilai KHL di DIY tahun 2016 sudah mencapai Rp 2,5 juta per bulan. ”Itu artinya buruh di Yogyakarta harus hidup dalam kemiskinan,” ujar Feri.
Pembangunan infrastruktur di Yogyakarta tidak diikuti perlindungan terhadap tenaga kerja.
Selain masalah UMP DIY, Aliansi Rakyat untuk Satu Mei juga menuntut pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. PP itu antara lain mengatur tentang formula penghitungan upah minimum yang tidak lagi mengacu pada survei KHL.
Menurut Feri, PP No 78/2015 merupakan salah satu masalah utama bagi buruh di Indonesia saat ini. Sebab, keberadaan PP itu membuat penetapan upah minimum tidak lagi dilakukan dengan mengacu pada KHL. Padahal, KHL dinilai sebagai instrumen yang pas untuk menggambarkan kebutuhan riil para buruh.
”Seharusnya penghitungan upah buruh itu, kan, dihitung dari seberapa besar kebutuhan buruh untuk mencukupi kehidupannya, mencukupi pendidikan anaknya, mencukupi nutrisi, dan lain-lain,” ungkap Feri.
Selain Aliansi Rakyat untuk Satu Mei, peringatan Hari Buruh Internasional di DIY juga diwarnai demonstrasi sejumlah elemen buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat untuk Satu Mei.
Perwakilan Gerakan Rakyat untuk Satu Mei, Krisna Bayu, mengatakan, dalam aksi itu, pihaknya mengajukan tuntutan sebanyak 12 poin. Tuntutan itu antara lain penghapusan PP No 78/2015. Hal ini karena PP itu dinilai makin menambah ketidakadilan yang kerap dialami para buruh di Indonesia.
Krisna menambahkan, Gerakan Rakyat untuk Satu Mei juga menuntut penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Hal ini karena sistem kerja kontrak dan outsourcing telah membuat hak-hak buruh di Indonesia menjadi berkurang.
”Kami juga mengajak semua elemen buruh dan masyarakat tertindas untuk bersatu memperjuangkan hak-hak buruh,” ujar Krisna.